Tanggal 1 Juni ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Lahir Pancasila. Selain digunakan untuk merefleksikan dan melakukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, momentum ini biasanya juga dimanfaatkan untuk membuktikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, bahkan juga dunia tentang kesaktian Pancasila itu sendiri.
Terlebih di era pandemi seperti saat sekarang ini, kesaktian Pancasila benar-benar diuji. Apalagi di era seperti ini, Pancasila benar-benar diuji, dihimpit dan ‘digerogoti’ oleh ideologi-ideologi lain seperti konumisme, liberalisme, dan khilafatisme.
Para pengasong khilafah yang jauh-jauh hari sudah mengambil ancang-ancang dan berusaha mencari celah ‘kelemahan’ ideologi Pancasila sebagai dasar negara ini juga sudah berulangkali melakukan propaganda-propaganda bahwa solusi korupsi, bahkan pandemi Covid-19 adalah penerapan syariah alias menegakkan khilafah Islamiyah.
Sangat mudah bagi kita menemukan narasi-narasi yang boleh dikatakan sebagai upaya propaganda yang dikoar-korakan kelompok pengasong khilafah. Misalnya ada artikel yang berjudul seperti ini: “Cara Khilafah Mengatasi Wabah”, “Tuntunan Syariah Mengatasi Wabah, “Wabah, Perlu Solusi Syariah”, dan lain sebagainya.
Narasi-narasi khilafah di atas sesungguhnya hendak menunjukkan kepada kita semua akan beberapa hal. Pertama, semua persoalan solusinya adalah penerapan sistem khilafah. Narasi dan propaganda semacam ini sudah menjadi rutinitas dan agenda utama kelompok pengasong khilafah. Saking hendak menunjukkan bahwa semua masalah solusinya khilafah, sampai muncul artikel “Bagaimana Khilafah Menyelesaikan Kasus Freepot?”.
Baca Juga : Pasca-puasa dan Tantangan Hidup New Normal
Oleh kelompok pengasong khilafah, semua ranah dan persoalan dengan mudahnya mereka generalisasi—semua akan selesai jika khilafah tegak. Seolah tanpa mendirikan khilafah, umat Islam tak memiliki daya dalam mengatasi persoalan. Sebaliknya, jika khilafah tegak, semua persoalan akan selesai. Tentu saja ini hanya sekedar narasi yang tujuannya tidak lain dan tiada bukan agar ‘proyek’ khilafah laku di masyarakat secara luas.
Kedua, menunjukkan kegagalan ideologi Pancasila. Dalam tataran nasional, ideologi yang menjadi sasaran kelompok pengasong khilafah adalah Pancasila. Mereka selalu memainkan beberapa isu krusial seperti keadilan dan dominasi asing serta aseng sebagai akibat negeri ini menerapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Sehingga, mereka berusaha memproduksi propaganda yang arahnya untuk melemahkan kesaktian Pancasila. Bahkan beberapa kesempatan, mereka secara terang-terangan mengatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa telah gagal (Lihat Rofiq al-Amin, 2017:33).
Ketika kelompok pengasong khilafah ini mengkampanyekan kegagalan Pancasila sebagai ideologi bangsa, pada saat yang bersamaan, mereka menawarkan khilafah sebagai penggantinya. Cara atau strategi semacam ini sudah lama dilakukan sehingga mudah sekali membaca arah kelompok ini. Sehingga, pada titik ini, masyarakat seringkali tak terberdaya dalam menerima propaganda yang dilansungkan oleh kelompok khilafatisme.
Ketiga, hendak meraih simpati masyarakat luas. Terbukanya arus informasi semakin memudahkan orang atau kelompok untuk menyebarluaskan ideologi dan pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat. Studi Lufaefi (2017: 44) membuka mata kita semua bahwa saat ini banyak masyarakat yang gampang terpengaruh oleh ideologi lain selain Pancasila, seperti khilafah dan komunis misalnya, karena para pengusung ideologi-ideologi tersebut seolah-olah menawarkan alternatif solusi. Padahal, solusi yang ditawarkan tak lebih baik. Hanya saja mereka ini membungkusnya dengan apik sehingga kelihatan logic. Puncaknya, mereka hendak menggait simapti masyarakat luas.
Kesaktian Pancasila dalam Melawan Pandemi
Jika ada yang mengatakan bahwa Pancasila dibuat tak perdaya oleh Covid-19 dan khilafah lebih siap menghadapi Covid-19, maka pernyataan tersebut perlu dikaji ulang. Sebab, nilai-nilai Pancasila sangat dibutuhkan, bahkan saat ini sudah menjadi gerakan bersama disaat para pengusung khilawah masih hanya sekedar berwacana.
Kesaktian Pancasila di tengah-tengah Pandemi setidaknya dapat dilihat dari beberapa implementasi nilai Pancasila sebagai berikut: Pertama, persatuan dan solidaritas sosial. Harus diakui dan bahkan disadari bahwa Covid-19 telah menguji solidaritas dan persatuan bangsa sebagai bagian dari Pancasila.
Hari ini kita begitu bangga menyaksikan per-orangan, masyarakat sipil bahkan organisasi lintas agama dan suku bergerak bersama turut menyumbang dan mendermakan harta atau sumbangan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Perilaku yang demikian ini, sekali lagi, tak harus menunggu khilafah ditegakkan, sudah berjalan cukup massif.
Kedua, menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan baru. Covid-19 telah mengubah tataran kehidupan dunia, baik dari aspek kesehatan sampai kebiasaan masyarakat. Dengan adanya Covid-19 ini, masyarakat dipaksa untuk menyusuaikan diri agar Covid-19 tidak hinggap ditubuh manusia. Maka, cuci tangan dengan sabun, pakai masker dan menjaga jarak ketika berinteraksi dengan sesama menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan ini kemudian dilengkapi dengan nilai-nilai Pancasila sehingga muncul kesadaran bersama.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa penguatan dan implementasi Pancasila bisa percepat atasi Covid-19. Dan narasi khilafah adalah sistem yang paling pas untuk mengatasi wabah seperti Covid-19 harus dimaknai sebagai penumpang gelap. Sebab, mereka hanya sekedar mengkampanyekan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dikampanyekan. Narasi penegakan khilafah di tengah wabah justru akan memecah konsentrasi umat dalam berjuang melawan Covid-19. Oleh sebab itu, masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh narasi-narasi yang dibangun oleh kelompok pengasong khilafah. Mari perkuat ketahanan diri, saling menguatkan, satu suara dalam melawan Corona.