Secara epistemologis, ada dua syariat Islam yang perlu dan penting untuk kita ketahui di tengah darurat wabah covid-19 ini. Pertama, pentingnya ketaatan terhadap pemerintah (umara’). Kedua, pentingnya menjaga keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs). Dua aturan etis ini sebetulnya berkesinambungan, saling mengikat dan keduanya penting untuk dilakukan. Karena mengacu ke dalam wilayah (kemaslahatan) yang terbangun. Sebagaimana titik-temu tujuan syariat Islam itu sendiri.
Pertama, Islam dalam Al-Qur’an meniscayakan etimologi hukum “Ati’ullah wa’atiurasul-waulilamri mingkum” (An-Nissa:59) yaitu meniscayakan “kata” (jalan keselamatan) dengan taat kepada Allah SWT, Kepada Rasulullah dan terakhir kepada (pemerintah). Dalam konteks menghadapi wabah covid-19, tentu sebagai (kewajiban) seorang pemimpin atau pemerintah berupaya semaksimal mungkin (mencari-solusi) agar menyelamatkan umat dari ancaman kesehatan dan keselamatan di tengah penularan virus tersebut.
Maka, sangat logis apa-bila pemerintah membuat kebijakan layaknya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari tanggal 3 Juli 2021-20 Juli 2021, khususnya daerah Jawa-Bali. Karena, secara medis, ini dapat menghindari penularan covid-19 di dua daerah tersebut yang kini tengah menggila penularan-nya. Karena, ancaman kesehatan dan keselamatan masyarakat benar-benar (darurat) dalam arti pemahaman, perlu kebijakan yang demikian untuk mengembalikan keadaan.
Kedua, Al-Qur’an selalu menitik-berat-kan kita ke dalam perilaku yang selalu menjaga keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs). Sebagaimana dalam potongan ayat Al-Qur’an surat (Al-Maidah: 32) “Waman Ahyaha faka’annama ahyannasaah jami’ah”. Tentunya, ayat ini secara reflektif, jika dibaca dalam konteks situasi yang sedang kita hadapi, yaitu menghadapi wabah covid-19 yang mudah menular secara generic. Maka, memelihara kehidupan seorang manusia (jaga keselamatan) dengan kita tetap mengikuti protokol kesehatan: seperti menggunakan masker, melakukan vaksinasi dan merespons positif kebijakan pemerintah layaknya PPKM, maka hal demikian adalah cara kita menjaga keselamatan banyak umat manusia. Sebagaimana dari tujuan syariat Islam tersebut.
Karena, kata (Menjaga atau memelihara kehidupan manusia) ini memiliki arti kontekstual, kita memiliki kesadaran akan kepedulian terhadap keselamatan orang lain. Tentu, secara otomatis, orang yang memiliki pemikiran demikian, niscaya telah mampu menjaga keselamatan dirinya. Maka, saya kira sangat relevan bagi kita di era pandemi covid-19. Sebagaimana kita perlu menjaga jarak dan melakukan pembatasan sosial itu adalah satu-satunya jalan kita menjaga atau memelihara kehidupan manusia itu sendiri.
Karena memang secara genetik dan karakteristik virus ini mudah menular. Maka, dengan kita tetap di rumah selama PPKM dan mengikuti semua aturan yang ada, itu adalah bagian dari jalan kita untuk menjaga keselamatan banyak orang dari virus yang (saling-menular) tersebut. Sebagaimana di dalam ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Mai’idah: 32 dalam potongan ayat “Maka, seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia”.
Maka, saya rasa sangat korelasi dengan tujuan syariat Islam yang mengacu ke dalam: pentingnya mengikuti perintah umara’ atau pemimpin serta pentingnya menjaga keselamatan Jiwa di tengah pandemi. Karena memang, di satu sisi pemerintah akan selalu membuat kebijakan yang mengacu ke dalam kemaslahatan, keselamatan, keamanan dan kenyamanan umat. Utamanya di tengah penularan covid-19 ini.
Tentu, di sisi lain kesadaran diri untuk benar-benar menjaga keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs) dengan mengikuti semua aturan protokol kesehatan serta berperan aktif untuk menyukseskan PPKM ini, adalah bagian prioritas syariat Islam yang perlu kita ikuti. Karena didasari atau tidak, ini akan menjadi jalan bagi kita untuk terhindar dari penularan dan terbebas dari ancaman keselamatan nyawa banyak orang. Sebagaimana di dalam A-Qur’an bahwa ini adalah jalan kita untuk memelihara kehidupan semua umat manusia di tengah pandemi yang semakin hari semakin menggila ini.