Saling Melindungi antar Umat Beragama Adalah Sunnah Nabi

Saling Melindungi antar Umat Beragama Adalah Sunnah Nabi

- in Keagamaan
137
0
Saling Melindungi antar Umat Beragama Adalah Sunnah Nabi

Tahun 628 M, seorang yang berasal dari Biara St. Catherine mengunjungi Nabi Muhammad saw dan meminta perlindungan. Nabi Muhammad saw mengabulkan keinginan itu dan membuat sebuah piagam yang berisi perlindungan atas hak-hak umat Kristiani. Dalam piagam tersebut, tertulis secara jelas bahwa Nabi Muhammad saw melindungi umat Kristiani baik secara keyakinan, harta benda, pekerjaan, maupun keamanan dari setiap individunya.

Tidak diperbolehkan melakukan paksaan atas mereka. Tidak diperbolehkan melakukan pemecatan dan pencopotan hakim dari Kristiani, begitu juga dengan pendeta dan biaranya. Tidak diperbolehkan melakukan penghancuran rumah ibadah mereka, merusak, ataupun memindah segala sesuatu darinya ke rumah kaum Muslim,” kata Nabi dalam penggalan piagam tersebut.

Disini Nabi Muhammad saw secara mutlak melindungi hak umat Kristiani di semua aspek. Bahwa Nabi Muhammad saw memberikan kesetaraan untuk mereka agar melangsungkan kehidupannya seperti halnya umat Islam, yang saat itu menjadi mayoritas. Nabi Muhammad menonjolkan sisi kemanusiaan dan tujuan dakwahnya, yaitu sebagai rahmat seluruh alam. Perlindungan ini dikuatkan dengan ancaman di kalimat berikutnya.

“Bila ada yang melakukan hal-hal yang dilarang dalam perjanjian tersebut, sesungguhnya dirinya telah melanggar perintah Allah dan rasul-Nya. Bahwasanya mereka telah saya jamin agar tidak mengalami apa-apa yang tidak mereka sukai.”

Teladan dari Nabi Muhammad saw tersebut, kemudian diteruskan oleh para khalifah. Umar bin Khattab misalnya, dirinya membuat perjanjian yang disebut sebagai al-Uhda al-Umariyyah untuk melindungi umat Kristiani di Yerussalem. Perjanjian itu memuat kesepakatan bahwa Umar bin Khattab akan menghormati hak-hak pemeluk Yahudi dan Kristiani. Tidak akan ada kekerasan ataupun pemaksaan bagi mereka untuk memeluk keyakinannya.

Kemudian dalam Kitab Tarikh karya Ibnu Khaldun, diceritakan bahwa saat Umar bin Khattab melakukan perjanjian damai di Gereja Qiyamah, tiba-tiba masuk waktu shalat. Lantas Umar bin Khattab bertanya kepada pemuka agama Kristiani terkait tempat untuk melaksanakan shalat. Umar bin Khattab disarankan untuk melaksanakan shalat di dalam gereja. Akan tetapi Umar bin Khattab lebih memilih untuk melaksanakan shalat di depan anak tangga pintu masuk gereja. Hal ini dilakukan Umar bin Khattab untuk menghindari salah paham, bahwa Gereja Al Qiyamah boleh ditaklukan dan diubah menjadi masjid.

Ada juga kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memberikan penegasan untuk tidak menghancurkan rumah ibadah umat non-Islam dan memberikan perlindungan kepada mereka. Amr bin Ash sewaktu menjadi pemimpin Mesir juga melakukan hal sama, yaitu memberikan perlindungan terhadap gereja dan simbol keagamaannya. Amr bin Ash memberikan kepada mereka atas kelola peribadatan dan unsur yang berkaitan dengannya. Tidak memaksa mereka untuk memeluk agama Islam.

Natal dan Urgensi Perlindungan

Salah satu simbol keagamaan umat Kristiani yang harus dilindungi adalah Natal. Momen ini sangat penting untuk dijaga, karena keterkaitannya dengan toleransi dan kerukunan umat beragama. Hal yang paling penting untuk dilindungi adalah keselamatan mereka serta jaminan hak untuk melakukan peribadatan. Beberapa kejadian pengeboman dan kekerasan di masa lalu, tentunya harus dijadikan pembelajaran untuk mengetatkan perlindungan.

Jangan sampai momentum Natal yang menjadi simbol akbar perayaan keagamaan umat Kristiani, menjadi hancur oleh tangan dan pemikiran-pemikiran yang tidak bertanggung jawab. Menganut sistem yang telah ditetapkan oleh pendahulu yang membentuk falsafah bangsa Indonesia, maka penting kiranya untuk mempertahankan kerukunan serta keamanan seluruh umat yang berada di barisan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sungguh musuh terbesar dari persatuan bangsa adalah keinginan untuk menjadi benar dengan menghancurkan keyakinan yang berbeda. Tentunya virus radikalisme dan terorisme adalah simbol dari semua kekerasan tersebut. Natal merupakan upaya pembuktian jati diri seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana Indonesia akan terlihat hebat ketika semua elemen yang berbeda, mampu bersatu dan membentuk kerjasama yang luar biasa.

Oleh karena itu, kejadian-kejadian yang merusak prosesi Natal harus dikubur hidup-hidup dan dibuang jauh dari nalar masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang tangguh, berdaulat, menjunjung tinggi kemanusiaan, serta persamaan hak diantara rakyatnya. Falsafah inilah yang harus dipegang secara teguh oleh semua elemen rakyat Indonesia.

Meneruskan Sunnah Nabi

Menggali nilai histori Nabi Muhammad saw untuk saling melindungi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan tersebut mengandung satu makna penting, yaitu menjalankan apa yang termaktub dalam Islam. Seperti halnya sunnah yang lain, kebajikan untuk saling melindungi mengandung unsur yang kompleeks, baik dari segi agama, sosial, maupun kehidupan kebangsaan. Maka semangat inilah yang harus dijadikan umat Islam sebagai pondasi kuat untuk bersama-sama melindungi umat non-Islam.

Umat Islam harus bersama-sama menjunjung tinggi persaudaraan dan merapatkan barisan untuk melindungi umat non-Islam. Nabi Muhammad secara historis telah mencontohkan untuk melindungi umat lain, sebagai bagian dari penyebaran dakwah Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Sunnah ini juga yang terus dilanjutkan oleh khalifah berikutnya, hingga membentuk pondasi kokoh dan membawa Islam ke tingkat yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas kita bersama untuk melanjutkan ikhtiyar baik yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw beserta para shahabatnya ke seluruh umat manusia. Menjadi momen yang paling dekat adalah perayaan Natal untuk umat Kristiani. Maka sudah menjadi kewajiban untuk melindungi serta menjaga keamanan mereka untuk melaksanakan peribadatan.

Facebook Comments