Spirit Qurban; Mengubur Egoisme Diri, Menguatkan Solidaritas Kemanusiaan

Spirit Qurban; Mengubur Egoisme Diri, Menguatkan Solidaritas Kemanusiaan

- in Narasi
3122
0
Spirit Qurban; Mengubur Egoisme Diri, Menguatkan Solidaritas Kemanusiaan

Membaca cerita sejarah tentang adanya hari raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban, kita pasti diingatkan kembali tentang Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih anaknya Nabi Ismail, yang kemudian di ganti oleh Tuhan dengan seekor domba. Hal ini menunjukkan sejak dari awal memang Tuhan tidak hendak menjadikan manusia atau Ismail, sebagai korban. Allah hanya menguji ketakwaan, ketulusan, dan keikhlasan Ibrahim. Dari situlah kemudian lahir sebuah sejarah yang selalu diperingati dalam setiap tahunnya, yaitu hari raya qurban.

Inti sari dari hari raya qurban ini, selain mengingatkan tentang kejadian Nabi Ibrahim dan Ismail, juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat tentang arti penting kemanusiaan. Bagaimana Tuhan mengganti manusia menjadi hewan ternak harusnya membuat kita menyadari betapa cintanya Tuhan kepada manusia. Di sini Tuhan mengajarkan bagaimana cinta itu teramat penting untuk kehidupan setiap insan.

Sejalan dengan itu, realitas yang ada dalam penyembelihan hewan Qurban juga menyimbolkan konsep perdamaian, di mana setelah penyembelihan hewan-hewan, kemudian dibagikan kepada orang-orang atau masyarakat secara merata. Hal ini bertujuan agar sistem persaudaraan kita selalu terjaga dengan baik. Melalui pembagian daging tersebut, kita diajarkan bagaimana menjadi Insan yang senang berbagi, bagaimana sebuah kerukunan itu teramat penting untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika kita pernah berkunjung ke kota Dewata Bali, kita akan menemukan sebuah fenomena yang sangat menarik ketika ada perayaan hari raya besar, salah satunya yaitu hari raya Qurban. Di mana yang ikut merayakan hari raya Qurban, tidak hanya masyarakat muslim, melainkan juga masyarakat non muslim. Ada masyarakat sebagian masyarakat Hindu yang juga menerima daging Qurban, bahkan ada pula yang menyumbangkan seekor kambing untuk masyarakat muslim. Inilah fakta yang seharusnya dijadikan rujukan untuk hidup bertoleransi. Bagaimana sikap menghargai sangat berharga untuk mengikat tali persaudaraan. Selain itu, hal ini juga menjadi sebuah pijakan yang sangat mengenakkan untuk kita dalam bersosial. Keseharian kita akan selalu dipenuhi dengan sikap saling menjaga dan mencintai. Hingga rasa benci, egoisme akan tersingkir dengan sendirinya. Karena kita semua bersaudara, kita memang beragam tapi memiliki satu tujuan, yaitu persaudaraan.

Baca Juga : Menilik Kesalahan Paham Khilafah Islamiyah dari Kacamata Islam

Sejalan dengan itu, ada dua makna utama yang bisa ditarik sebagai pelajaran dari perayaan Idul Adha. Yaitu Idul Adha sebagai simbol keimanan dan kepatuhan umat Islam terhadap perintah Tuhannya. Idul Adha merupakan ritual ibadah umat Islam yang dilaksanakan setelah Allah Swt memerintahkan nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya. Sebagai bukti keimanan serta kepatuhan terhadap Allah Swt. nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah tersebut. Yang pada akhirnya Allah mengganti nabi Ismail AS dengan seekor domba. Dan pada poin selanjutnya Idul Adha sebagai gerbang toleransi dan solidaritas bagi umat manusia. Sebab, setelah melaksanakan shalat sunnah Id dua rakaat pada pagi hari. Umat Islam mulai melaksanakan penyembelihan hewan qurban, yang nantinya daging tersebut akan disalurkan, kepada berbagai pihak yang berhak untuk menerimanya.

Unsur kemanusiaan inilah yang seharusnya diamalkan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana semangat berbagi dalam berbangsa akan selalu tersalurkan dengan baiknya. Sikap toleransi dalam beragama harus ditaruh di paling depan, agar tidak ada egoisme dalam diri setiap orang. Dari sini sudah seharusnya momentum Idul Adha harus kita pakai untuk mengedepankan sikap saling peduli hingga berbagi. Hingga semangat Idul Adha bisa menjadi jalan untuk meraih kebaikan dan ketenangan dalam hidup berdampingan serta bersosial. Merefleksikan momen Idul Adha sebagai semangat untuk merajut persaudaraan sudah menjadi keharusan bagi semua Insan. Sebagai mewujudkan perdamaian yang di dalamnya dipenuhi dengan perbedaan. Hingga kita bisa terbebas dari sikap radikal dan egoisme/ mementingkan diri sendiri. Yang kemudian pada titik akhirnya bisa menjaga solidaritas kemanusiaan selalu terjaga dalam kehidupan bersosial.

Facebook Comments