Bu Tedjo, Internet dan Bahaya Laten Ideologi Khilafah

Bu Tedjo, Internet dan Bahaya Laten Ideologi Khilafah

- in Narasi
537
0
Bu Tedjo, Internet dan Bahaya Laten Ideologi Khilafah

Dalam seminggu terakhir, dunia maya Indonesia dihebohkan dengan sosok Bu Tedjo dalam sebuah film pendek berjudul “Tilik”. Film ini dibuat oleh Ravacana Films bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY. Diceritakan dalam film seorang kembang desa bernama Dian.. Banyak lelaki yang mendekatinya hingga datang melamarnya. Warga desa bergunjing tentang status lajang Dian. Dalam satu kesempatan perjalanan naik truk dalam rangka menjenguk (tilik) Bu Lurah di Rumah sakit di kota, beberapa warga berdebat tentang siapa yang bakal mempersunting Dian. Perjalanan “Tilik” menjadi penuh gosip dan petualangan bagi para warga desa yang naik truk tersebut.

Film yang memiliki judul lengkap “Tilik (2018)” ini pertama kali diunggah ke kanal Youtube pada tanggal 17 Agustus 2020. Hingga saat ini (23/8), video ini sudah ditonton lebih dari 9 juta tiga ratusan penonton. Luarbiasa memang. Tak mengherankan jika kemudian wajah Bu Tedjo menjadi viral dan trending topik di media sosial. Berdasarkan penelusuran penulis, di kanal Twitter, sudah lebih dari 20.000 pengguna Twitter yang menggaungkan nama Bu Tedjo dalam sehari (20/08).

Dalam percakapan inilah, muncul sosok yang amat menggelitik sekaligus membuat perasaan penonton campur aduk. Antara kesal dan geram dengan kelakuan Bu Tedjo. Selain itu, ada pula Yu Ning yang selalu berseberangan dengan Bu Tedjo. Diantara semua perdebatan yang ditampilkan dalam film ini, satu hal yang menjadikan penulis teramat geleng-geleng kepala dengan sosok Bu Tedjo.

Baca juga : Kelindan Khilafaisme dan Nasionalisme Sempit di Indonesia

Dalam film ini, satu hal yang membuat penulis tak habis piker adalah sifat lugu dan polos yang dimiliki oleh warga kampong. Terutama Bu Tedjo. Sifat polos dan lugu inilah yang memaksa mereka menelan mentah-mentah informasi yang disuguhkan oleh Internet. Tak terkecuali sosial media seperti Facebook dan Instagram. “Lawong internet kwi seng gawe wong pinter koq. Dadi yo aku percoyo yen infone kwi bener”. (Kan internet diciptakan oleh seorang ahli yang cerdas. Jadi sudah pasti informasi yang disediakannya dapat dipercaya).

Bahaya Laten Ideologi Khilafah

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa ideologi khilafah mulai menjangkiti dan tumbuh subur di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan dibubarkannya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang ditengarai menjadi sarang perkembangbiakan ideologi khilafah. Hal tersebut pernah dijelaskan oleh Wiranto saat masih menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, WIranto pada 2017 lalu.

Dalam sebuah kesempatan jumpa pers, Wiranto menjelaskan, keputusan untuk membubarkan HTI tidak secara tiba-tiba dan serta merta dilakukan oleh pemerintah. Keputusan tersebut telah melalui proses yang cukup panjang. Bahkan, lanjut Wiranto, pemerintah sudah mempelajari gerakan politik yang mengusung ideologi khilafah. Wiranto menyebut ideologi khilafah yang diusung HTI bertujuan untuk meniadakan nation state (negara bangsa). Secara jelas, kata Wiranto, HTI berupaya mendirikan Negara Islam dalam konteks yang luas sehingga negara bangsa dianggap absurd, termasuk negara Indonesia yang berbasis pada Pancasila dan UUD 1945. (Kompas, 12/5/2017).

Hal ini juga diamine oleh Ma’ruf Amin. Saat masih menjabat sebagai Ketua MUI, Kiai yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia ini menyatakan bahwa di era modern ini belum ada negara yang mengusung ide tersebut. Karena konsep Khilafah ini bukanlah sesuatu yang disepakati oleh seluruh umat Islam di 23 negara Islam di seluruh dunia. Akan tetapi kenapa Indonesia begitu menggebu-gebu ingin merubah NKRI menjadi Khilafah.

Mungkin juga karena kurangnya pengetahuan tentang khilafah tersebut. Karena sejarah mencatat bahwa konsep khilafah ini ada 2 periode, periode pertama adalah khilafah sebagai penerus ajaran Nabi Muhammad SAW yang diisi oleh para Khulafa ar-Rasyidin seperti Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Khalifah Umar Al-Khattab, Khalifah Ustman Bin Affan, Khalifah Ali Bin Abi Thalib, ditambah dua kepemimpinan dari Sayyidina Al Hasan Bin Ali dan Al Husein Bin Ali.

Memutus Ideologi Khilafah di Internet

Setelah mengetahui betapa mengetahu bahwa ideology khilafah bertentangan dengan Pancasila dan juga UUD 1945, maka sudah menjadi kewajiban kita semua untuk terus memelihara tradisi perjuangan ini. Jangan sampai negara yang telah diperjuangkan dengan taruhan nyawa oleh Founding Father bangsa ini menjadi sebuah inkubasi gerakan dan ideologi khilafah. Termasuk didalamnya tumbah dan berkembangnya paham ideologi khilafah di Internet.

Bagi mereka yang melek internet, tentu akan dengan mudah mampu memilih dan memilah informasi dari internet. Namun bagi mereka yang masih buta akan internet, tentu yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka akan dengan bangga menjunjung tinggi nilai kebenaran yang ditulis dan disampaikan oleh internet. Lebih bahaya lagi informasi yang dicerna adalah ideology dan gerakan khilafah.

Selain berharap kepada pemerintah agar menggencarkan pembasmian paham dan gerakan khilafah, sebagai kaum yang tercerahkan dan melek akan internet, sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan pendidikan melek internet kepada mereka yang masih awam. Salah satunya seperti kepada Bu Tedjo yang begitu mempercayai informasi yang ditawarkan oleh internet.

Selain memberikan pembelajaran, kita juga bisa menjadi polisi online di media sosial. Maksudnya, setiap kali kita menemui informasi yang cenderung pro khilafah, maka tugas kita adalah melaporkannya kepada instansi terkait. Agar nantinya segera dilakukan tindakan lebih. Bahkan jika harus dilakukan penutupan kepada akun maupun situs yang masih bandel untuk tetap menyebarkan ideology khilafah.

Semoga tidak ada lagi Bu Tedjo-Bu Tedjo baru yang dengan polosnya percaya terhadap informasi yang disuguhkan oleh internet. Termasuk didalamnya media sosial, seperti Facebook dan Instagram. Sebab tidak semua akun tersebut riil. Karena saat ini, telah bertebaran akun-akun bodong yang siap menyejukkan mata anda dengan sesuatu yang baru dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk gerakan dan ideologi khilafah. Aaammminn.

Facebook Comments