Perjalanan bangsa Indonesia sepanjang tahun 2022 menyisakan berbagai problem yang tak terentaskan. Bangsa ini masih dilingkari beragam suka dan duka. Gelombang perpecahan mengalir deras, tragedi kemanusiaan bom bunuh diri masih terjadi, kelompok yang mendaku kebenaran atas identitasnya terus menjamur dan berbagai propaganda yang mengeliminasi status bangsa Indonesia terus saja ada.
Sepanjang tahun 2022, beragam isu yang mengancam identitas bangsa Indonesia bermunculan. Gerakan kelompok pengusung khilafah unjuk gigi secara terang-terangan, hiruk pikuk manusia yang mengklaim dirinya paling suci lumrah dijumpai, berita bohong atau hoaks makin menjamur, ujaran kebencian terhadap kelompok lain menyebar luas dan yang paling berbahaya adalah adu domba antar anak bangsa dengan dalih sesat dan kafir.
Begitulah, sepanjang tahun 2022, kondisi bangsa selalu diperhadapkan dengan beragam persoalan yang rumit. Keberagaman yang semestinya menjadi modal besar untuk kemajuan bangsa dipolitisasi seakan-akan menjadi sebuah ancaman. Sumber masalah utama bangsa ini adalah sikap eksklusif yang seringkali memposisikan seseorang atau kelompok sulit menerima segala perbedaan.
Kalau hal ini terus berjalan akan mempercepat kematian bangsa Indonesia. Sebabnya, aura permusuhan yang dipancarkan oleh sikap eksklusif akan meretakkan persatuan dan kesatuan. Semangat nasionalisme mulai redup karena masing-masing bersaing mengentaskan ego dan sikap anti perbedaan. Belum lagi propaganda tentang negara thagut yang melazimkan adanya sikap anti Pancasila dan UUD 45.
Tahun Baru; Semangat Baru Menuntaskan Tantangan Kebangsaan
Kita hanya hidup sekali. Betapa ruginya, kalau kesempatan yang hanya sekali itu terabaikan berlalu tanpa arti. Tugas utama sebagai Khalifahtullah, atau wakil Tuhan di bumi, untuk memakmurkan bumi merupakan tanggung jawab suci. Menjalankannya adalah suatu kemuliaan. Salah satu tugas itu tidak lain merawat bangsa ini supaya tetap kokoh sehingga kemakmuran tidak hanya idaman, namun menjadi kenyataan.
Seyogyanya, semangat untuk hidup, yang, meskipun hanya sekali, tetap berarti. Kita harus memberikan kontribusi yang berarti; bagi diri, keluarga, masyarakat dan negara. Kita harus memiliki harapan untuk lebih baik dan meninggalkan kebaikan. Memberikan manfaat terhadap orang lain, terutama memberikan manfaat untuk negara.
Bukankah Nabi pernah berpesan, “Paling baiknya manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain”. Karenanya, tahun baru mendatang kita harus berkontribusi untuk besar untuk upaya perubahan sosial agar menjadi lebih hidup, lebih sadar dan lebih berakal.
Lebih sadar, sesungguhnya melanggengkan ego klaim kebenaran hanya di pihak kita merupakan kesalahan karena akan menimbulkan gesekan di internal anak bangsa. Lebih sadar, bahwa ada upaya untuk merusak negara dengan cara adu domba antar anak bangsa dengan dalih agama.
Sebagai anak bangsa yang baik, harus lebih berakal, sehingga menilai segala fenomena miris yang mengarah pada perpecahan merupakan bahaya yang dapat mengoyak pondasi kebangsaan. Secara akal sehat, multikulturalisme itu telah dikehendaki oleh Tuhan supaya kita saling mengenal, serta membingkai perbedaan yang ada menjadi potensi terciptanya sikap saling tolong menolong.
Tahun depan harus lebih baik dari tahun sekarang. Harus tercipta kehidupan berbangsa yang lebih baik, lebih bermakna bagi kehidupan bersama, sehingga ada jaminan bagi masa depan anak-anak kita. Kalau negara ini tetap diliputi oleh ego sektarian; permusuhan antar pemeluk agama, ketegangan karena perbedaan etnis dan suku, serta irisan-irisan karena perbedaan cara pandang keagamaan, sudah barang tentu masa depan suram bagi generasi penerus.
Kita tidak ingin Indonesia menjadi bangunan tua yang dihuni manusia-manusia yang saling memangsa. Karakter bangsa Indonesia bukan seperti itu. Sejak bernama Nusantara, nenek moyang kita selalu rukun dalam perbedaan masing-masing. Falsafah hidup gotong royong, saling mengisi setiap kekurangan, saling memahami, dan toleransi, itulah yang menjadikan bangsa yang luas ini mampu menjadi satu.
Di dalam lubuk hati paling dalam masing-masing penduduk Indonesia, tentu ada harapan besar bagi kemajuan bangsa ini. Suatu cita-cita kemajuan yang menumbuhkan asa dan harapan akan hadirnya masa depan yang memberi ruang bagi bagi seluruh penduduk Indonesia untuk hidup dalam suasana damai, aman dan makmur. Memberikan harapan bagi anak-anak kita untuk hidup dalam suasana ceria, gembira, serta aman sentosa.
Oleh karenanya, di penghujung tahun 2022 ini, mari diam sejenak, berpikir, berkontemplasi dan merenungi keruwetan bangsa Indonesia. Kenapa harus ada keangkuhan tentang kebenaran, toh semua itu Tuhan yang menentukan. Tak perlu terjadi lagi tindakan kekerasan yang menodai kemanusiaan gara-gara tidak seiman. Tak perlu juga menuntut negara memakai pedoman kitab agama tertentu, sebab nilainya telah terinternalisasi dalam ideologi bangsa yang diwariskan oleh para pendiri bangsa kepada kita, dan terbukti mampu mengayomi bangsa Indonesia di tengah perbedaan yang mengitari.
Masa depan bangsa ditentukan hari ini oleh kita. Baik buruknya Indonesia ke depan tergantung bagaimana kita memprogramnya. Maka, kalau segala tabiat buruk, seperti menuduh kelompok lain sesat dan kafir, hendak menggugat republik ini supaya diganti dengan sistem khilafah, menebar ketakutan dengan bom bunuh diri, menyebar berita hoaks dan ujaran kebencian, maka kehancuran negara akan menjadi nyata.
Sebaliknya, kalau semua tabiat buruk itu bisa diatasi, kemajuan bangsa Indonesia sudah diambang mata. Kedamaian dan ketentraman yang menjadi impian semua orang akan terwujud. Di dalam ketentraman dan kedamaian itu, semua harapan akan mudah dicapai.