Hari Anak Nasional 2024: Mewariskan Cinta Tanah Air dalam Tumbuh Kembang Anak

Hari Anak Nasional 2024: Mewariskan Cinta Tanah Air dalam Tumbuh Kembang Anak

- in Faktual
83
0
Hari Anak Nasional 2024: Mewariskan Cinta Tanah Air dalam Tumbuh Kembang Anak

Anak mengisi sepertiga dari total penduduk Indonesia dan merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijamin pemenuhan hak dan perlindungannya. Berbagai permasalahan seperti kekerasan, perkawinan anak, anak berhadapan dengan hukum, penyalahgunaan teknologi digital – khususnya dalam bentuk gim dan judi online, serta masalah lainnya yang masih menimpa anak Indonesia, merupakan tantangan bagi kita semua dalam mencetak SDM yang berkualitas untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Yang tak kalah mengkhawatirkan adalah bahwa anak menjadi salah satu target rentan terpapar radikalisasi melalui platform-platform media sosial, selain remaja dan perempuan. Fakta ini menyusul temuan yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada tahun 2023 bahwa anak menjadi korban infiltrasi kelompok radikal di gadget-gadget mereka.

Mengutip situs resmi Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) ke-40 Tahun 2024 mengambil tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan enam subtema yang disesuaikan dengan isu-isu anak terkini dan relevan. Subtema yang dibahas dalam tulisan ini adalah subtema kelima, yaitu “Pancasila di Hati Anak Indonesia”.

Dalam Pedoman Peringatan Hari Anak Nasional ke-40 tahun 2024 disebutkan bahwa Di tengah derasnya arus globalisasi dan pengaruh-pengaruh yang dapat mengancam cara pandang dan kondisi Anak Indonesia. Dalam hal ini anak-anak diajak dan diharapkan dapat semakin memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila menjadi bagian dari nilai perjuangan yang harus ditanamkan dan diimplementasikan dalam kehidupan di tengah masyarakat.

Tulisan ini mengasumsikan bahwa penguatan wawasan kebangsaan ini harus dimulai dari pembentukan karakter terlebih dahulu pada anak. Karakter harus ditumbuhkan karena ia bukan entitas yang bisa diwariskan. Sama halnya dengan kepribadian seorang anak yang tidak diwarisi sejak lahir sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang diwarisi hanyalah predisposisi atau kecenderungan untuk berkembang dalam cara tertentu.

Karakter disusun dari kualitas-kualitas dan sifat dasar yang menetap secara berangsur-angsur, sehingga masuk akal apabila pembangunannya perlu dilakukan sedari dini. Setelah tertanam dan berakar, karakter akan menetap selamanya dan menjadi ciri khas untuk mengidentifikasikan seseorang secara khusus.

Terdapat lima elemen yang perlu dibiasakan agar melekat pada karakter anak sejak usia dini; pertama, sikap komitmen kebangsaan yang diwujudkan dalam landasan kecintaan kepada tanah air dan nasionalisme. Pembiasaan ini bisa dimulai dari menanamkan sikap cinta terhadap produk dalam negeri dan melalui cerita-cerita sejarah bangsa sehingga melahirkan karakter patriotisme.

Kedua, menamkan sikap kebhinekaan melalui penekanan kesadaran kehidupan plural dan heterogen. Sikap ini juga memuat kesadaran akan kesetaraan terhadap yang beragam itu, termasuk nilai demokrasi yang mengakui bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, keadilan untuk memberikan hak yang sama, dan edukasi untuk mengindari sikap diskriminatif.

Ketiga, sikap toleransi yang ditumbuhkan dan dibiasakan dengan penerapan di situasi keluarga, misalnya adanya saling menghormati pendapat anggota keluarga lainnya atau mengajari untuk berteman dengan yang berbeda agama, dan semacamnya. Dalam konteks ini, anak diajak untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dari hal yang paling mendasar dan relevan dengan pemahaman si anak. Misalnya mengajak untuk rajin beribadah dan tetap berbuat baik kepada teman si anak yang tidak seagama.

Keempat, nilai-nilai kemanusiaan dengan menekankan sikap menghargai agama lain, mengakui sebagai sesama manusia dan kultur damai dengan membudayakan senyum salam, sapa, sopan, dan santun sejak dini. Anak akan merasa bahwa kemanusiaan berarti menolak segala bentuk kekerasan. Kemanusiaan berarti persaudaraan, bukan permusuhan.

Kelima, kesadaran kearifan lokal dengan menumbuhkan, memperkenalkan, dan melestarikan kearifan budaya setempat dalam benak anak. Salah satu celah masuknya paham radikal trans-nasional adalah pengingkaran terhadap lokalitas bangsa. Karena itu, anak perlu diperkenalkan bahwa Nusantara menyimpan banyak tradisi dan budaya, seperti dongeng-dongeng, lagu daerah, kesenian budaya, yang semuanya itu saling bersinergi membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sikap-sikap ini nantinya akan melekat dan membentuk pribadi anak yang akan dibawa sampai ia dewasa. Ketika anak sudah memasuki fase dewasa, nilai-nilai itu akan menjadi fondasi nalar baru ketika ia bertemu dengan lingkungan baru dan gagasan baru.

Hari Anak Nasional dirayakan sebagai momentum penting untuk mengkampanyekan pemenuhan hak anak atas hak hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam pengertian ini, kesejahteraan anak bukan hanya soal pemenuhan hak secara materiil tetapi juga hak untuk terbebas dari paham kekerasan, terbebas dari ideologi ekstrem, dan bebas dari sikap intoleran.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), anak-anak Indonesia yang berjumlah 79,4 juta jiwa atau 28,82% dari total penduduk saat ini memegang peranan strategis ketika 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045. Jika karakter-karakter kebangsaan tersebut sudah terpatri, tidak menutup kemungkinan mereka bakal menjadi agensi penting laju bangsa ke depan yang diharapkan menjadi generasi emas yang cerdas, sehat, unggul, berkarakter dan dalam suka cita yang bersendikan kepada nilai-nilai moral yang kuat.

Facebook Comments