Asas Bela Negara dalam Khazanah Literatur Pesantren

Asas Bela Negara dalam Khazanah Literatur Pesantren

- in Narasi
557
1
Asas Bela Negara dalam Khazanah Literatur Pesantren

Sebagai sebuah tindakan, bela Negara tak bisa lepas dari asas-asas yang mendasarinya. Dalam hukum Islam, yaitu hukum yang dikaji di peantren, asas bela Negara ini adalah poin penting yang membuat bela Negara memperoleh legitimasi dari agama. Dan lewat asas ini juga, masyarakat muslim menjadi tahu kadar pentingnya bela Negara, pengertiannya serta kontekstualisasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Muhammad Ridwan Sa’id; salah satu pengajar di Pon. Pes. Lirboyo, Kediri dalam kitabnya yang berjudul: Adi-Difa’ ‘Anil Wathan, Min Ahammil Wajibat ‘Ala Kulli Wahidin Minna (Bela Tanah Air, Merupakan Bagian Penting Kewajiban Individual Kita) menerangkan, bahwa bela negara adalah wasilah atau perantara dari harapan penting umat Islam. Yaitu terciptanya sebuah Negara yang aman dan tentram. Sebuah Negara yang memungkinkan penduduk muslimnya terjaga jiwa, akal, kehormatan serta harta bendanya. Dimana kerterjagaan ini merupakan tujuan penting diterapkannya syariat hukum Islam.

Keterjagaan ini berkesesuaian dengan hadis sahih yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Sahih Muslim, bahwa Abi Hurairah meriwayatkan Nabi Muhammad bersabda: “Setiap satu muslim atas muslim lainnya, haram darah, harta serta harga dirinya.” Haram yang dimaksud adalah terjaga atau ada aturan ketat dalam Islam mengenai kewenangan seorang muslim dalam “menyentuh” jiwa, harta serta kehormatan muslim lain. Dalam hadis lain, di kitab yang sama, Nabi Muhammad bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: Janda yang berzina, membunuh seseorang dan murtad.” Kata “kecuali” menunjukkan bahwa perihal darah atau nyawa bukanlah hal yang remeh dalam Islam. Dimana dapat semaunya dialirkan hanya sekedar korban melakukan suatu dosa selain ketiga hal di atas.

Keterjagan ini berkaitan dengan hukum Islam terutama yang bersifat mengatur interaksi antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Seperti hukum transaksi jual beli, pencurian, pembunuhan dan hukum lainnya yang membutuhkan campur tangan pemerintah dalam penerapannya. Tanpa campur tangan pemerintah sebagai layaknya rumah besar bagi ratusan juta manusia dengan berbagai suku serta agama, penerapan hukum Islam meski hanya dalam skala kecil, akan menimbulkan perpecahan yang berakibat tidak terlaksanannya penerapan syariat Islam itu sendiri.

Baca Juga :Merawat Persatuan Bangsa Indonesia

Keterjagaan ini pula yang salah satunya melahirkan kaidah penting dalam penerapan hukum Islam. Yaitu bahwa al-Maqasid asy-Syariah atau tujuan penerapan syariat Islam adalah: 1) Hifdu Din (Terjaganya Agama); 2) Hifdu Nafs (Terjaganya jiwa); 3) Hifdu ‘Aql (Terjaganya akal); 4) Hifdu Nasl (Terjaganya nasab); dan 5) Hifdu Mal (Terjaganya harta benda). Dan Daf’ul Mafasid Muqaddamun ‘Ala Jalbil Mashalih, atau mencegah munculnya kerusakan lebih didahulukan dari menciptakan kebaikan.

Oleh karena itu, Pertama, bela negara bukanlah tindakan yang legitimasinya dalam Islam bisa didapati secara spesifik. Bela negara adalah tindakan yang harus dilakukan agar memperoleh tujuan lain yang legitimsinya djelaskan secara spesifik dalam hukum Islam. Yaitu dapat diterapkannya syariat Islam sesuai dengan pandual al-Qur’an dan hadis.

Kedua, bela Negara dalam Islam tidaklah melulu soal melawan musuh, menjaga perbatasan serta menjaga penduduk suatu negara. Bela Negara mencakup segala bentuk usaha menguatkan sebuah negara sebagai tempat yang memungkinkan diterapkannya syariat Islam. Dan ini mencakup perbaikan ekonomi, perbaikan sektor pendidikan, pemberdayaan masyarakat serta lainnya yang perincian sudah diakomodir dalam undang-undang Negara.

Tapi, bela negara sebagai lantaran dapat diterapkannya syariat Islam tidak kemudian meniscayakan keharusan berdirinya sebuah Negara Islam atau kekhalifahan. Karena didirikannya Negara Islam atau kekhalifahan justru berpotensi besar merusak tatanan terlaksananya syariat Islam yang sudah ada. Bahkan dapat merusak terlaksananya syariat Islam yang bersifat individual dan lepas dari pengaruh pemrintah. Seperti rusaknya tradisi Islam di masyarakat disebabkan keadaan keamanan negara yang tidak stabil. Mendirikan Negara Islam atau kekhalifahan sama saja secara pasti menghancurkan penerapan syariat Islam yang sudah ada, demi tujuan mulia yang tak jelas dapat tercapai atau tidak.

Ketiga, bela negara pada hakikatnya adalah bela Islam itu sendiri. Karena syariat Islam tidak dapat terlaksana tanpa stabilnya sebuah Negara. Maka tak berlebihan bila bela Negara sejajar dengan bela Islam.

Facebook Comments