Menyambut Ramadan: Jauhi Provokasi, Mari Bersinergi

Menyambut Ramadan: Jauhi Provokasi, Mari Bersinergi

- in Narasi
1065
0
Menyambut Ramadan: Jauhi Provokasi, Mari Bersinergi

Ramadan sudah di depan mata. Puasa dan segala turunannya akan kita laksanakan. Beda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadan kali di bawah bayang-bayang wabah Corona. Selain cemas dengan peningkatan korban Corona, sebagian masyarakat juga khawatir dan cemas, kalau Ramadan kali ini tidak meriah, tidak berwarna, dan tidak keliatan euforianya.

Bagaimana tidak, segala aktivitas yang mengundang orang banyak sudah dilarang. Sebagian daerah sudah mengumumkan peniadaan salat tarawih berjamaah di Mesjid. Tadarus, buka bersama, dan acara foto-foto setelahnya tidak akan kita temui lagi.

Apakah Corona mengurangi kesucian Ramadan? Apakah pandemi ini menurunkan derajat kemulian Ramadan? Tentu tidak. Justru di bulan Ramadanlah kita bisa melihat hikmah dari adanya Corona.

Pertama, Puasa adalah ibadah rahasia. Ia tidak butuh publikasi. Dalam satu hadis qudsi dinyatakan, Allah menyatakan “ibadah puasa itu bagi-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah ibadah eksklusif antara manusia dan Tuhan. Kualitas puasa ditentukan seberapa intens hubungan hamba dengan khaliknya.

Adanya Corona, membuat kita lebih maksimal dalam menjaga sifat kerahasiaan puasa kita. Tidak ada lagi kumpul-kumpul bareng, mengumpat, meng-gibah orang, dan mencaci-maki. Sebab, kita berada di rumah.

Kedua, puasa adalah ibadah substansi. Puasa lebih menekankan pengendalian diri dan hati ketimbang banyaknya selfie dan acara seremoni. Corona sudah memfasilitasi ini.

Baca Juga : Ramadan, Pandemi dan Jarak Sosial

Dengan corona, tidak ada lagi acara selfie-selfian, bukber yang tak bermanfaat, pamer foto tarawih berjamaah, dan segala turunannya yang sifatnya hanya kulit. Semua itu adalah artifisial yang tak ada nilainya.

Dengan demikian, wabah Corona dalam konteks Ramadan jangan dianggap sebagai penghalang. Justru dalam satu sisi, ia mempunyai hikmah yang leboh besar, yakni menjadikan ibadah puasa kita lebih berkualitas.

Menghindari Provokasi

Untuk itu jika ada oknum-oknum tertentu yang sengaja memprovokasi langsung kita jauhi. Did sosial media sudah ada yang membuat narasi bahwa Pemerintah anti-Islam. Sebab kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dinilai (secara sepihak) untuk meng-kerdilkan Islam.

Kebijakan agar tidak ada kumpul-kumpul termasuk dalam rumah Ibadah yang kemudian mendapat sambutan dari fatwa MUI akan kebolehan tidak melaksanakan salat Jumat, salat tarawih berjamaah, serta tadarus bersama, dituduh oleh kelompok tertentu, bahwa Pemerintah ingin menghalangi umat Islam beribadah.

Tuduhan itu semakin nyaring menjelang puasa ini. Ada saja kelompok tertentu yang mempertentangkan kebijakan pemerintah dengan kemulian Ramadan. Dikatakan, “Ramadan itu bulan mulia, mari beribadah bersama-sama. Dengan itu, Corona akan lenyap.”

Kita tidak perlu mempertentangkan keduanya. Apalagi menjadikan Ramadan sebagai dalih untuk melanggar himbauan pemerintah. Jangan kita kotori kemulian Ramadan itu dengan melanggar, memprovokasi, serta membuat opini yang tak jelas sumbernya.

Kita sudah lama berada dalam situasi cemas dan takut dengan adanya virus Corona. Segala usaha, kebijakan, dan strategi untuk melawan pandemi ini sudah diupayakan. Hampir semua lapisan ikut berpartisipasi dalam perang melawan wabah ini. Jangan lagi kita memperkeruh suasana dengan membuat provokasi baru.

Adalah tugas kita semua, pemerintah, tim medis, masyarakat, dan terutama media agar memberikan edukasi tentang Corona ini. Edukasi tentang penyebaran virus, penularannya, cara menanggulanginya, cara memperlakukan tetangga yang positif Covid-19, dan tata cara merawat jenazah positif corona, itu yang seharusnya jadi topik utama media.

Jangan malah sebaliknya, memberikan informasi negatif, membesar-besarkan, menakut-nakuti, dan bahkan ikut memprovokasi masyarakat. Minimnya pengetahuan masyarakat salah satu penyebabnya adalah minim informasi yang bisa diakses oleh masyarakat tentang pandemi ini.

Minimnya pengetahuan menyebabkan mudahnya terprovokasi. Rumor, hoax, dan opini yang tak jelas dengan cepat dikonsumsi masyarakat. Sudah saatnya semua elemen masyarakat, juga kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi yang memadai tentang pandemi ini.

Mari Bersinergi

Upaya yang harus kita lakukan adalah bergandengan tangan, bahu membahu dalam mengisi dan menjaga kemulian Ramadan. Jangan sampai nanti, Ramadan dituduh sebagai biang kerok meningkatnya jumlah pasien Corona sebab banyakanya acara kumpul-kumpul.

Bersinergi mulai dari upaya menjaga hati, menjauhi provokasi, juga bisa dengan meningkatkan donasi. Ramadan adalah bulan bersedekah, mari kita berdonasi sebanyak-banyak dengan niat untuk membantu tim medis dalam menangani virus ini.

Ramadan harus kita jadikan bulan donasi. Donasi adalah buktinya nyata bahwa di masyarakat masih ada harapan untuk menang melawan pandemi berbahaya ini. Harapan itu dikonkretkan melalui donasi dan pengumpulan dana lainnya. Semua ini adalah wujudnya nyata dari sinergi masyarakat.

Di tengah ancaman virus Corona, kita selalu masih punya harapan untuk menang. Memang itulah yang terpenting: jangan sampai pesimis dan hilang harapan! Optimisme masyarakat ini bisa dilihat dari antusias masyarakat dalam berdonasi, terkhus menjelang dan pas Ramadan nanti.

Kita dengan mudah nanti menemukan di lapangan banyaknya pengumpulan dana, sedekah, infak lelang amal, dan bentuk bantuan lainnya yang diperuntukkan untuk penanggulangan Corona. Semua itu dilakukan karena mengharap pahala berlipat ganda pas Ramadan.

Masyarakat tidak membiarkan pemerintah berjalan sendirian. Kita semua bergerak bersama. Tim medis, dunia usaha, kampus, dan masyarakat saling bahu-membahu. Mayoritas masyarakat tidak tinggal diam. Semua berpacu agar negeri ini terbebas dari pandemi berbahaya. Intensitas donasi, baik dalam bentuk materi, ilmu, maupun tenaga merupakan modal yang sangat berharga dalam perang melawan Corona.

Facebook Comments