Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke 78 ini, beberapa kampus sudah menyelenggarakan orientasi pengenalan kampus bagi mahasiswa baru, baik PTN maupun PTKIN. Di tengah momen pengenalan kampus untuk mahasiswa baru ini, ternyata ada salah satu organisasi radikal dan intoleran di kampus yang justru masih aktif melakukan proyek regenerasi keanggotaan.
Padahal di momen HUT RI yang ke 78 ini, idealnya kita sudah harus merdeka dari organisasi radikal dan intoleran di ranah kampus. Karena organisasi semacam ini sangat berbahaya bagi eksistensi dan masa depan generasi muda. Maka dari itu, mahasiswa baru perlu berhati-hati terhadap kelompok organisasi mahasiswa yang cenderung mengatasnamakan Islam ini.
Salah satu organisasi radikal ini adalah Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan. Organisasi mahasiswa bentukan Hizbut Tahrir Indonesia pada tahun 2004 ini, hingga kini masih terus mengepakkan sayap organisasinya di ranah kampus. Organisasi mahasiswa ini masih aktif salah satunya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa kali penulis jumpai kajian yang mereka selenggarakan di Student Center UIN Jakarta.
Secara historis, Gema Pembebasan merupakan gerakan mahasiswa Islam berbasis di kampus yang secara terbuka memproklamirkan khilafah dalam gerakannya. Sebagai anak kandung HTI, mereka terus konsisten menyuarakan ditegakkannya panji khilafah di Indonesia. Dalam hal ini bagi mereka, hal ini adalah jihad fi sabilillah.
Menurut Lufaefi (2019; 68), Gema Pembebasan sering tampil dalam aksi-aksi Mahasiswa untuk membela Islam. Aksi bela Islam yang mereka lakukan memiliki tujuan meminta keadilan yang diyakininya, seperti Aksi di Monas untuk menolak Perppu Ormas (2017), aksi di depan Gedung Sate Bandung tuntutan menangkap Ahok (2016), aksi tolak kenaikan harga BBM di Solo (2013), aksi menuntut tegaknya Syariah dan Khilafah sebagai ganti Demokrasi di depan Istana Negara Jakarta (2012), dan aksi-aksi bernuansa khilafah lainnya.
Mereka begitu literal dalam memaknai kata jihad, bagi Gema Pembebasan, jihad dimaksudkan agar kekuasaan Islam menjadi meluas dan agar orang-orang memeluk Islam, atau jika tidak mau masuk Islam, mereka harus menjadi orang yang tunduk dengan sistem Islam (ahlu adzzimmah), yaitu khilāfah islāmiyyah; negara satu kepemimpinan yang menerapkan syariah/hukum Islam untuk seluruh dunia.
Pendefinisian jihad di sini dengan maksud perang di jalan Allah, juga sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani (Pendiri Hizbut Tahrir) bahwa jihad adalah mengerahkan kemampuan dalam perang di jalan Allah secara langsung, atau membantu peperangan tersebut dengan harta, fikiran, memperbanyak pasukan perang, dan lainnya.
Merdeka dari Organisasi Berbahaya
Organisasi Mahasiswa seperti Gema Pembebasan inilah yang perlu diwaspadai oleh mahasiswa baru. Mengingat mereka merupakan organisasi ekstra kampus, yang tidak terikat resmi dengan kebijakan kampus. Mereka adalah kelompok luar yang sebenarnya tidak diharapkan keberadaannya di dalam kampus.
Momentum pengenalan kampus di Perguruan tinggi biasanya dimanfaatkan oleh mereka untuk melanjutkan proses kaderisasi anggotanya. Artinya, mereka tetap berusaha merekrut mahasiswa baru untuk menjadi bagian dari mereka dan menjadi tentara-tentara kecil HTI di kampus.
Untuk itu, para mahasiswa baru perlu mewaspadai ajakan-ajakan mereka untuk bergabung dengan komunitasnya. Meskipun secara tidak langsung menjadi panitia pengenalan kampus, namun pasca terselenggaranya kegiatan semacam Ospek atau PBAK, mereka biasanya gencar melakukan diplomasi persuasif kepada mahasiswa yang kurang pemahamannya terhadap nasionalisme dan kebangsaan.
Dengan strategi Open Recruitment keanggotaan, mereka biasanya di awal tidak secara terang-terangan mengajak untuk menegakkan khilafah di Kampus. Namun setelah korban (mahasiswa baru) masuk ke perangkap mereka, pelan-pelan mereka kemudian melakukan ideologisasi atau indoktrinasi sehingga korban pada akhirnya terlena dengan ideologi yang mereka perjuangkan.
Terlepas dari itu semua, di momen Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) yang ke 78 ini, kampus idealnya melakukan sosialisasi secara efektif kepada mahasiswa baru mengenai peraturan Permenristekdikti No. 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Lingkungan Kampus.
Hal ini juga bisa menjadi salah satu pedoman bagi perguruan tinggi untuk membentengi kegiatan kemahasiswaan yang berpotensi radikal salah satunya mewaspadai organisasi yang berbahaya ini dan juga menjadi salah satu media membina wawasan ideologi bangsa kepada mahasiswa baru.
Akhirnya, penting bagi kampus secara khusus untuk mengantisipasi dan mewaspadai geliat organisasi mahasiswa radikal dan intoleran seperti Gema Pembebasan ini yang tentunya berbahaya. Karena jika dibiarkan, mereka akan terus menjadi corong untuk menggerogoti ideologi Pancasila dan menjadi dalang dibalik disintegrasi bangsa. Merdeka!!!.