Agenda Kontra Radikalisasi 2023: Menertibkan Paham Radikal di Medsos

Agenda Kontra Radikalisasi 2023: Menertibkan Paham Radikal di Medsos

- in Narasi
385
0
Agenda Kontra Radikalisasi 2023: Menertibkan Paham Radikal di Medsos

Media sosial (medsos) menjadi lahan subur penyebaran paham radikal di Indonesia. Banyak akun-akan media sosial, baik secara terang-terangan atau tidak, menyebarkan paham radikal kepada khalayak luas.

Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) terdapat 600 situs atau akun media sosial yang bermuatan unsur radikal sepanjang tahun 2022. Ada pun rinciannya, diketahui ada 167 akun Fecebook, 156 akun WhatsApp, 119 akun Telegram, 85 akun Twitter, 59 akun Instagram, 24 akun YouTube, dan 14 situs website dan 1 akun grup.

Menurut Kepala BNPT Komjen Boy Rafly, 600 aku media sosial itu, selain menyebarkan paham radikal di media sosial, diketahui mereka juga kerap kali menyebarkan konten propaganda. Laporan BNPT ini, meski tidak terlalu mengejutkan, namun hal ini patut menjadi catatan tersendiri di tahun 2023 yang akan segera datang. Sebab, penetrasi paham radikal di media sosial sangatlah berbahaya.

Menurut laporan We Are Social (2022) diketahui bahwa jumlah pengguna aktif media sosial (medso) di Indonesia pada Januari 2022 tumbuh sebesar 12,35% dari satu tahun sebelumnya.

Lebih tepatnya, pengguna aktif medsos pada awal 2022 adalah sebanyak 191 juta orang sedangkan pada 2021 sebesar 170 juta orang. Data ini menunjukkan bahwa potensi radikalisasi di media sosial sangatlah besar.

Belakangan ini, sudah banyak temuan dan laporan yang menemukan fakta radikalisasi di media sosial ini. Menurut Grenberg (2016) bahwa media sosial telah menjadi lahar subur penyebaran ideologi radikal adalah fakta tak terbantahkan.

Menurutnya, banyak kelompok teroris sering kali menggunakan media sosial yang sedang digandrungi masyarakat luas untuk menyebarkan ideologinya. Sasarannya adalah generasi muda yang diketahui lebih banyak menghabiskan waktunya di medsos. Begitupula dengan ”electronic jihad” yang dipelopori oleh Al Qaeda sebagai instrumen menyebarkan paham radikal di media sosial (Martin Rudner, 2017).

Jadi, radikalisasi yang berkembang di media sosial ini bukan kabar burung semata yang tidak bisa disepelekan. Radikalisasi di media sosial adalah fakta yang mesti terus diwaspadai dan diantisipasi sejak dini.

Karena itu, hal ini harus ditegaskan sebagai salah satu agenda deradikalisasi kita di tahun 2023, mengingat penetrasi radikalisme yang dilakukan oleh kelompok teroris melalui akun-akun media sosial masih sangat marak dan tinggi.

2023: Menguatkan Infrastruktur Literasi Media Pengguna Media Sosial

Salah satu sebab mengapa radikalisasi di media sosial berkembang dengan subur hal itu karena literasi media masyarakat kita lemah. Masyarakat kita mudah terprovokasi dan terpengaruhi oleh konten-konten keagamaan yang dibuat oleh akun-akun kelompok radikal.

Masyarakat kita, tanpa mau melakukan verifikasi dan pemeriksaan lebih lanjut, masyarakat atau pengguna media sosial kita sering kali mudah percaya pada apa yang didengar dan dilihat di media sosial. Apa yang dilihat dan didengar dari media sosial dianggap sebagai kebenaran ilahiah.

Konten-konten yang dibumbui dengan dalil-dalil agama dipercaya begitu saja sebagai sebuah pesan ilahiah tanpa mau membaca konten itu secara lebih kritis dan mendalam. Padahal, tidak semua konten yang dibumbui dalil agama tidak selamanya murni sebagai gerakan moral keagamaan.

Artinya, meminjam perspektif studi wacana kritis, setiap gerakan keagamaan yang terjadi, bisa saja didorong oleh kehendak politik ideologis belaka, bukan murni sebagai gerakan moral keagamaan seperti yang dipersepsikan oleh masyarakat kita.

Karena itu, sejalan dengan agenda deradikalisasi 2023 di media sosial, literasi media masyarakat ini penting kiranya untuk dikuatkan. Agar, setiap kali ada akun yang melakukan propaganda dan menyebarkan konten-konten radikal, masyarakat atau pengguna media sosial pada umumnya bisa memahami dan membaca konten itu secara lebih tepat sehingga tidak terpengaruh dan terprovokasi oleh konten-konten tersebut.

Facebook Comments