“Islam itu baik sekali, sangat besar dan sangat indah. Kenapa dibela? Islam hadir membela manusia, bukan sebaliknya. Saya ini bau, hatinya kotor, apa pantas bela Islam” (Cak Nun). Islam sesungguhnya hadir justru untuk melindungi manusia, bukan manusia melindungi Islam.
Saat ini, yang sedang terjadi adalah ormas-ormas melakukan tindakan anarkis secara vulgar mengatasnamakan pembelaan Islam. Bahkan membawa panji-panji ke-Tuhan-an dalam melakukan tindakan anarkis. Anarkis atas nama pembelaan Islam palinng teranyar dengan tindakan bom bunuh diri di kantor polisi Surakarta, Jawa Tengah. Humor yang beredar, tindakan ini merupakan rentetan cita-cita mendirikan Negara Indonesia Islam.
Kejadian bom atau tindakan anarkis merupakan penyakit yang menahun, dibiarkan hingga akhirnya penyakit pemahaman agama menjadi sebuah doktrin bawah alam sadar. Doktrin-doktrin ini kemudian menjadi sebuah tindakan yang bisa merugikan orang lian.
Dakwah
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS an-Nahl: 125).
Puisi Allah tersebut sungguh sempurna. Meskipun para Mufassir berbeda pendapat seputar latar belakang turunnya (sabab an-nuzul) puisi tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh al-Wahidi, bahwa ayat ini turun setelah Nabi Muhammad Saw. menyaksikan 70 jenazah sahabat yang mati syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman nabi. Penjelasan tersebut berbeda dengan penjelasn Al-Qurtubi, bahwa puisi Allah ini turun di kota Mekkah ketika adanya peringatan kepada Nabi Muhammad, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dangan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Meskipun demikian, puisi ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, muslim ataupun kafir. Dan, tidak hanya berlaku khusus sesuai dengansabab an-nuzul-nya (andai kata adasabab an-nuzul-nya). Sebab, puisi ini diberikan kepada siapa saja, tidak golongan atau ormas tertentu.
Muslim dapat mempertahankan Islam di tengah pesatnya kemajuan zaman dengan melakukan dakwah yang baik dan manusiawi. Ketika menafsirkan puisi tuhan tersebut, maka dakwah dapat dilakukan dengan tiga cara. Yakni, mengajak manusia kepada jalan Allah dengan kebijaksanaan (hikmah), pelajaran (nasihat) yang baik, dan cegahlah mereka dengan cara yang baik.
Cara dakwah ini pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad saat bertemu dengan seorang pemuda. Beliau ditanya oleh pemuda tersebut, “ya Roasululloh, izinkanlah saya berzina”. Apa yang dilakukan oleh Rosululloh? Beliau memandang pemuda tersebut dengan penuh kasih sayang dan mengajaknya berdialog. Kemudian, Nabi Muhammad menjawab pertanyaan tersebut “Sukakah kamu bila itu terjadi pada ibumu?”.“Tidak demi Allah” jawab anak muda itu.
Kemudian Nabi Muhammad melanjutkan dengan pertanyaan,“Sukakahkamu bila itu terjadi pada saudara perempuanmu?”. “Tidak, demi Allah.” jawab anak muda itu.“Sukakah kamu bila itu terjadi pada anak perempuanmu?”tanya Nabi Muhammad kembali. Pemuda itu menjawab dengan jawaban yang sama. Beliau bertanya lagi“Sukakah kamu bila itu terjadi pada istrimu?”.Anak muda itu menjawab, “Tidak, Demi Allah”. Rasulullah lalu berkata,“Demikianlah halnya dengan semua perempuan, mereka itu berkedudukan sebagai ibu, saudara perempuan, istri, atau anak perempuan.”Kemudian beliau meletakkan telapak tangannya di dada pemuda itu, lalu mendoakannya.
Alangkah indahnya teladan yang diberikan Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajarannya, begitu lembut dan penuh dengan kasih sayang. Nasihatnya, tidak menyakiti si pendengarnya, bahkan menyadari kekeliruan yang dibuatnya. Dan, si pendengar tidak menganggap nasihat itu sebagai larangan, melainkan contoh yang akan terjadi terhadap dirinya dan keluarganya.
Ketika melihat puisi Allah (QS. an-Nahl: 125) yang begitu manusiawi, dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dengan rasa kasih sayang. Bahwa orang yang melakukan dakwah secara anarkis dan mengatasnamakan pembelaan Islam, justru dirinya terkesan lebih hebat, lebih mulia bahkan paling benar dari Islam. Allah serta utusan-Nya, memberikan contoh yang baik dan menjunjung tinggi hak manusia.
Sesungguhnya Islam tidak mengajarkan dakwah dengan melakukan kekerasan, dan menganggap dirinya paling benar/hebat. Perlu diingat, Allah itu Maha Benar, Allah itu Maha Segalanya. Kalau manusia ingin hebat, maka dia harus bisa menaklukkan dirinya sendiri. Sebagaimana yang perkataan Nabi Muhammad setelah Perang Badar, bahwa perang besar adalah perang melawan hawa nafsu.
Sisi kemanusiaan
Nabi Muhammad telah melakukan dakwah yang dengan rasa kemanusiaan yang sangat tinggi, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Berbanding terbalik, sifat-sifat kemanusiawian seseorang (terutama umat muslim) sekarang semakin terkikis dan menghilang dari kehidupan sosial. Mereka (baik Ormas atau perorangan) akan melakukan tindakkan anarki sekedar untuk menegakkan ideologinya. Yang menusuk hati adalah mereka mengatasnamakan jihad dibawah bendera islam.
Ketika melihat semakin merosotnya nilai-nilai kemanusiaan pada umat muslim, mulailah melakukan perubahan cara berpikir yang arif. Melakukan tindakan yang diajarkan Nabi Muhammad secara untuh dan sungguh-sungguh. Tidak hanya melakukan tindakan melepas kewajiban manusia sebagai hamba Allah.
Seseorang melakukan ibadah hanya melepaskan kewajiban sebagai hamba Allah –baik shalat, zakat dan lainnya, tanpa melakukan penghayatan kenapa manusia disuruh menyebah Allah dan berbuat baik kepada manusia? Yang terjadi adalah pedang untuk menanam ajaran Nabi Muhammad.
Jangan dilupakan, Allah menyuruh hambanya tidak hanya menyebah dengan-Nya saja, melainkan Allah menyuruh menyebarkan virus-virus kebaikan kepada sesama manusia untuk menyempurnakan kehidupan di dunia. Semoga tidak ada kekerasan atas nama Islam, karena Islam tak perlu dibela.