Kehadiran orang tua (ayah dan ibu sekaligus) dalam pengasuhan anak mempunyai dampak yang sangat besar pada anak, baik itu dalam bersikap, bertindak, maupun berperilaku. Apa jadinya, jika yang hadir itu hanya satu pihak saja (ibu); sementara satu pihak lagi (ayah) absen dalam proses pengasuhan anak. Ketidakhadiran sosok ayah dalam pengasuhan dan tumbuh-kembang anak disebut sebagai fenomena fatherless. Secara fisik boleh jadi ayah ada, tetapi secara psikologis dan mental anak, ayah absen. Anak tidak merasakan akan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya.
Para ahli menyatakan, salah satu sebab terjadinya kenakalan anak-anak dan remaja –baik itu narkoba, tauran, perundungan, maupun tindakan intoleransi dan radikalisme –adalah absennya kehadiran sosok ayah pada anak. Artinya, ketidakhadiran sosok ayah mempunyai hubungan erat dengan fenomena intoleransi dan radikalisme pada anak.
Ibu yang mengajari kelembutan, tapi ayahlah yang mengajari ketegasan. Ibu yang mengajari kasih-sayang, ayahlah mengajari tentang keberanian. Ibu yang memberikan contoh arti sebuah pengabdian, tapi ayahlah yang memberikan contoh apa itu tanggungjawab. Ibu yang mengajari anak untuk berkata iya, tapi ayahlah yang mengajari untuk berkata tidak.
Apa jadinya jika sosok ayah tidak hadir pada anak? Anak tidak mendapatkan pelajaran hidup tentang apa ketegasan, keberanian, tanggungjawab, dan berani berkata: tidak pada narkoba, tidak pada intoleransi, misalnya. Ketika ada paham intoleran atau radikal yang berusaha mempengaruhi anak, sang anak tak mempunyai keberanian dan ketegasan untuk menolak paham tersebut. Sebab, sekali lagi, anak tidak mendapat pengasuhan tentang nilai-nilai itu, yang seharusnya ia dapatkan dari sosok ayah.
Fenomena inilah yang terjadi di Indonesia, banyak anak-anak tidak mendapatkan kehadiran sosok ayah. Indonesia adalah negara ketiga tentang fenomena fatherless ini. Anak hanya mendapatkan pengasuhan dari satu pihak, yaitu ibu.
Fenomena ini dengan mudah kita jumpai di lapangan. Siapa yang pertama kali mengantar sang anak masuk pertama ke sokolah? Praktik di lapangan menunjukkan 85-90 persen adalah ibunya. Siapa yang mengawani anak ketika bermain di tempat main? Kebanyakan adalah ibunya? Bahkan, saya pernah melihat sendiri di tempat sunat anak, siapa yang mengantar anak ketika sang anak mau khitan ke dokter? Ternyata kebanyakan adalah ibunya.
Titik inilah yang kadang tidak disadari, bahwa absennya ayah mempunyai akibat bagi pertumbuhan mental, psikologis, dan pergaulan anak di lapangan. Dan titik ini menjadi pintu masuk radikalisme. Anak tidak mempunyai ketegasan, keberanian, serta tanggungjawab untuk menolak paham-paham radikal yang mempengaruhi dirinya. Yang terjadi justru sebaliknya, ia mudah diajak untuk masuk ke dalam lingkaran radikalisme itu.
Perspektif Al-Quran
Yang menarik adalah, ternyata dalam Al-Quran dialog ayah dengan anak jauh lebih banyak ketimbang dialog ibu dengan anak. Dialog ayah dengan anak terdapat 14 belas tempat, sementara dialog ibu dengan anak hanya 2 tempat saja.
Dialog ayah dengan anak terekam dalam Al-Quran: 1) QS. Al Baqarah 130 – 133 memuat kisah dialog Nabi Ibrahim As dengan ayahnya dan dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya. 2) QS. Al An’am : 74 memuat kisah dialog Nabi Ibrahim As dengan ayahnya. 3) QS. Hud : 42 – 43 memuat kisah dialog Nabi Hud As dengan anaknya. 4) QS. Yusuf : 4 – 5 memuat kisah dialog Nabi Yusuf As dengan ayahnya. 5) QS. Yusuf : 11 – 14 memuat kisah dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya. 6) QS. Yusuf : 16 – 18 memuat kisah dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya.
7) QS. Yusuf : 63 – 67 memuat kisah dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya. 8) QS. Yusuf : 81 – 87 memuat kisah dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya. 9) QS. Yusuf : 94 – 98 memuat kisah dialog Nabi Ya’qub As dengan anaknya. 10) QS. Yusuf : 99 – 100 memuat kisah dialog Nabi Yusuf As dengan ayahnya. 11) QS. Maryam : 41 – 48 memuat kisah dialog Nabi Ibrahim As dengan ayahnya. 12) QS. Al-Qashash : 26 memuat kisah dialog Syaikh Madyan dengan anak perempuannya. 13) QS. Luqman : 13 – 19 memuat kisah dialog Luqman dengan anaknya. 14) QS. Ash-Shaffat : 102 memuat kisah dialog Nabi Ibrahim As dengan anaknya, Ismail.
Sementara dialog ibu dengan anak hanya ada 2 tempat dalam Al-Quran: 1) QS. Maryam : 23 – 26 memuat kisah dialog Maryam dengan janinnya. Dan 2) QS. Al-Qashash : 11 memuat kisah dialog Ibu Musa dengan anak perempuannya.
Pentingnya Sosok Ayah
Dalam koteks inilah, memaksimalkan peran ayah dalam pengasuhan anak serta kahadiran mereka pada tumbuh-kembangnya anak merupakan salah satu cara menangkal radikalisme sejak dini. Sosok ayah memainkan peran krusial dalam membentuk karakter anak-anak, termasuk membentuk nilai-nilai toleransi dalam mereka. Kehadiran sosok ayah dalam kehidupan anak memberikan berbagai manfaat yang signifikan dalam membentuk anak yang berkaraketer toleran.
Pertama, ayah dapat menjadi teladan yang kuat bagi anak dalam hal bagaimana berperilaku, berbicara, dan berinteraksi dengan orang lain. Ketika seorang ayah memperlihatkan sikap yang toleran terhadap perbedaan, anak cenderung mengikuti contoh tersebut.
Kedua, berperan dalam memberikan dukungan emosional dan sosial. Anak yang tumbuh dengan ayah yang aktif secara emosional dan terlibat dalam kehidupan mereka cenderung lebih mampu mengelola konflik, berkomunikasi dengan baik, dan mengembangkan kemampuan empati. Semua ini merupakan aspek penting dalam membentuk karakter toleran.
Ketiga, kehadiran sosok ayah dapat membantu anak mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang peran gender, agama, dan perbedaan suku dan rasa di masyarakat. Ini dapat membantu anak memahami bahwa baik laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan peran yang sama dalam masyarakat serta perbedaan agamaa, suku, dan ras merupakan suatu nikmat, bukan azab.
Pendek kata, kehadiran sosok ayah dalam kehidupan anak adalah faktor penting dalam membentuk karakter toleran. Ayah mempunyai peran penting untuk memastikan bahwa sang anak mendapatkan dukungan untuk tumbuh menjadi individu yang toleran dan berempati