Instropeksi Diri, Bukankah Nabi diutus untuk Menyempurnakan Akhlak?

Instropeksi Diri, Bukankah Nabi diutus untuk Menyempurnakan Akhlak?

- in Narasi
564
2
Instropeksi Diri, Bukankah Nabi diutus untuk Menyempurnakan Akhlak?

Tanggal 21 Agustus 2018 lalu, mungkin adalah waktu yang amat tidak menyenangkan bagi Meiliana. Seorang warga etnis Tionghoa yang beragama Budha ini harus menelan pil pahit karena dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Medan dengan dakwaan menistakan agama Islam.

Keluhannya pada tahun 2016 lalu terhadap terlalu kerasnya volume suara adzan yang dilantunkan di Masjid Al-Maksum Tanjung Balai harus berbuah tragis. Ia harus mengahadapi kenyataan divonis hukuman penjara 18 bulan.

Kalau kita mau lebih jeli terkait kasus Meiliana tersebut, bukankah sebenarnya Meiliana tidak hendak memaki-maki suara adzan yang digemakan lewat pengeras suara. Meiliana tidak sedang memprotes adzannya. Akan tetapi ia mengeluhkan atau memprotes volume suara adzan yang terlalu keras. Tentu suatu hal yang berbeda memprotes volume suara adzan yang terlalu keras dengan protes terhadap adzan itu sendiri

Beberapa waktu yang lalu sebenarnya juga terjadi kasus yang hampir serupa dengan kasus Meiliana, tapi sedikit beda. Ya, waktu itu, Sukmawati mengatakan suara kidung ibu Indonesia lebih indah dari suara Adzan lewat puisi yang dibacakannya di acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 . Saya kira apa yang diucapkan oleh Sukmawati dalam puisinya lebih parah dibanding keluhan atau protes Meiliana. Bedanya kasus Meiliana ini berujung pada hukuman penjara, sedang kasus Sukmawati tidak sampai berujung penjara. Bahkan kasusnya Meiliana difatwakan menistakan agama oleh MUI, sedang kasus Sukmawati tidak difatwakan menista agama. Padahal keduanya sama-sama telah meminta maaf.

Tidak hanya itu, dengan logika sederhana saja, sebenarnya kita dapat melihat ketimpangan hukum yang terjadi pada kasus Meiliana. Mengapa para pembakar vihara, klenteng dan beberapa kendaraan bermotor di Tanjung Balai sebagai balasan terhadap keluhan atau protes volume suara adzan yang dilakukan Meiliana, hanya mendapat hukuman di bawah dua bulan. Sedangkan Meiliana diganjar dengan hukuman 18 bulan penjara. Nampaknya sangat jelas terjadi ketimpangan hukum di situ.

Momen Introspeksi Diri

Dari kasus Meiliana tersebut, marilah kita introspeksi diri. Melihat ke dalam diri kita sendiri, apakah kira-kira perlakuan terhadap Meiliana sudah mendekati keadilan atau malah sebaliknya? Apakah tindakan tersebut mempresentasikan Islam? Islam yang yang rahmatan lil ‘alamin. Bukankah Nabi diutus kedunia untuk menyempurnakan akhlak. Apakah sudah benar akhlak kita kepada sesama manusia seperti itu? Bukankah Nabi selalu mengajarkan untuk berbuat baik kepada siapa saja, sekalipun kita di sakiti.

Baca Juga :Saatnya Pemuda Satukan Tekad Lawan Radikalisme!

Padahal kemarin ada salah seorang ustadz yang mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah teresat, tapi tidak ada yang memfatwakannya sebagai penista agama, atau bahkan mendemonya berjilid-jilid.

Penulis ingin mengajak pembaca merenung dengan belajar pada kisah Nabi Muhamad SAW berdasarkan tulisan Nurul H. Maarif, seorang pengelola PP Qothorul Falah Lebak Banten dan dosen di beberapa perguruan tinggi. Dikisahkan di sudut pasar Madinah, sorang pengemis buta beragama Yahudi selalu menghina dan mencaci Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut ia lakukan hampir setiap hari. Bila seseorang mendekatinya, ia akan berkata: “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad. Dia hanyalah orang gila. Dia juga pembohong. Dia juga tukang sihir. Siapapun yang mendekatinya maka akan dipengaruhinya.”

Apa reaksi Nabi Muhammmad SAW saat mengetahui dirinya dihina dan dijatukan martabatnya. Beliau tidak marah, benci atau dendam. Justru konon setiap pagi Nabi Muhammad SAW malah mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berkata sepatah kata pun, beliau menyuapkan makanan itu kepada pengemis tadi dengan lembut dan penuh kasih sayang. Beliau melakukan rutinitas itu hingga menjelang wafatnya.

Dikisahkan juga, suatu ketika Abu Bakar berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah, yang juga merupakan istri Nabi Muhammad SAW. Beliau bertanya kepada putrinya tersebut tentang sunnah apakah yang belum ia kerjakan. Padahal Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang ahli sunnah. Ternyata ada sunnah yang belum ia kerjakan kata Aisyah. Yaitu membawakan makanan dan menyuapkannya kepada pengemis Yahudi yang buta.

Akhirnya di suatu pagi Abu Bakar benar-benar menuju pasar yang ditunjukan putrinya dengan membawakan makanan. Dan benar saja, Abu Bakar menyuapi si pengemis Yahudi yang buta tadi. Si pengemis tadi tahu kalau ternyata yang menyuapinya bukan orang biasanya yang menyuapinya. Karena biasanya orang yang menyuapinya mengahaluskan makanan dengan mulutnya terlebih dahulu. Lalu, Abu Bakar pun menjelaskan kepada pengemis tersebut bila seseorang yang menyuapinya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang yaitu seseorang yang telah ia hina dan caci maki selama ini. Ia adalah Nabi Muhammad SAW yang telah wafat.

Mendengar cerita Abu Bakar tersebut, pengemis tadi pun menangis. Di akhir kisah konon si pengemis Yahudi yang buta tersebut akhirnya berikrar masuk Islam.

Meskipun cerita di atas dan siapa pengemis Yahudi yang buta tersebut masih dipertentangkan kebenarannya. Sekalipun kisah di atas amat populer. Suatu hal yang teramat penting yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah sikap untuk berbuat baik, berlemah lembut dan menyayangi kepada siapapun itu. Sekalipun terhadap orang yang membenci kita. Itulah akhlak Nabi Muhammad SAW.

Dari sifat Nabi Muhammad SAW tersebut kita dapat belajar, seyogianya kita memperlakukan siapapun tak pandang agama, suku, ras, jabatan, status sosial dengan baik, penuh kasih sayang bahkan adil. Bahkan terhadap orang yang membenci kita sekalipun. Lalu bagaimana sikap kita kepada Meiliana seharusnya? Kita bisa merenungkan, belajar dengan mengambil hikmah dari kisah Nabi Muhammad SAW tersebut. Toh, bahkan Meiliana hanya mengeluhkan volume kerasnya suara adzan saja. Tidak sedang berusaha menghina adzan apalagi menghina atau membenci Islam. Intinya kita harus segera introspeksi diri, apakah akhlak kita sudah sesuai Nabi Muhammad SAW atau belum.

Facebook Comments