Tak bisa disangkal bahwa kaum radikal seringkali membawa dalil-dalil al Qur’an dalam melaksanakan aksi-aksi terornya. Hampir semua aksinya didasarkan kepada ayat-ayat al Qur’an maupun hadits. Namun ada beberapa ayat al Qur’an dan hadits yang enggan bahkan ditakuti oleh mereka. Sehingga jangankan membacanya, mengingat saja, rasanya takut. Saya menduga ayat-ayat ini ingin segera dihapus dalam al Qur’an karena dianggap mengganggu aksi brutalnya.
Jauh sebelum berbicara soal dalil yang ditakuti oleh kaum radikal, baiknya kita membahas dulu soal bagaimana Islam berbicara soal kehidupan ini, baik itu politik, ekonomi, dan relasi antar manusia. Terus terang, Islam itu sangat lengkap. Islam tidak hadir hanya dalam satu ranah persoalan tapi merasuk ke dalam jantung kehidupan. Tidak secara parsial memang, tapi Islam memberikan nilai dan rambu dalam kehidupan ini. Sehingga apa yang tidak disebutkan secara tekstual, tentunya tersirat juga dalam bingkai yang lebih besar bernama ajaran-ajaran syar’i. Yakni tujuan hidup dalam beragama.
Tujuan hidup beragama ini mencakup unsur agama, hak hidup, hak melindungi harta diri sendiri, dan hak untuk melanjutkan kehidupan. Semua itu merupakan inti tujuan hidup beragama dari sejak manusia ada. Allah mengisyaratkan tentang tujuan beragama ini dalam al Qur’an Asy-Syuura: 13. Bahwa ajaran yang diterima Nabi Muhammad, baik wahyu tertulis berupa al Qur’an maupun tidak berupa hadits merupakan wasiat Allah lintas agama dan lintas generasi. Artinya, di agama apa pun akan ditemui tentang tujuan hidup beragama seperti disebutkan di atas. Oleh karena itu, ajaran seperti larangan mencuri, menghardik anak yatim, dan menghormati orang lain diajarkan dalam setiap agama.
Kecuali itu, orang-orang teroris berupaya mengingkari ajaran luhur dan mulia tersebut. Karenanya, ada dalil al Qur’an yang berusaha dihindari oleh kaum radikal, seperti; pertama, tentang larangan menghina sesembahan agama lain (QS: al An’am; 108). Akan tetapi apa yang dilakukan oleh kaum radikal justru sebaliknya. Yakni menghina sesembahan orang lain bahkan menghancurkannya. Perbuatan ini sampai kapan pun dan dilihat dari aspek mana pun tetap akan bertentangan dengan al Qur’an. Itulah mengapa, ayat ini tidak pernah muncul di bibir kaum radikal.
Kedua, ayat yang memberikan cara pandang yang objektif tentang agama lain. Memang di beberapa ayat al Qur’an Allah berulang kali mengkritik perilaku keberagamaan orang Yahudi dan Nashrani. Misalnya, ayat tentang ketidak relaan orang Yahudi dan Nashrani terhadap umat Islam, yang selalu dijadikan dalil utama dalam menghancurkan agama lain oleh kelompok radikal. Namun, di ayat lain, justru Allah memuji perilaku kaum Yahudi dan Nashrani. Bahwa di antara mereka ada orang yang jujur dan bersujud kepada Allah. Cara pandang al Qur’an yang Maha Adil terhadap agama lain ini seharusnya menjadi pedoman bagi umat Islam. Bahwa kejelakan yang dilakukan oleh satu orang tidak bisa dipukul rata. Maka menghancurkan seluruh umat agama lain, dengan tegas bertentangan dengan ayat ini.
Apalagi yang ketiga, yakni larangan membunuh orang lain dengan sewenang apalagi tanpa proses hukum apakah orang tersebut bersalah atau tidak (QS; Al Ma’idah: 32). Membunuh satu orang laksana membunuh semua manusia, demikian firman Allah. Tapiayat ini tak pernah digubris oleh kaum teroris. Mereka berkilah bahwa yang dibunuh itu adalah orang kafir. Tapi benarkah kafir? Apa yang dinamakan kafir? Belum pernah ada standart khusus dalam hukum. Mereka asal membunuh tanpa terkecuali. Syekh Said Ramadhan al Buthi merupakan tokoh agama yang sangat berhati-hati memegang Islam tetap mereka bunuh. Disinilah pertentangan al Qur’an khususnya dan Islam secara umum dengan kaum radikal teroris itu.
Lalu teroris itu siapa? Mereka adalah al musytarun bi ayatillah, para penjual ayat-ayat Allah. Mereka menghafal ayat-ayat al Qur’an sebagian dan mengabaikan dan bahkan menghindari sebagian yang lain. Pemilahan ayat ini bertujuan untuk menghipnotis umat Islam agar mengikuti gerakan-gerakan brutalnya guna mencapai kekuasaan duniawi. Na’udzubillah!