Islam Memprioritaskan untuk Mendamaikan

Islam Memprioritaskan untuk Mendamaikan

- in Editorial
145
0
Islam Memprioritaskan untuk Mendamaikan

Perdamaian itu sangat mahal. Saking mahalnya ia harus menjadi prioritas di tengah pilihan kondisi apapun masyarakat. Ketika ada konflik, mediasi dan upaya mendamaikan menjadi pilihan utama yang harus diselesaikan dibandingkan dengan hal penting lainnya.

Begitulah yang diperagakan Rasulullah ketika mendengar terjadinya perselisihan di kalangan Bani Amr bin Auf. Rasulullah bergegas mendatangi mereka untuk mendamaikan. Karena pentingnya mediasi Rasulullah pun masih tertahan dalam musyawarah di antara mereka hingga waktu shalat pun tiba.

Bilal yang menyadari waktu shalat telah tiba menghampiri Abu Bakar dan menawarkan untuk mengambil posisi imam menggantikan Rasulullah. Bilal mengumandangkan azan, Abu Bakar pun bertakbir dan jamaah mengikutinya. Shalat pun dilaksanakan.

Tak selang berapa lama, Rasulullah pun akhirnya tiba di masjid dengan membelah shaf jamaah dan berada di shaf pertama di belakang imam. Para jamaah memberi isyarat dengan bertepuk tangan untuk memberikan kode Rasulullah telah tiba. Saking ramainya tepuk tangan Abu Bakar pun menyadari sehingga mundur ke belakang dan Rasulullah maju menjadi imam.

Kisah ini memang banyak mengandung pelajaran baik pada aspek fikih hingga akhlak. Kalangan fikih kemudian mengambil banyak produk ijtihad salah satunya cara memberitahukan imam di tengah jamaahnya laki-laki. Sementara dimensi pelajaran adab diperlihatkan dengan begitu sangat mulia oleh Abu Bakar.

Terlepas dari banyaknya pelajaran penting dari kisah di atas, apa yang bisa kita tarik sejatinya adalah bagaimana Rasulullah sangat memprioritaskan perdamaian dan mendamaikan konflik. Menjaga perdamaian di tengah masyarakat harus segera diselesaikan walaupun waktu shalat saat itu telah tiba.

Perspektif ini kemudian melahirkan atau selaras dengan kaidah fikih yang begitu sangat populer tentang : dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan didahulukan dari pada meraih kemahslahatan). Kata kuncinya sebenarnya terletak “didahulukan”, bukan meniadakan.

Mencegah konflik, perang dan kekerasan di tengah masyarakat harus didahulukan dari pada kemashalahatan semisal shalat harus berjamaah tepat waktu. Aspek kesunnahan berjamaah bukan ditiadakan, tetapi dalam konteks yang mendesak urusan mencegah kerusakan harus didahulukan.

Begitu mahalnya sebuah perdamaian sehingga ia harus diletakkan di awal agar tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Dalam konteks tertentu, demi mendamaikan orang yang berkonflik, seseorang bahkan dibolehkan untuk berkata dusta agar merekatkan kembali hubungan yang baik.

Ummu Kalṡūm mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar beliau (Rasulullah) memberikan keringanan terhadap apa yang diucapkan oleh manusia, kecuali dalam tiga hal: perang, mendamaikan antara manusia dan pembicaraan (rayuan) seorang pria terhadap istrinya atau pembicaraan (rayuan) seorang wanita terhadap suaminya.

Hadist ini dijadikan landasan tentang boleh berkata dusta atas tiga keadaan di atas. Hukum berkata dusta pada dasarnya adalah haram. Namun, ada tiga kedustaan yang diperbolehkan untuk mencapai kemashlahatan seperti menjadi juru damai dengan menyebutkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan kedua yang berkonflik.

Apa yang menarik dari pengecualian dusta di atas? Demi sebuah perdamaian bahkan hal yang dilarang seperti berdusta bisa dilakukan. Kaidah fikih yang relevan misalnya: adh-dharuratu tubihul mahdhurat (kondisi darurat dapat memperbolehkan hal yang dilarang). Terjadinya perselisihan, konflik dan peperangan bisa menimbulkan mudharat yang lebih besar. Karena itulah, hal yang bisa mendatangkan kemashlahatan bisa dilakukan sekalipun hal itu dilarang.

Sekali lagi, Islam sangat memprioritaskan perdamaian di atas segalanya. Perdamaian adalah basis dalam membangun bangunan sosial yang kokoh. Stabilitas masyarakat adalah kunci utama sebagai syarat terpenuhi berbagai tujuan syariat lainnya. Karena itulah, Islam akan mendahulukan perdamaian dalam rangka mencapai seluruh maksud syariat.

Facebook Comments