Solidaritas Siber di Bulan Ramadan

Solidaritas Siber di Bulan Ramadan

- in Narasi
1934
1
Solidaritas Siber di Bulan Ramadan

Musuh-musuh yang gemar menggerogoti persatuan semakin sering bergentayangan. Selama 24 jam, tanpa mengenal henti, mereka terus-menerus berusaha merenggangkan ikatan persatuan bangsa ini. Hampir setiap detik, digunakanlah senjata berupa fitnah dan kebencian untuk memutus ikatan solidaritas. Tetapi mereka adalah musuh yang tidak kentara. Sehingga lebih sulit untuk menangkapnya. Mereka adalah orang-orang yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi untuk mengganggu keharmonisan masyarakat Indonesia. Kecepatan teknologi informasi banyak melahirkan individu/kelompok yang gemar mempromosikan permusuhan. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menghambat dan membungkam kelompok pengganggu persatuan adalah menguatkan solidaritas siber. Jika solidaritas di dunia nyata bertujuan untuk menguatkan persaudaraan dan menghalangi perpecahan dalam kehidupan sehari-hari, maka solidaritas siber adalah upaya mengokohkan ikatan persahabatan di dunia maya sekaligus menangkal beragam tindakan yang bertujuan untuk memecah kerukunan di jagat maya.

Solidaritas merupakan hubungan antar seseorang dengan kelompok lainnya. Baik dalam lingkup yang besar atau kecil. Solidaritas pun menggambarkan beragam mikro fenomena seperti tindakan, motivasi, dan sikap. Solidaritas dapat bermanfaat untuk menjelaskan keteraturan normal dan integrasi sosial normatif dalam masyarakat atau komunitas. Lawannya adalah kekacauan, konflik. Solidaritas dapat berlaku dalam komunitas kecil, gerakan politik, atau di seluruh masyarakat. Dalam sosiologi dan psikologi sosial, solidaritas telah dipahami sebagai fenomena tingkat makro dari kohesi kelompok, integrasi, dan keteraturan (Laitinen dan Pessi, 2014: 2-3).

Karakteristik dari solidaritas siber adalah menjunjung tinggi akal sehat untuk menguatkan persaudaraan di dunia maya. Dengan semakin kuatnya solidaritas siber, maka kewarasan publik dapat dijaga. Solidaritas siber pun berfungsi untuk menguasai ruang maya agar tidak dirasuki konten-konten yang tidak bermutu. Contoh yang paling mudah, saat terjadi aksi terorisme di Surabaya, maka solidaritas siber menyatu untuk mengutuknya. Maka munculah beragam tagar yang berisi ucapan bela sungkawa sekaligus dukungan bagi aparat keamanan untuk segera membekuk kelompok teroris. Solidaritas siber ini perlu diapresiasi karena membantu menjaga nalar kita. Solidaritas siber pun secara tidak langsung akan menjalar dapat kehidupan nyata. Sehingga dukungan tersebut berubah menjadi aksi nyata untuk memerangi kelompok teroris.

Pada sisi lain, kita bisa melihat bagaimana ada upaya yang dilakukan (baik sengaja maupun tidak) agar solidaritas siber ini tidak terbentuk. Kita pun bisa belajar dari kasus yang sama yaitu teror di Surabaya. Beragam teror yang terjadi belakangan ini, yang seharusnya menjadi musuh yang harus diperangi bersama, ternyata direspons secara beragam oleh netizen. Bahkan ada yang menggoreng isu ini sehingga persoalan terorisme seolah tidak terjadi. Di Kalimantan Barat, seorang yang berprofesi sebagai pendidik ditetapkan sebagai tersangka. Pasalnya dia membuat status di media sosial yang menyebutkan tragedi bom di Surabaya adalah rekayasa pemerintan. Akibat perbuatannya ini, dia terancam dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain kasus ini, banyak kita dapati analisis serampangan terkait kelompok-kelompok teroris. Bagi masyarakat tertentu, beragam informasi ini akhirnya mendistorsi pemahaman mereka. Hingga akhirnya terpengaruh dan menganggap aksi-aksi teror ini memang rekayasa pemerintah atau intelijen. Hal ini sungguh berbahaya karena mengaburkan fakta yang sesungguhnya. Fakta yang terjadi di depan mata bahwa ada rangkaian teror bom yang terjadi di negara ini. Maka, solidaritas siber berfungsi untuk menangkal hal-hal seperti ini.

Islam sangat menganjurkan agar seorang Muslim memiliki solidaritas yang tinggi. Dalam QS al-Maidah ayat 2, disebutkan “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan’. Saling membantu adalah inti sari dari solidaritas. Ibnu Katsir menjelaskan Allah SWT memerintahkan kepada hambanya yang beriman untuk saling menolong dalam berbuat kebaikan –yaitu kebajikan- dan meninggalkan hal-hal yang mungkar. Inilah yang dinamakan dengan ketakwaan. Selain itu, Allah SWT melarang mereka bantu-membantu dalam kebatilan serta tolong menolong dalam perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan.

Dalam momentum ramadan ini, kita mesti memanfaatkannya untuk meningkatkan solidaritas sesama, khususnya solidaritas siber. Menangkal hal-hal buruk yang terjadi di dunia siber secara bersama-sama. Solidaritas yang diikat oleh visi yang sama: menjadikan Indonesia damai dalam keberagaman.

Facebook Comments