Anak-anak sering-kali menginginkan seorang ibunya untuk bercerita sebelum tidur. Maka, di moment inilah kita perlu menceritakan kepadanya. Bahwa, segala keragaman yang ada merupakan sunnatullah yang harus dijaga dengan baik kelak ketika dirinya dewasa.
Tentu, anak itu akan bertanya: mengapa seperti itu? Di situlah tugas seorang ibu menyampaikan kebenaran Al-Qur’an mengenai itu. Seperti yang termaktub dalam (Qs. Al-Hujurat:13). Juga menguraikan kemutlakan (Qs. An-Nahl:93) bukti keragaman adalah sunnatullah itu.
Ini perlu ditanamkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab, segala sesuatu yang diajarkan sejak kecil, sejatinya akan tumbuh menjadi karakter/watak ketika dewasa. Sehingga, kelak dirinya akan berjuang mati-matian mempertahankan sebuah prinsip bahwa keragaman adalah sunnatullah yang harus dijaga dengan baik.
Ini adalah fakta, pengaruh perempuan sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Untuk mengajarkan arti perdamaian berdasarkan pijakan teologis yang semacam itu. Semakin-hari terus diceritakan akan pentingnya pola beragama yang egalitarian, inklusif, tolerant dan penuh rahmat serta cinta-kasih.
Jika bertanya mengenai hal itu. Maka, sebutkanlah semua dalil yang berkaitan dengan urgensi pola-beragama yang semacam itu. Karena, perilaku, karakter, watak atau sifat anak-anak kita kelak bergantung pada pendidikan pertama yang telah ia dapat sejak kecil.
Mendidik anak tentang keragaman atau akhlak/moralitas melalui cerita adalah satu hal yang digemari. Anak-anak begitu senang mendengarkan ibunya bercerita ketika mau tidur atau bahkan di waktu berkumpul bersama anak-anak.
Media cerita akan jauh lebih mudah dipahami anak karena tidak merasa bosan dan menikmati. Maka, di sinilah pentingnya peran perempuan itu bagi anak-anaknya untuk menceritakan hal-hal yang bisa membawa maslahat bagi bangsa. Agar, tertanam sejak dini terhadap anak-anak.
Kebiasaan yang semacam ini akan semakin menanam karakter anak dalam beragama yang (egalitarian). Sehingga, pemahaman yang semacam ini akan menjadi prinsip, lalu terbentuk menjadi watak dan kokoh sebagai tindakan. Lantas, ketika anak itu dewasa, dia akan sangat lantang meneriakkan pemahaman yang sama tentang perbedaan sebagai rahmat itu.
Jadi, anak-anak tidak akan mudah dimasuki oleh pemahaman-pemahaman keagamaan yang condong eksklusif, radikal dan intolerant. Sebab, meskipun dia mendapatkan pemahaman yang semacam itu. Pasti anak tersebut akan bertanya, kenapa gurus tersebut mengajarkan bahwa perbedaan agama itu harus dimusnahkan, misalnya.
Maka, kondisi yang semacam ini sebetulnya sangat penting peran perempuan dalam menceritakan banyak hal tentang perbedaan sebagai sunnatullah itu. Segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap anti-kekerasan, anti-kezhaliman, anti-kerusakan perlu diceritakan pada anak-anak kita. Bahwa, agama sangat melarang hal itu dan ceritakan bagaimana Al-Qur’an atau hadits melarang mutlak akan hal itu.
Pendidikan yang semacam ini sangatlah penting untuk dipahami sejak dini. Sebab, ada begitu banyak penyebaran paham radikal yang mencoba menyasar anak-anak baik di tempat dia mengaji atau di sekolah. Yaitu sebuah pemahaman bahwa non-muslim bukan saudaranya, non-muslim dianggap musuh dan non-muslim dianggap perlu diperangi.
Maka, untuk menjauhi segala virus yang semacam itu. Sangat penting untuk menguatkan spirit pemahaman keagamaan anak agar kokoh ke dalam sebuah prinsip berbeda tapi tetap bersaudara dalam kemanusiaan. Sehingga, generasi bangsa bisa terselamatkan dari penularan virus radikal-intolerant tersebut.
Semua yang Saya sebutkan di atas merupakan tugas seorang perempuan dalam melindungi anak-anaknya. Untuk selalu menceritakan kepada buah hatinya bahwa keragaman adalah sunnatullah. Sebab, ketika ini telah menjadi watak atau karakter, sejatinya kelak dia tidak akan mudah terkontaminasi virus dalam motif apa-pun yang ingin merusak keragaman itu. Oleh karena itulah, sangat penting bagi para perempuan terhadap anak-anaknya. Untuk menceritakan bahwa keragaman adalah sunnatullah yang harus dijaga dengan baik. Maka, siapa-pun yang melanggar, berarti melanggar sunnatullah.