Di peringatinya Hari Kartini setiap tanggal 21 April adalah bagian dari simbol untuk mengenang bangkitnya emansipasi perempuan di Indonesia. Dalam keadaan darurat virus corona (Covid-19) yang menewaskan jutaan manusia di bumi, perempuan memiliki andil besar dalam mencegah terjadinya persebaran wabah menjadi lebih luas. Peran perempuan dalam mengurangi perluasan wabah covid-19 tidak hanya dilakukan oleh banyaknya perempuan tenaga kesehatan, melainkan juga perempuan dalam lingkup rumah tangga.
Sosok Raden Ajeng Kartini adalah tokoh yang melakukan perlawanan di masa penjajahan tanpa mengangkat senjata melainkan melalui pemikiran. Pemikiran adalah sebuah sistem warisan yang melekat jika diajarkan kepada generasi penerus. Sebab itulah, atas nama perlawanan tidak selalu menggunakan senjata. Keteladanan Kartini sangat relevan dengan kondisi darurat wabah yang kita alami saat ini. Perlawanan terhadap wabah covid-19 harus dilakukan bersama dengan membangun solidaritas saling menguatkan dan melakukan peran maksimal satu sama lainnya
Peran Perempuan Tenaga Kesehatan
Sebagai bagian dari bentuk emansipasi modern, peran perempuan dalam bencana wabah covid-19 memiliki peranan yang sangat penting. Peran perempuan tenaga medis misalnya, mereka yang telah menangani pasien terjangkit wabah covid-19 tidak serta merta mendapatkan apresiasi dari kalangan masyarakat luas. Justeru, perempuan tenaga kesehatan yang menjadi garda depan dalam menyelamatkan banyak nyawa ini menuai stigma negatif dan perlakuan diskriminatif.
Beberapa daerah seperti di Jakarta, perempuan tenaga kesehatan bahkan diusir oleh warga sekitar dari tempat tinggal mereka. Di Semarang, beberapa perempuan tenaga kesehatan yang gugur dalam melaksanakan tugas justru jenazahnya ditolak dikebumikan di tempat kelahiran oleh warga sekitar.
Meski perlakuan tersebut terjadi karena ketakuan masyarakat yang tidak terkendali, perempuan tenaga kesehatan menanggung beban berkali-kali lipat lebih berat. Sebab, selain kondisi fisik mereka yang lelah karena tugas yang memforsir tenaga, kondisi mental mereka yang menghadapi kekhawatiran karena harus menangani setiap pasien terjangkit wabah covid-19, mereka masih harus memikirkan tempat tinggal untuk sekedar istirahat melepaskan lelah. Bahkan, sampai ketika mereka tidak lagi hidup, tubuhnya pun ditolak untuk sekedar dikebumikan.
Peran Perempuan Rumah Tangga
Selain peranan penting perempuan tenaga kesehatan di tengah darurat covid-19, perempuan dalam rumah tangga juga memiliki andil cukup besar dalam memutus mata rantai persebaran wabah covid-19.
Baca Juga : Ramadan, Pandemi dan Jarak Sosial
Selain mematuhi anjuran pemerintah untuk tetap beraktivitas di rumah saja, perempuan dalam rumah tangga juga berperan penting terhadap asupan gizi untuk menjaga kekebalan tubuh keluarganya agar tetap sehat. Hal yang dapat dilakukan perempuan dalam rumah tangga beragama. Mulai dari menyiapkan masakan sehari-hari dengan menu yang bergizi, meracik jamu tradisional, sampai pada mengelola kesehatan lingkungan rumah.
Beban Perempuan Single Parent
Meski anjuran pemerintah untuk tetap di rumah saja adalah bagian dari upaya memutus mata rantai persebaran wabah covid-19, ada banyak hal yang membuat perempuan tidak bisa sepenuhnya mematuhi anjuran tersebut.
Di beberapa daerah yang telah menerapkan karantina rumah dan pembatasan aktivitas sosial yang ketat menyebabkan beberapa perempuan dengan tingkat ekonomi kelas bawah mengalami krisis finansial yang serius.
Beberapa perempuan dengan peran single parent harus tetap keluar rumah untuk mencari nafkah. Selain risiko terpapar wabah covid-19 terhadap dirinya, perempuan dengan status single parent juga harus mengajak serta anaknya ke tempat ia bekerja. Ini artinya, bukan hanya perempuan itu sendiri yang berisiko terpapar wabah covid-19 melainkan juga anaknya.
Keputusan tersebut diambil oleh perempuan bukan semata-mata karena ia tidak mau menaati anjuran dari pemerintah, melainkan karena beban hidupnya harus ditanggung sendiri. Meskipun pemerintah telah memberikan sokongan sembako dan kebutuhan pokok lainnya, beban hidup perempuan single parent tidak sepenuhnya mampu di cover oleh subsidi tersebut.
Perempuan Korban Kekerasan
Selain kondisi perempuan single parent yang memiliki beban pekerjaan lebih berat, perempuan korban kekerasan juga mengalami keadaan semakin sulit di tengah kondisi darurat covid-19. Kondisi kekerasan yang banyak terjadi adalah di sektor rumah tangga.
UN Women Indonesia mencatat bahwa kekerasan fisik maupun seksual terjadi terhadap satu dari tiga perempuan di dunia. WHO juga mengungkapkan bahwa pemerkosaan terhadap perempuan terjadi setidaknya kepada satu dari lima perempuan di dunia. Selain itu, melalui catatan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2019 ditemukan kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sedikitnya 11.105 kasus yang terjadi di Indonesia.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa anjuran untuk tetap di rumah saja juga berpotensi besar terhadap naiknya angka kekerasan terhadap perempuan. Sebab, dengan kondisi perempuan yang menghabiskan banyak waktu dengan pelaku kekerasan akan semakin memperburuk kondisi korban kekerasan.
Dalam situasi social distancing seperti sekarang ini, kasus kekerasan terhadap perempuan melalui media online juga semakin marak terjadi. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) melalui keterangan dari Tuani Sondang Rejeki Marpaung bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat terhitung sejak 16 Maret sampai pada 12 April 2020. Setidaknya tercatat ada 75 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan yang meliputi kasus perkosaan, KDRT, pelecehan seksual, dan pornografi.
Kekerasan terhadap perempuan dalam kasus KDRT misalnya, di tengah pandemi covid-19 semakin menunjukkan angka peningkatan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendapatan menurun sehingga terjadi krisis ekonomi dalam rumah tangga yang mengakibatkan stress dan menciptakan kekerasan. Hal demikian tentu menjadi persoalan baru yang tidak boleh luput dari pemerintah. Selain upaya pemerintah memberikan pelayanan maksimal terhadap korban terjangkit wabah covid-19, pemerintah juga harus memberikan kemudahan layanan kesehatan bagi korban terdampak wabah. Sebab, kondisi mental yang buruk akan berakibat pada psikis yang lemah yang akan memperburuk kondisi persebaran wabah covid-19.