Dakwahtainment Sebagai Strategi Kampanye Moderasi Beragama di Kalangan Gen-Z

Dakwahtainment Sebagai Strategi Kampanye Moderasi Beragama di Kalangan Gen-Z

- in Narasi
452
0
Dakwahtainment Sebagai Strategi Kampanye Moderasi Beragama di Kalangan Gen-Z

Dalam beberapa tahun, minat generasi Z pada agama mengalami peningkatan signifikan. Gen-Z bisa diidentifikasi dari setidaknya dua hal, yakni waktu kelahiran dan karakteristiknya. Dari tahun kelahiran, gen Z adalah mereka yang lahir dari tahun 1997-2012.

Sedangkan ditilik karakteristiknya, gen Z dikenal kritis, digital friendly, lebih suka audio-visual ketimbang teks, kreatif, inovatif, kolaboratif, terbuka, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, namun kerap mengalami gangguan mental seperti overthinking, anxiety, bahkan depresi.

Di satu sisi, gen Z dikenal memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kritis serta terbuka pada hal-hal baru. Namun di sisi lain mereka mudah galau. Maka, generasi tua (baby boomer) menyebut mereka sebagai generasi yang cerdas namun lemah mental.

Lantas, bagaimana dalam hal beragama? Survey The Alvara Institute tahun 2017 menyebutkan bahwa posisi agama memiliki peran signifikan di kalangan gen Z. Sebanyak 70 persen responden dari kaum gen Z mengatakan bahwa agama menjadi salah satu sumber kebahagiaan mereka.

Namun, ironisnya disaat ghiroh beragama di kalangan gen Z ini meningkat, potensi keterpaparan mereka pada ideologi radikal juga sangat tinggi. Ada beragam faktor, antara lain.

Mengapa Gen-Z Rawan Terpapar Radikalisme?

Pertama, kaum gen Z utamanya yang berlatar belakang masyarakat urban cenderung tidak memiliki pengetahuan agama yang mumpuni. Alhasil, mereka kerap belajar agama kepada sumber yang tidak memiliki validitas keilmuan Islam.Alhasil, pengetahuan keislaman yang diperolehnya pun sepotong-sepotong alias tidak utuh.

Kedua, mayoritas gen Z belajar agama Islam melalui gadget tanpa panduan yang jelas kajian mana yang layak dan tidak layak. Mereka menyerahkan pilihan itu pada algoritma media sosial. Video yang tengah viral itulah yang ditonton. Padahal, yang viral belum tentu benar. Bahkan, tidak jarang ceramah viral justru mengandung muatan paham radikal-ekstrem.

Ketiga, kerentanan kaum gen Z pada penyakit mental seperti keterasingan sampai depresi membuat mereka rawan dicekoki paham ekstrem yang menjanjikan keadilan dan kesejahteraan di masa depan.

Disinilah pentingnya kampanye Islam moderat di kalangan gen Z. Jangan sampai antusiasme gen Z dalam beragama justru menjadi momentum kebangkitan ideologi dan gerakan radikal-ekstrem. Dalam konteks inilah pendekatan dakwahtainment kiranya relevan diterapkan pada kaum gen Z yang dikenal kritis namun terbuka pada pemikiran-pemikiran baru.

Model dakwahtainment pada dasarnya merupakan paduan antara praktik dakwah yang bertujuan menyampaikan kebenaran agama dengan melibatkan unsur hiburan (entertainment). Istilah dakwahtainment ini merujuk pada fenomena dakwah di media massa atau media digital yang marak belakangan ini dan sebagian besar penikmatnya adalah kaum muda milenial dan gen Z.

Model dakwahtainment ini dicirikan oleh setidaknya empat hal. Pertama, disampaikan dengan bahasa yang populer, sederhana, dan mudah dipahami oleh seluruh kalangan dari ragam latar belakang. Kedua, disampaikan melalui komunikasi interaktif alias dua arah dimana pendakwah dan jamaah memiliki kedudukan yang setara.

Ketiga, fokus pada persoalan konkret dan spesifik ayang dialami masyarakat, utamanya kaum muda sekaligus menghadirkan solusinya. Keempat, dikemas dalam bentuk konten audio-visual yang bisa diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Mengembakan Dakwahtaiment di Kalangan Gen-Z

Sayangnya justru dakwahtainment itu lebih banyak diadaptasi oleh pendakwah konservatif. Sebut saja misalnya dakwah Felix Shiaw, Khaled Basalamah, dan lainnya yang justru lebih bisa diterima gen Z. Dari kelompok moderat belum banyak pendakwah yang mengadaptasi model dakwahtainment ini.

Nama Habib Husein bin Ja’far Hadar barangkali merupakan saru dari sedikit pendakwah Islam moderat yang memakai pendekatan dakwahtainment. Ia memakai kanal media sosial sebagai sarana dakwah yang menyasar kaum muda milenial dan gen Z. Tema dakwahnya luas dari tema ibadah praktis, sampai isu berat seperti tasawuf dan filsafat.

Namun, ia lihai mengemas dan menyajikannya dengan bahasa yang populer dan mudah dipahami. Ia pun tidak segan berkolaborasi dengan anak muda lintas kalangan, mulai dari artis, musisi, sampai komedian.

Ia memahami bahwa anak muda harus didekati sesuai minatnya. Strategi itu terbukti berhasil dalam memperkenalkan dan mengampanyekan corak Islam moderat di kalangan milenial dan gen Z.

Hal yang sama juga dilakukan oleh para kiai muda NU di daerah. Misalnya, yang tengah viral hari-hari belakangan ini, yakni Gus Iqdam dari Jawa Timur. Potongan videonya selalu menjadi FYP di TikTok. Ceramahnya ringan, humoris, dan kerap berkolaborasi dengan artis dangdut atau pelawak lokal.

Dakwahtainment bisa dilakukan tanpa mendegradasi makna dan kesucian dakwah. Dakwahtainment adalah strategi beradaptasi dengan kondisi yang diperbolehka dalam hukum Islam. Sebelumnya, Walisongo juga mendakwahkan Islam dengan pendekatan seni dan budaya lokal yang saat itu digandrungi masyarakat. Kini, para pendakwah juga dituntut mampu beradaptasi dengan situasi terutama terkait demografi umat Islam yang hari ini mayoritas didominiasi oleh kaum milenial dan gen Z.

Facebook Comments