Berdebat merupakan sunatullah yang mesti ada di dunia ini. Hal ini dapat terjadi lantaran masing-masing individu memiliki kerangka berfikir yang berbeda-beda. Semua dapat terjadi lantaran perbedaan pengetahuan, pengalaman, hingga nasib. Perdebatan atau di dalam istilah al-Qur’an “mujadalah” merupakan salah satu metode dakwah yang diperintahkan Allah SWT (lihat surat An-Nahl: 125).
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam berdebat sehingga memunculkan dampak positif antara kedua belah pihak. Pertama, debat menggunakan bahahasa yang nyaman. Di dalam al-Qur’an, berdebat itu bil lathi hiya ahsan. Karena, dengan tutur kata yang baik berarti antara satu pihak dengan yang lainnya saling menghormati dan tidak mengandalkan hawa nafsu. Mereka mengadakan perdebatan dengan cara yang santun tanpa harus menyakiti lawan debatnya.
Kedua, berdebat dimaksudkan untuk menunjukkan kebenaran. Hal ini menjadi penting lantaran tidak semua perdebatan dimaksudkan untuk memberikakan data dan fakta sehingga mendukung argumentasi yang sedang dibangun. Padahal, mestinya berdebat adalah untuk menunjukkan betapa argumentasi yang sedang dibangun merupakan kebenaran yang dibuktikan dengan adanya data dan fakta yang nyata.
Ketiga, berdebat dengan jujur. Argumentasi ataupun data dan fakta yang disuguhkan oleh peserta debat mestinya bernilai kejujuran. Tidak diperkenankan seorang orang melakukan perdebatan menyebar berita bohong (hoaks) guna memenangkan perdebatan. Hal ini juga sangat perlu diperhatikan karena tidak sedikit perdebatan di masa sekarang hanya mementingkan kemenangan tanpa menghiraukan kebenaran sejati. Akhirnya, tindak kecurangan dengan cara menyebar hoaks menjadi salah satu cara ampuhnya.
Baca juga :Debat Itu Mendamaikan, Bukan Memecah Belah!
Kebohongan bukan saja terjadi dalam rangka menguatkan argumentasi yang sedang dibangun oleh salah satu peserta debat. Kebohongan bisa saja menjadi lebih berbahaya manakala ditunjukkan kepada lawan debat dalam bentuk fitnah. Dengan cara memfitnah, lawan debat yang sejatinya bersih akan terlihat buruk di mata publik manakala mendapatkan fitnah dari lawan debatnya.
Ketiga hal ini bukan saja penting menjadi pegangan bagi para pendebat utama. Para pemirsa debat juga mesti memeganginya. Lantaran, para pemirsa debat dipastikan memihak salah satu dari peserta debat. Alhasil, mereka juga akan melakukan perdebatan lanjutan antar pemirsa. Perdebatan ini bisa langsung (lisan) namun juga tidak langsung, yakni melalui media massa (terutama media sosial). Perdebatan ini bisa menjadi rahmat manakala ketika unsur tersebut di atas bisa menjadi pegangan bagi setiap pelaku debat. Sebaliknya, jika para pelaku debat hanya menginginkan kemenangan tanpa adanya ketiga substansi di atas, maka perdebatan bisa jadi menjadi pemecah ukhuwah basyariah.