Kenapa agama mudah dimanfaatkan dalam kepentingan politik yang bisa menimbulkan konflik? Memang tidak ada keributan yang bisa melintas batas kecuali pemanfaatan agama dalam arena konflik. Menurut Samuel P. Huntington, agama adalah wilayah dominan yang akan meleburkan identitas-identitas lokal ke dalam domainnya. Identitas etnik, suku, ras akan mengidentikkan dirinya pada agama tertentu. Dengan begitu, menjadikan kekuatan agama sebagai alat penyekat identitas adalah hal paling efektif.
Agama secara psikologis mampu meyakinkan seseorang terhadap sesuatu persoalan yang dilegitimasi oleh agama. Menurut Peter L Berger agama merupakan sarana legitimasi yang paling efektif. Agama mampu memberi makna suci terhadap realitas yang profan. Bahkan kepentingan politik dan kekuasaan akan menjadi sebuah objek untuk disakralkan ketika dijustifikasi oleh agama.
Munculnya term-term keagamaan sebagai penegasan kepentingan politik tertentu akan terlihat. Di situlah kemudian muncul kelompok yang mendeklarasikan dirinya sebagai representasi dari agama tertentu. Muncul term kebanggaan menjadi bagian dari kelompok itu dengan cara menjaul nama agama. Berapa banyak akhirnya nyawa menjadi korban hanya karena kepentingan politik yang mengatasnamakan agama.
Trend menjadikan agama sebagai tameng kepentingan politik bukan suatu hal baru. Agama kerap dieksploitasi untuk kepentingan meraih kekuasaan dan bahkan dengan agama bisa melenyapkan lawan kekuasaan. Dalam konteks Indonesia agama yang dominan adalah Islam. Tidak mustahil kalau ternyata banyak kelompok kepentingan yang mengidentikkan dirinya seolah mewakili umat Islam bahkan seolah perwakilan persaudaraan Islam.
Karena itulah, umat Islam di Indonesia harus belajar dengan sejarah masa lalu dan belajar dari negara-negara yang penuh konflik yang terkubang dalam pertikaian politik yang menjual agama sebagai alat legitimasi. Bahkan sesama muslim bisa bertikai bukan semata karena perbedaan tafsir, tetapi karena pertikaian politik.
Ada beberapa pertimbangan yang harus diperkuat dalam mengantisipasi gerakan yang mengeksploitasi agama untuk kepentingan politik. Pertama, negara Indonesia bukanlah negara yang didasarkan pada agama, tetapi adalah negara yang beragama. Semua kepentingan harus dilandaskan pada kepentingan yang inklusif bukan ekskulsif, diskriminatif dan tidak proporsional. Semua kelompok beragama harus dijamin untuk berdiri sejajar dengan hak yang sama.
Kedua, kondisi bangsa Indonesia yang multireligi. Pluralitas agama di Indonesia adalah anugerah. Bahkan kalau dicermati lebih mendalam Islam di Indonesia masih memiliki beberapa kepingan-kepingan paham yang berbeda yang melembaga pada organisasi keagamaan. Beragamnya kelompok dan organisasi keagamaan inilah sejatinya tiang kokoh yang akan menyebabkan gerakan menjual agama tidak mudah laku di Indonesia.
Ketiga, Indonesia memiliki pondasi kultur yang kuat yang bisa meleburkan perbedaan dalam kesantunan dan kebersamaan. Budaya bangsa ini mudah beradaptasi dengan kekuatan apapun yang dalam taraf tertentu bisa melembutkan pengaruh dari luar. Kearifan bangsa ini harus dijaga kuat sebagai filter dalam mengantisipasi penggunaan simbol-simbol agama demi kepentingan politik.