Mempertahankan Narasi Islam Moderat di Tengah Tantangan Ideologis

Mempertahankan Narasi Islam Moderat di Tengah Tantangan Ideologis

- in Narasi
4
0
Mempertahankan Narasi Islam Moderat di Tengah Tantangan Ideologis

Gerakan yang terafiliasi dengan ISIS kini menghadirkan tantangan baru dalam ranah ideologi. Dulu, kelompok ini fokus pada perekrutan militan untuk membangun “khilafah Islamiyah” melalui kekerasan fisik. Namun, setelah mengalami kekalahan teritorial yang signifikan, strategi mereka bertransformasi. ISIS kini tidak lagi hanya berusaha membangun kekuasaan teritorial, melainkan menyusup ke dalam ruang wacana publik dan keagamaan, berusaha merusak kepercayaan umat Islam terhadap negara dan otoritas keagamaan yang sah. Fenomena ini bukan hanya berbahaya dari segi politik dan sosial, tetapi juga dapat merusak harmoni keagamaan dalam masyarakat.

Pada awal kemunculannya, sekitar tahun 2014, propaganda ISIS berfokus pada romantisasi gagasan khilafah sebagai bentuk Islam yang murni dan total. Mereka menggambarkan khilafah sebagai satu-satunya jalan untuk mewujudkan ajaran Islam secara sempurna, meninggalkan sistem-sistem “thaghut” yang mereka anggap sebagai bentuk kemungkaran. Dalam narasi tersebut, kehidupan di bawah khilafah dijanjikan sebagai kehidupan yang ideal, penuh kedamaian dan keadilan. Retorika ini memikat banyak orang, terutama mereka yang merasa teralienasi oleh sistem yang mereka anggap tidak Islami. ISIS menyerukan umat untuk bergabung dalam jihad fisik, baik dengan berperang langsung di Suriah dan Irak atau dengan mendukung perjuangan mereka melalui berbagai saluran.

Namun, seiring dengan kekalahan besar yang dialami ISIS, kelompok ini mulai merumuskan strategi baru yang lebih halus namun tidak kalah berbahaya. Tidak lagi hanya menyerukan jihad fisik, mereka kini melakukan infiltrasi ideologis yang lebih dalam dan luas. Strategi baru mereka adalah menciptakan disorientasi sosial dan keagamaan dengan cara menyerang legitimasi pemerintah dan ulama-ulama mainstream yang mereka anggap kompromistis. Kelompok terafiliasi ini menuduh pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai sekuler dan mengikuti sistem kufur karena mereka terlibat dalam praktik politik dan hukum yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang murni.

Propaganda mereka kini dibalut dalam dikotomi yang sangat manipulative, yakni, Islam kaffah versus Islam parsial. Dalam pemahaman mereka, Islam kaffah diartikan sebagai penolakan terhadap negara-bangsa modern, demokrasi, dan hukum positif, semua dianggap sebagai ciptaan manusia yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sementara itu, Islam yang diterapkan dalam konteks negara dan konstitusi dianggap tercemar oleh sistem sekuler, yang bagi mereka tidak memenuhi syarat sebagai Islam yang utuh. Ini adalah narasi yang berbahaya karena tidak hanya mengguncang keyakinan umat Islam terhadap negara, tetapi juga menyebabkan polarisasi dalam tubuh umat Islam itu sendiri.

Dikotomi ini merusak persatuan umat Islam, membangun jarak antara mereka yang moderat dan mereka yang radikal. Mereka yang berpikiran moderat seringkali dianggap sebagai pengikut sistem yang tidak Islami, sementara kelompok radikal merasa mereka adalah satu-satunya yang mewakili kehendak Tuhan. Akibatnya, lembaga-lembaga keagamaan besar seperti NU dan Muhammadiyah sering diserang, bahkan dianggap sebagai agen dari sistem kufur. Ini tentu saja menciptakan ketegangan dan perpecahan dalam ruang publik, yang pada akhirnya dapat menumbuhkan sikap intoleransi dan eksklusivitas yang lebih besar di tengah masyarakat.

Untuk membalikkan narasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok radikal ini, kita perlu menegaskan kembali pemahaman tentang Islam kaffah yang lebih kontekstual dan inklusif. Islam kaffah seharusnya dipahami bukan sebagai sistem politik tunggal yang mengharuskan penerapan hukum-hukum tertentu dalam bentuk negara khilafah. Sebaliknya, Islam kaffah adalah ajaran yang menekankan pada kesempurnaan moral, spiritual, dan sosial umat, yang dapat terwujud dalam berbagai bentuk dan konteks negara, sesuai dengan keadilan dan kemanusiaan. Islam kaffah adalah Islam yang menghargai keberagaman dan mewujudkan kemaslahatan bersama, bukan sebagai alat untuk menolak sistem sosial yang sah atau memecah belah umat.

Penting bagi kita untuk menyebarkan narasi keagamaan yang moderat, rasional, dan kontekstual serta narasi yang mengajarkan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, yang membawa kedamaian, bukan kekacauan. Dengan memperkuat pemahaman ini, kita dapat menanggulangi propaganda radikal yang terus berusaha menghasut umat untuk berpihak pada ideologi yang eksklusif dan menghancurkan tatanan sosial yang ada.

Melawan propaganda kelompok terafiliasi ISIS tidak hanya membutuhkan pendekatan keamanan semata, tetapi juga perlu diperkuat dengan pencerahan teologis. Oleh karena itu, pendidikan keagamaan yang moderat dan terbuka terhadap perbedaan, yang menekankan pentingnya toleransi dan kerja sama sosial, adalah kunci dalam memerangi ancaman ideologi radikal ini. Sebagai umat Islam, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan, bukan hanya di dunia, tetapi juga dalam ruang spiritual kita.

Facebook Comments