Pemilihan umum (Pemilu) adalah momen penting dalam kehidupan demokratis suatu negara. Pemilu merupakan tonggak demokrasi yang menjadi medan pertempuran gagasan dan kepentingan. Namun, dalam konteks persaingan yang tidak matang, kontestasi politik bisa menjadi ladang subur bagi tumbuhnya bibit radikalisme dan intoleransi.
Kontestasi politik dalam Pemilu yang meniscayakan pertemuan kepentingan yang berbeda sering kali memunculkan konflik dan perpecahan di antara masyarakat. Ketidakmatangan dalam menghadapi perbedaan ini dapat menghasilkan dendam, kebencian, dan bahkan memperdalam kesenjangan antar kelompok.
Dalam skala yang lebih luas, kontestasi politik juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan tertentu untuk mengadu domba masyarakat dengan memperkuat isu-isu identitas politik. Ketika politik identitas dan sentimen kelompok menjadi fokus utama, upaya radikalisasi masyarakat pun semakin memudar. Bibit intoleransi dan radikalisme tumbuh subur di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, di tengah masyarakat tercipta rasa kebencian, dendam, saling curiga, dan ketidakpercayaan terhadap sistem.
Tiga Langkah Deradikalisasi Pemilu
Deradikalisasi pemilu menjadi sangat penting untuk membersihkan kontestasi politik dari nuansa negatif tersebut. Ini bukan hanya tentang menghilangkan kebencian, intoleransi, dan ketidakpercayaan terhadap sistem demokrasi, tetapi juga tentang memastikan bahwa pemilu menjadi panggung untuk kepentingan bersama.
Transformasi kontestasi politik dari politisasi identitas dan sentimen kelompok menjadi kontestasi untuk kepentingan bersama adalah langkah pertama dalam deradikalisasi pemilu. Ini berarti mengubah pandangan politik dari fokus pada kepentingan kelompok ke arah kepentingan yang lebih luas bagi kemajuan bangsa.
Selanjutnya, deradikalisasi pemilu juga berarti membersihkan kontestasi politik dari nuansa kebencian, intoleransi, dendam, dan politisasi identitas yang menguat. Pemilu bukan tentang memenangkan kepentingan kelompok berdasarkan identitas tertentu, tetapi tentang kemenangan bersama seluruh bangsa. Nuansa untuk menanamkan kebencian dan intoleransi harus dihapuskan.
Terakhir, upaya deradikalisasi Pemilu berarti membersihkan pengaruh kelompok yang menunggangi pemilu untuk tujuan-tujuan yang tidak konstruktif. Narasi yang seringkali memecah belah harus dihindari karena sejatinya ada kepentingan yang menginginkan konflik dan chaos karena perbedaan kepentingan politik.
Deradikalisasi pemilu bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis. Dengan mengubah narasi politik dari perpecahan menjadi kerja sama, kita dapat menciptakan pemilu yang bersih dari konflik dan perpecahan.
Hanya dengan upaya bersama dan komitmen untuk menghormati perbedaan, kita dapat melangkah menuju pemilu yang sesungguhnya menjadi panggung bagi aspirasi dan kepentingan bersama. Dengan demikian, kita dapat membuktikan bahwa pemilu adalah proses yang dapat mempersatukan, bukan memecah belah, masyarakat.