Mewaspadai 3 Disinformasi Kelompok Radikal di Balik Kebijakan Ulama-Umara

Mewaspadai 3 Disinformasi Kelompok Radikal di Balik Kebijakan Ulama-Umara

- in Narasi
113
0
Mewaspadai 3 Disinformasi Kelompok Radikal di Balik Kebijakan Ulama-Umara

Solidaritas kebangsaan Indonesia untuk Palestina mampu meniscayakan adanya kerja sama antar ulama dan pemerintah. Keduanya membangun sinergi melalui kebijakan-kebijakan yang sejalan.

Ulama dan pemerintah (umara) memiliki komitmen yang sama. Yaitu demi menghentikan kekerasan, menuju perdamaian dan mendukung kemerdekaan. Akan tetapi, agenda semacam ini jelas tidak disukai kelompok radikal, karena semakin memperkuat solidaritas yang bisa mengikat persatuan masyarakat.

Sebagaimana saat ini, kelomlok radikal tengah membangun disinformasi di balik kebijakan-kebijakan ulama dan umara (pemerintah) itu. Agar umat berpecah-belah, tidak satu sinergi dan bisa diajak ke dalam misi ideologi tegaknya negara Islam/khilafah.

Maka di sinilah pentingnya bagi kita untuk mewaspadai disinformasi itu. Sebagaiman ada 3 pola disinformasi yang harus kita kenali dan perlu kita waspadai. Agar, kita tetap dalam komitmen kebijakan ulama dan umara demi solidaritas yang tetap menjaga persatuan kita di negeri ini.

Inilah 3 Pola Disinformasi Kelompok Radikal Itu!

Pertama, terkait kebijakan ulama melalui fatwa MUI perihal larangan membeli/menjual produk Israil/pihak pendukungnya. Fatwa ini diterjemahkan secara politis oleh kelompok radikal. Dengan membawa disinformasi guna memengaruhi masyarakat. Agar, masyarakat tidak sekadar memboikot produknya, melainkan agar memboikot sistem demokrasi yang selalu dianggap produk asing pendukung Israel.

Secara motif, disinformasi ala kelompok radikal semacam ini berupaya memengaruhi masyarakat agar anti-demokrasi. Tujuannya, masyarakat agar bisa pro-khilafah atau negara Islam. Dengan harapan, kebijakan ulama melalui fatwa MUI demi solidaritas Palestina ini bisa menjadi “bumerang” untuk menghancurkan tatanan bangsa kita sendiri dengan disinformasi seperti itu.

Kedua, secara politis kelompok radikal berupaya membalikkan fakta di balik kebijakan pemerintah tentang komitmen pentingnya gencatan senjata. Masyarakat diarahkan ke dalam pemahaman keliru, bahwa gencatan senjata dianggap metode perang dalam memberi waktu menyiapkan amunisi.

Seperti di Instagram dengan user akun saka71akhyar_khaja_kabumi. Akun tersebut menyampaikan narasi “Alhamdulillah setidaknya sedikit lebih baik untuk (mempersiapkan peralatan perang Mujahidin) dan strategi yang di susun untuk penyerangan berikutnya…Allah maha tahu free Palestine”.

Disinformasi ini mencoba mengaitkan fakta terkait kebijakan pemerintah melalui Presiden RI bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Upaya RI dalam menghentikan kekerasan dan pentingnya gencatan senjata. Lalu, kebijakan semacam ini dipelintir oleh kelompok radikal bahwa ini dianggap strategi untuk mengumpulkan senjata demi serangan balik.

Jadi, informasi yang semacam ini berupaya mengajak masyarakat ke dalam pandangan radikal dan destruktif. Menganggap peperangan sebagai solusi dalam menyelesaikan konflik yang ada di Palestina. Secara ideologis, kelompok radikal berupaya ingin mengajak secara perlahan masyarakat untuk direkrut dalam gerakan teroris international untuk berperang yang dianggap sebagai jalan keluar itu.

Ketiga, komitmen pemerintah RI memiliki prinsip untuk menjaga ketertiban dunia. Seperti solusi damai dan pentingnya menghentikan perang antar Israel-Palestina. Kebijakan semacam ini semakin dipelintir ke dalam disinformasi. Bahwa pemerintah diklaim takut dengan Israel, pemerintah dianggap lemah dan tidak membela Palestina karena ingin berdamai.

Narasi disinformasi semacam ini memiliki tujuan agar masyarakat benci terhadap kebijakan pemerintah. Lalu kelompok radikal secara perlahan mengajak masyarakat akan pentingnya tegaknya negara Islam di Indonesia. Dengan cara seperti ini yang dianggap bisa membantu perang di Palestina melawan Israil.

Padahal, ini adalah propaganda ideologis yang memanfaatkan kebijakan pemerintah atau ulama. Dengan membawa disinformasi agar masyarakat salah kaprah dalam memahami kebijakan-kebijakan yang secara politis demi tatanan kita berpecah-belah dan merobek tatanan. Ini merupakan bentuk pola ideologi kelompok radikal yang harus diwaspadai.

Pentingnya Solidaritas Palestina dengan Khittah Umara’ (Pemerintah) dan Ulama’

Perang Israil-Hamas selama 37 hari telah memakan banyak korban sekitar 11.200 dari pihak Palestina, seperti anak-anak dan perempuan. Rakyat Palestina telah menderita akibat perang. Maka, di sinilah pentingnya bagi kita mewaspadai disinformasi yang diproduksi secara massal di beranda sosial media.

Propaganda disinformasi kelompok radikal berupaya ingin memanfaatkan kebijakan ulama dan umara. Agar, disalahpahami ke dalam kepentingan, seperti anti-demokrasi yang dianggap produk asing yang harus dibokit, tegaknya negara khilafah dan propaganda perang terus berlanjut, demi propaganda teroris foreigners.

Maka, dari sinilah pentingnya mengikuti khittah ulama dan umara dalam kebijakan-kebijakan yang telah dibangun. Jangan terpedaya dengan disinformasi yang dibawa kelompok radikal. Seperti tiga narasi yang telah dipaparkan di atas. Karena kelompok radikal berupaya ingin memecah-belah dan merusak tatanan di negeri ini dengan memanfaatkan rasa solidaritas kita untuk Palestina dengan disinformasi semacam itu.

Facebook Comments