Internet dan Nasib Moral Bangsa

Internet dan Nasib Moral Bangsa

- in Narasi
1228
0
Internet dan Nasib Moral Bangsa

Peresmian UU ITE tanggal (28/11/17) mengalami beberapa perubahan, salah satunya yakni penambahan ayat baru dalam Pasal 40. Pada ayat tersebut, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud, terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya.

Dalam UU yang lama tertera ancaman hukuman 6 tahun penjara, dan denda sebesar 1 milyar. Setelah di revisi hukuman tersebut menjadi 4 tahun penjara dan denda maksimal 750 juta. Tidak hanya itu, dalam pasal 29 juga mengalami pengurangan hukuman yang tadinya hukuman 12 tahun penjara dan denda 2 milyar menjadi lebih ringan yaitu, 4 tahun penjara dan denda 750 juta.

Selain itu, ada empat poin penting yang diubah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untung menanggulangi beredaranya hate speech di Media sosial. Poin yang pertama adalah penambah ayat baru dalam pasal 26. Dalam penambahan pasal tersebut, tertera bahwa masyarakat boleh meminta penghapusan gugatan atas dirinya, dan diganti dengan keputusan baru yang telah ia dapatkan. Misalnya, seseorang dituduh telah mendapatkan dana suap dari perusahaan, lantas ia diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selang beberapa hari setelah pemeriksaan ia tidak terbukti melakukan hal itu, maka berita tuduhan atas dirinya yang telah disebar di media bisa dilaporkan untuk dihapus.

Hal ini sangatlah aneh, bila kita lihat kembali tujuan awal revisi UU ITE yaitu, agar terciptanya rasa aman dan nyaman pengguna media sosial. Hal ini tentu bertolak belakang dengan keputusan pemerintah dalam hal tersebut. Peringanan masa hukuman bukanlah pilihan tepat untuk membuat takut para ‘penghujat’ di media sosial, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka menganggap akan semakin banyak keringan-keringan yang akan diberikan pemerintah kepada para pelanggar atau bahakan mereka menganggap itu hanyalah ‘shock terapy’ belaka.

Di sisi lain, pemerintah masih belum memberikan pembatasan yang jelas terkait “hate speech”, dilematis UU ITE ini lalu menjadi perbincangan hangat insan pers akan tertutupnya kembali kebebasan pers di Indonesia. Bila kita lihat dalam UU ITE tersebut pemerintah seharusnya dapat merinci “bahasa-bahasa” apa yang bisa terjerat hukuman, akan tetapi hal itu belum dilakukan sehingga masyarakat terutama kaum pers merasa kebingungan. terlebih untuk mengkritik, atau sekedar mengingatkan pemerintah.

Bukan hanya itu saja, di Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya dan bahasa. Ada beberapa budaya masyarakat di indonesia menganggap ucapan ‘Sara’ bukanlah sesuau yang tabuh lagi, malah dengan itu mereka semakin dekat dan akrab. Masyarakat Surabaya semisal. Kata ‘kotor’ seperti djancuk, asu, dan sebagainya, merupakan kalimat sapa dan biasa digunakan sebagai percakapan sehari-hari bagi mereka, bukan hanya di dunia nyata, pun dalam dunia maya. Sudah selayaknya pemerintah mempertimbangkan budaya atau kebiasaan masyarakat Indonesia yang sudah lumrah atau bahkan sudah menjadi sesuatu pelengkap dalam kehidupan beberapa masyarakat, bukan?

UU ITE direvisi, pornografi semakin menjadi-jadi

Pemerintah memang mulai memperketat arah informasi yang ada di Indonesia, mulai dari pemilihan diksi bahasa yang tidak boleh di tulis di medsos, hingga segala sesuatu yang berbau pornografi. Namun, dengan gencarnya pemerintah menyuarakan hal itu, media sosial seperti Blackberry Messengger (BBM), Instagram, Smule, dan sebagainya semakin gencar juga menyuarakan ‘short video’ berbau pornografi, dan itu bisa di akses oleh semua kelanagan termasuk anak-anak.

Tidak aneh rasanya ketika kita membuka beberapa medsos di atas kita mendapati video pendek wanita dengan pakaian ketat dan bercelana pendek menunjukan lekuk indah tubuhnya sambil bergoyang-goyang erotis. Hal ini sangat mudah sekali dijumpai, hanya perlu ‘scrol’ kebawah, like video tersebut beberapa saat kemudian video pendek tersebut dapat kita lihat.

Games yang sering dimainkan oleh anak-anak juga banyak yang mengandung video porno, entah itu saat offline maupun online, Grand Thef Auto (Gta). Games yang satu ini sangatlah viral dikalangan anak-anak, tampilan yang menarik dan alur games yang sangat menantang membuat anak-anak rela duduk berjam-jam di depan layar TV atau monitor untuk memainkan permainan ini. Tapi siapa sangka, games tersebut berbau pornografi, tampilan permpuan berpakaian seksi turut menghiasi serunya game itu. Pemain game tersebut juga dapat menyewa mucikari yang lewat pinggir jalan untuk diajak ‘making love’ dalam mobil, teriakan si mucikari tampak lengkap ‘goyang-goyang’ kendaraan (mobil) yang ditumpangi dalam game itu.

Menuntut Informasi Sampai ke Negeri Cina

Kita seharusnya dapat berkaca pada negara Cina. Negara yang dijuluki “Tirai Bambu” ini sangatlah ketat terhapap Internet, serta media sosial yang sekiranya dapat mengganggu stabilitas negaranya. Tidak tanggung-tanggung, mesin pencari ‘raksasa’ di dunia, Google serta perangkat serupa seperti Gmail, Google map, dan sebagainya ikut diblokir oleh negara ini.

Hal ini memang sangat aneh, apalagi bila kita lihat bahwa Cina merupakan salah satu negara terbesar di dunia. Lalu, bagaimana merekak mendapatkan informasi? Dengan pemblokiran beberapa situs tersebut, hal ini mengacu kreativitas masyarakat Cina situs bandingan dan dapat bersaing dengan situs-situs yang sudah lama digunakan oleh hal layak umum. Salah satu produk mereka yang sekarang ikut bersaing di jejaring sosial adalah Wechat, aplikasi bandingan Facebook, BBM, dan Whatsapp ini kian laris di pasaran, terutama dikalangan remaja.

Memang bukan tanpa alasan mereka melakukan hal itu, akan tetapi, sumber informasi yang ‘overload’ untuk masyarakat akan mempengaruhi stabilitas negara. Pembelokiran Instagram semisal, karna merebaknya foto demonstrasi pro-demokrasi di Hongkong. Pemerintah China tidak ingin demonstrasi di Hongkong memberikan pengaruh yang tidak diinginkan di China daratan, sehingga aplikasi itu dengan cepat diblokir oleh Cina, dan hasilnya situasi seperti itu tidak terjadi di negaranya.

Tidak hanya itu, kebijakan ini juga memberikan keuntungan secara finansial. pemblokiran search engine terbesar itu berdapmapak pada iklan serta tencent yang ada di Google mejadi jarang dikunjungu ileh masyarakat Cina. Sebaliknya, semua tencent da iklan yang ada dalam situs milik Cina akan banjir pengunjung dan segalanya keuntunganya tentu diberikan negara, produktif bukan?

Sejarah Suram, Masa Depan Dak Boleh Buram

Dalam sejarah di Indonesia, sebenarnya pernah terjadi kestabilan Informasi antara masyrakat dan pemerintah walaupun tujuan sebenarnya bukan untuk keamanan bersama melainkan kekuasaan pemerintah pada waktu itu, namun kestabilan informasi pada waktu itu cukup stabil. Zaman presiden Soekarno sampai Soeharto, pers dikendalikan oleh pemerintah, segala bentuk informasi harus ijin pemerintah, entah itu cetak atau televisi.

Pada masa itu, informasi yang diberikan kepada masyarakat hanya pemberitaan yang baik tentang pemerintah, walaupun ada beberapa yang mengkritik seperti Tempo tapi tak sebebas sekarang. Hal ini mengakibatkan keteraturan sosial. keteraturan sosial disini adalah keteraturan informasi yang diberikan kepada masyarkat, karena pada zaman itu, segala media atau informan luar (Belanda) tidak boleh memberitakan apapun kepada masyarakat kecuali media lokal. Hasilnya masyarakat bisa terkontrol, walaupun mereka berada dalam tekanan pemerintah secara tidak langsung.

Kita seharusnya belajar dari sejarah dan mengembangkannya dengan inovasi baru agar bisa diterapkan untuk hal layak umum. Kita bisa membuat semua informasi yang ada mulai dari internet, media, televisi dan bahkakn media cetak, melakukan pembatasan informasi.

Facebook Comments