Judul buku : Islam; Cinta, Keindahan, Pencerahan dan Perdamaian
Penulis : K.H. Husein Muhammad
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Agustus, 2021
Jumlah Halaman : 160 halaman
Betul memang bahwa terminologi “damai”, “mencerahkan”, “mencerdaskan”, “memudahkan”, dan yang lainnya yang terkait tidak bisa dipisahkan dari Islam dan nilai-nilai keislaman itu sendiri. Ibaratnya, terminologi-terminologi itu sudah menjadi satu-kesatuan tak terpisahkan dengan Islam. Hal ini saya kira tak perlu dibantah. Bukalah teks-teks suci, kitab-kita klasik karya para kekasih-Nya, tak satu pun ada bahasan-bahasan keislaman yang tak menghendaki beberapa terminologi yang saya sebut di atas.
Karena, pada esensinya, Islam memang agama damai, pencerah, dan pencerdas umat agar selamat dari fitnah kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Hampir, atau semua bahkan, apa yang menjadi dogma keagamaan yang diserukan oleh Islam muaranya adalah untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Tidak untuk yang lain, apalagi untuk Tuhan, tentu tidak. Semuanya untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan umat manusia.
Maka dari itu, seruan-seruan Islam untuk menghormati perbedaan, merawat kerukunan, menghormati kemanusian, memelihara persaudaraan, anjuran saling tolong menolong kemudian dapat kita pahami sebagai sebuah manifestasi jati diri Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam. Yang sebenarnya harus kita akui sebagai sebentuk nilai-nilai praksis kehidupan umat manusia yang lebih baik, berkemajuan, dan berperadaban mulia.
Kiai Husein Muhammad, melalui buku Islam: Cinta, Keindahan, Pencerahan, dan Kemanusiaan mencoba untuk menegaskan kembali tentang esensi dan subtansi dari Islam itu sendiri. Yang di era kiwari ini, diakui atau tidak telah mengalami banyak dekadensi dalam berbagai bidang. Di mana pada posisi ini, Kiai Husein nampak khawatir dengan praktik-praktik keislaman umat Islam yang kian hari kian menjauh dari akar dan nilai-nilai keislaman itu sendiri.
Misalnya, tentang misi pencerahan, perdamaian, dan pencerdasan umat yang hari ini kurang dilirik. Yang padahal hal itu sebenarnya adalah tujuan utama Islam diturunkan ke muka bumi. Jejak historis hal itu, misalnya bisa kita lacak dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang merupakan perintah membaca, mentelaah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengannnya.
Bahkan, secara sosiologis, misi pencerahan, cinta, perdamaian, dan pencerdasan itu bisa juga dilihat dari titik pertama Islam itu diturunkan, yakni di Jaziarah Arab, yang sebelum Islam diturunkan mendapatkan jukannya sebagai bangsa jahili saking dari bobroknya moral dan akhlak orang-orang Arab kala itu. Namun, tak lama setelah Islam turun, sekitar dua desawarsa, revolusi kehidupan benar-benar terjadi.
Kebobrokan moral diperbaiki, kehidupan masyarakat Arab yang penuh dengan catatan hitam cerahkan, perbudakan dihapus, dan penghormatan terhadap perempuan dikampanyekan. Islam, pada saat itu benar-benar menjadi lampu penerang terhadap kehidupan masyarakat Arab yang gelap gulita dan penuh dengan gundah-gulana dan kekacauan yang sangat akut. Pada saat bersamaan, kemajuan ilmu, intelektualitas, ekonomi, politik juga bisa dicapai sekaligus.
Dan pasca zaman kenabian, hal itu terus berlanjut. Intelektual-intelektual dan cendekiawan-cendekiawan muslim lahir dari kehidupan umat Islam. Islam menjadi epesentrum keilmuan. Ibnu Sina, Ibnu Haytham, Ibnu Hisyam, Ar-Razi, Al-Kindy, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, al-Hallaj, al-Khawarizmi dan yang lainnya adalah sosok-sosok terkemuka yang mewarnai dunia intelektual Islam yang juga menjadi rujukan bagi dunia Barat. Inilah yang harus kita lanjutkan, menunu Islam yang mencerahkan, mencerdaskan, dan mendamaikan.