Lawan Radikalisme Dengan Pendidikan Karakter Berbasis Local Wisdom

Lawan Radikalisme Dengan Pendidikan Karakter Berbasis Local Wisdom

- in Narasi
775
0

Pendidikan merupakan pilar penting suatau bangsa dalam membangun peradabannya. Maju dan tidknya suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas pendidikannya. Jika bagus kualitas pendidikan bangsa tersebut, maka bagus pula peradabannya. Begitupun sebaliknya.

Salah satu tujuan pendidikan dalam undang-undang dasar ialah membentuk generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia dan berjiwa demokratis. Hal tersebut menjadi kunci utama dalam membangun masa depan bangsa agar menjadi bangsa yang kuat dan mampu bersaing dalam pentas global.

Jepang merupkan salah satu contoh yang bisa kita lihat. Ketika Hirosima dan Nagasaki diluluh lantakkan oleh bom atom sekutu pada 1945, hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah pembenahan di sektor pendidikan dengan mengumpulkan tenaga pendidik yang masih tersisa dari kejadian bom atom tersebut.

Dewasa ini, banyak peristiwa yang terjadi pada bangsa Indonesia, antara lain tingginya tingkat kriminaitas, korupsi, penegakan hukum yang jauh dari keadilan, dan terorisme. Menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri. Berdasarkan kenyataan tersebut, pendidikan nilai moral memang sangat diperlukan pada bangsa ini.

Baca juga :Pentingnya “Lawan Sastra Ngesti Mulya” dalam Membentuk Karakter Bangsa!

Temuan terbaru yang diungkapkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan 21 persen siswa dan 21 persen guru menyatakan Pancasila sudah tidak lagi relevan digunakan bangsa karena 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru lebih setuju dengan penerapan syariat Islam. Selain itu 52,3 persen siswa setuju kekerasan untuk solidaritas agama dan 14,2 persen membenarkan aksi pemboman yang dilakukan kalangan radikal.

Kabar tersebut seharusnya menjadi cambukan kepada kita dimana pendidikan seolah-olah telah kehilangan ruhnya sebagai instrumen pembentuk karakter generasi penerus bangsa. Dimana virus radikalisme sudah meracuni kalangan pelajar yang notabene sebagai generasi yang dipersiapkan untuk membangun bangsa Indonesia kedepannya.

Generasi milenial memiliki ciri khusus dalam kepribadannya sehari-hari. Siring dengan perkembangan teknologi dan kemudahan akses informasi, generasi milenial semakin mudah dalam mengakses kebutuhannya hanya bermodalkan gadget, internet dan jempol. Dengan hal itu, semua bisa kita dapatkan hanya dengan hitungan detik, tanpa batasan tempat dan waktu. Tentunya banyak sekali konten yang berbau paham radikalisme banyak termuat dimedia sosial dan gampang sekali di akses.

Selain itu, derasnya arus globalisasi, modernisasi dan ketatnya puritanisme dikhawatirkan dapat mengakibatkan terkikisnya rasa kecintaan terhadap kebudayaan lokal dan bangsanya. Akibtnya sifat-sifat konsumerisme, cepat bosan, dan pragmatisme, perlahan-lahan melekat kuat dalam diri generasi milenial. Lalu pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana peran pendidikan dalam menjawab tantangan tersebut?.

Dalam kurikulum 2013 beberapa mata pelajaran yang dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik salah satunya ialah muatan lokal kedaerahan. Dimana sekolah sebagai penyelenggara pendidikan harus memasukan mata pelajara tentang kedaerahan yang memuat nilai-nilai lokal (Local wisdom) dan budaya di daerahnya.

Namun dalam prakteknya dilapangan, banyak dari sekolah dasar dan menengah, baik negeri terlebih swasta yang tidak lagi memperhatikan hal penting ini. Peserta didik generasi milenial sekarang tidak banyak yang mengenal lagu-lagu daerahnya, bahkan budaya dan nilai yang terandung didalamya. Peserta didik generasi milenial lebih tertarik dengan gadget dan game online yang sudah mewabah tanpa mengenal umur.

Beberapa tujuan muatan lokal diantaranya pertama mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya, kedua memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya, dan ketiga memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Penguatan pendidikan moral atau pendidikan karater bagi generasi milenial melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) sangatlah relevan dalam mengatasi berbagai problematika sekarang ini. Dengan tumbuhnya rasa cinta kepada daerahnya dan memahami nilai-nilai luhur budayanya, maka semakin tinggi pula rasa nasionalisme dan kecintaannya kepada tanah air.

Dari beberapa tujuan diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa pencegahan paham radikalisme dapat teratasi salah satunya dengan kualitas pendidikan yang baik. Dimana pendidikan seharusnya menyertakan nilai-nilai kedaerahan dalam proses pembelajarannya. Disamping itu, peran keluarga serta masyarakat keseluruhan juga menjadi kunci pokok dalam menyukseskan tujuan pendidikan nasional kita.

Akhirnya, selamat hari pendidikan nasional. Dengan pendidikan, kita tingkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme kita untuk bangsa Indonesia kedepan yang semaikn baik.

Facebook Comments