Dalil Larangan Ghuluw; Egoisme Beragama yang Dikecam Islam

Dalil Larangan Ghuluw; Egoisme Beragama yang Dikecam Islam

- in Keagamaan
178
0
Dalil Larangan Ghuluw; Egoisme Beragama yang Dikecam Islam

Islam adalah agama moderat yang menempatkan sikap tengah-tengah (tidak ekstrem) sebagai pilihan terbaik. Maka, Islam sangat melarang umatnya untuk bersikap berlebihan. Termasuk dalam urusan keagamaan. Alquran memakai istilah ghuluw untuk menggambarkan sikap berlebihan. Menurut ulama Wahbah Zuhaili, pemilihan kata ghuluw ini bukan sebuah kebetulan.

Di dalam Bahasa Arab, ada beragam kata untuk menggambarkan sikap berlebihan. Antara lain, israf, ifrath, dan thatharruf. Namun, Alquran lebih memilih menggunakan kata ghuluw karena kata ini menggambarkan sikap berlebihan yang dilandasi oleh hawa nafsu (setan) meski kadang perbuatan itu dari luar tampak baik.

Merujuk pendapat Imam Fakhrudin al Razi, sikap berlebihan atau ghuluw dalam beragama itu termasuk mazmumah (dikecam) dan dianggap bathil (jelek) oleh Islam. Menurut Al Razi, ghuluw dalam beragam itu dibagi ke dalam empat tipe.

Tiga Macam Ghuluw Beragama

Pertama, ghuluw ibadah, yakni mengharamkan apa yang sebenarnya halal, dan menghalalkan apa yang telah diharamkan. Dalam berislam, tuntunan kita itu jelas, yakni Alquran dan hadist. Apa yang disyariahkan oleh kedua sumber itu, maka hukumnya wajib. Sedangkan apa yang dilarang, hukumnya haram. Mengubah atau menukar hukum sesuatu barang atau perbuatan adalah tindakan ghuluw ibadah.

Kedua, ghuluw takfir yakni menuding kafir terhadap sesama muslim yang berbeda pandangan mazhab atau fiqih. Di dalam Islam, memang dikenal beragam aliran mazhab dan pemikiran fiqih. Selama, muslim masih berpegang teguh pada ajaran tauhid, maka tidak boleh dikafirkan. Perbedaan dalam hal ubudiyah atau muamalah adalah khilafiyah yang biasa dalam Islam.

Ketiga, ghuluw akidah yakni mengkultuskan nabi, ulama, atau siapa pun seolah-olah posisinya sama dengan Allah. Islam sangat menentang keras kultus individu, yakni penghormatan berlebihan pada sosok individu. Kultus individu dilarang Islam, lantaran bisa menjerumuskan manusia dalam perilaku murtad.

Larangan sikap ghuluw beragama secara eksplisit telah dicantumkan dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 77. Yang artinya, “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus“.

Ayat di atas adalah teguran atas umat terdahulu, Yahudi dan Nasrani yang berlebihan dalam menjalani ajaran agamanya. Larangan ghuluw beragama juga terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 185 yang artinya, “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”. Ayat ini menyiratkan pesan bahwa ajaran Islam hadir untuk memudahkan hidup manusia, bukan mempersulit.

Di surat lainnya, yakni Al Hajj ayat ke- 78 Allah berfirman, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.

Tidak hanya dalam Alquran, larangan bersikap ghuluw dalam beragama juga disampaikan langsung oleh Rasulullah. Yakni dalam hadist yang berbunyi “Jauhkan diri kalian dari berlebih-lebihan (ghuluw) dalam agama. Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian”.

Mengapa Islam Melarang Ghuluw Beragama?

Lantas, mengapa Islam melarang sikap ghuluw dalam beragama? Jika ditinjau dari sisi teologis, ghuluw beragama itu rawan merusak ajaran agama itu sendiri. Hal yang sudah ditetapkan oleh Allah melalui Alquran dan sunnah Nabi berpotensi rusak jika manusia bersikap berlebihan dengan menambahi atau menguranginya.

Sedangkan dari sisi sosiologis, sikap ghuluw beragama berpotensi merusak kohesi sosial dan kerukunan beragama. Sikap mudah menyalahkan apalagi mengkafirkan kelompok yang berbeda mazhab, aliran, atau pandangan fiqih akan merusak ukhuwah islamiyyah.

Dalam konteks kekinian, sikap ghuluw ini berkembang sedemikian rupa dan mewujud ke dalam beragam bentuk. Yang paling populer adalah sikap intoleran dan arogan terhadap kelompok agama lain. Sikap yang dilandasi atas keyakinan bahwa agama sendiri paling benar dan menganggap agama lain sebagai ancaman atau musuh.

Peristiwa pembubaran kegiatan ibadah umat Kristen yang terjadi di Tangerang dan Gresik sebagaimana ramai diperbincangkan belakangan ini adalah salah satu wujud ghuluw beragama di era modern-kontemporer. Sikap berlebihan dalam menjaga kesucian agama dengan menegasikan kelompok agama lain.

Sikap yang demikian ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Di masa lalu, tepatnya di era kekhalifahan, kelompok non-muslim bebas menjalankan ajaran agama dan beribadah tanpa ada intimidasi dan diskriminasi. Bahkan, di masa kekhalifahan pun pluralitas agama itu dilindungi oleh kekuasaan Islam. Maka, dalam konteks NKRI yang berbasis Pancasila, ghuluw beragama seperti intoleransi dan persekusi idealnya tidak lagi ada.

Facebook Comments