Ustad muda Hanan Attaki menjadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Bukan karena ceramahnya yang kontroversial. Namun, karena keputusannya berbaiat pada Nahdlatul Ulama. Momen itu terjadi pada acara halal bi halal Pondok Pesantren Sabilurrasyad, Gesik, Malang, Jawa Timur, Kamis (11/5) lalu.
KH. Marzuki Mustamar yang merupakan Ketua PWNU Jawa Timur membacakan deklarasi baiat yang diikuti oleh Ustad Attaki. Deklarasi baiat itu berisi komitmen untuk mengikuti paham ahlussunah wal jamaah, mengikuti Nahdlatul Ulama sesuai ajaran KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dan KH. Bisri Syansuri, mengakui sistem berbangsa dan bernegara yang berdasar pada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, serta komitmen rela mati demi aswaja, NKRI, dan NU.
Mengutip pernyataan Gus Nadirsyah Hosein dalam laman Facebook-nya, baiat Ust. Attaki ke Nahdlatul Ulama ini diawali dengan pertemuannya dengan Kiai Marzuki. Mereka berdua berbicara intens selama tiga jam menggunakan Bahasa Arab. Dalam perbincangan itulah, Ust. Attaki mengucurkan air mata.
Doa Ust. Attaki sewaktu i’tikaf di Masjidil Haram yang meminta dipertemukan dengan sosok guru yang mampu membimbignya akhirnya terjawab. Sang guru itu adalah sosok KH. Marzuki Mustamar. Pasca perbincangan itu, Ust. Attaki pun mantap berbaiat pada NU dan Aswaja. Momen baiat ke NU ini bisa dikatakan sebagai hijrahnya Ust. Attaki dari pemahaman keagamaan yang konservatif dan anti-nasionalisme ke arah lebih moderat dan nasioalis.
Sebelumnya, ia kerap dipersepsikan sebagai simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ada pula yang menyebutnya dekat dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Meski demikian, ia tidak pernah secara eksplisit mengakui berafiliasi dengan organisasi transnasional tersebut. Selain itu, ia juga kerap disebut sebagai propagandis khilafah.
Jika kita mencari ceramah Ust. Attaki di YouTube, dengan mudah kita bisa menemukan ceramah-ceramahnya yang bertema khilafah. Memang, ia tidak secara terbuka menyerukan pendirikan khilafah seperti dilakukan oleh aktivis HTI. Namun, secara tersirat, Ust. Attaki tampak menunjukkan dukungan pada gagasan ideologi khilafah. Itulah mengapa Ust. Attaki kerap dipersepsikan sebagai anti-tesis NU.
Satu hal yang pasti, ceramah-ceramah Ust. Attaki cenderung bernuansa intoleran. Ia berkali-kali tersandung kontroversi. Mulai dari menyebut ciri wanita solehah beratnya 55 kilogram, sampai menyebut Nabi Musa sebagai premannya para nabi. Apa pun itu, kini Ust. Attaki telah menyatakan diri akan mengikuti paham aswaja dan NU.
Makna Penting di Balik Perubahan Pandangan Keagamaan Ustad Hanan Attaki
Setiap insan tentu punya kesalahan di masa lalu. Jika ia mau berubah, maka sudah sepantasnya masyarakat memberikan kesempatan padanya untuk menjadi lebih baik. Di samping itu, dalam konteks yang lebih luas, berbaiatnya Ust. Attaki ke NU ini memiliki sejumlah makna dan signifikansi.
Pertama, masuknya Ust. Attaki ke NU kiranya menjadi semacam momentum untuk membangun kesadaran bahwa para penceramah atau pendakwah idealnya memiliki komitmen untuk mencintai dan membela negaranya. Pendakwah memiliki tanggung jawab tidak hanya di ranah teologis, namun juga sosiologis, bahkan politis.
Menjaga kerukunan dengan model dakwah yang sejuk dan toleran adalah tanggung jawab penceramah agama di ranah sosiologis. Sedangkan mencintai dan membela bangsa serta negara adalah wujud tanggung jawab pendakwah di ranah politis.
Kedua, bergabungnya Ust. Attaki ke NU idealnya bisa melahirkan fenomena hijrah baru di kalangan para pengikutnya. Bukan hijrah ke model keberagamaan konservatif sebagaimana menjadi tren belakangan ini. Melainkan hijrah menuju keberagamaan moderat. Bagaimana pun juga, sosok Ust. Attaki adalah figur penting dalam lanksap keberislaman terutama di kalangan remaja dan anak muda urban.
Ust.Attaki merupakan founder Gerakan Pemuda Hijrah. Akun Instagramnya memiliki 9, 5 juta pengikut. Keputusannya bergabung dengan NU kiranya bisa menginspirasi para followers-nya untuk mengikuti jejaknya.
Ketiga, dan ini yang terpenting, berbaiatnya Ust. Attaki ke NU diharapkan bisa membangkitkan gerakan hijrah bela negara di kalagan generasi muda. Harus diakui bahwa komitmen nasionalisme dan patriotisme di kalangan generasi muda kekinian mulai mengendur. Salah satunya disebabkan oleh gempuran ideologi transnasional. Ideologi dan gerakan keagamaan transnasional yang mengusung agenda negara Islam, khilafah, daulah islamiyyah, dan sejenisnya menyumbang andil pada merosotnya komitmen cinta dan bela negara.
Berubahnya pandangan Ust. Attaki terkait kenegaraan dan kebangsaan diharapkan mampu melahirkan gelombang hijrah kaum muda untuk membela negara dan bangsa. Pengaruhnya yang signifikan dalam lanskap dakwah di Indonesia tentunya bisa menjadi modal sosial untuk menyadarkan kaum muda akan pentingnya nasionalisme dan patriotisme.
Arkian, kita tentu patut mengapresiasi keputusan Ust. Attaki untuk mengadaptasi paham Aswaja dan bergabung ke NU. Tentu, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa Ust. Attaki telah benar-benar berubah. Kita masih perlu pembuktian nyata apakah memang dia telah berkomitmen pada dakwah Aswaja dan menerima NKRI. Tentu hanya waktu yang dapat menjawabnya.