Kaderisasi Generasi Cinta Damai Lewat Khutbah Jumat

Kaderisasi Generasi Cinta Damai Lewat Khutbah Jumat

- in Narasi
1434
1
Kaderisasi Generasi Cinta Damai Lewat Khutbah Jumat

Ibadah Jumat adalah konferensi mingguan, dan haji adalah konferensi tahunan umat Islam. Adagium ini sangat terkenal. Menunjukkan bahwa Jumatan –meminjam istilah di Indonesia –adalah hal yang sangat urgen dari Islam itu sendiri. Setiap muslim, sesibuk apa pun dia, ada semacam rasa, terlepas dipaksa atau tidak, untuk mengikuti konferensi mingguan ini. Bahkan dalam beberapa masyarakat, kereligiusan seseorang diukur, ikut tidaknya dia dalam konferensi ini.

Di masa Nabi, Nabi lah yang bertindak sebagai kunci dalam memberikan wejangan-wejangan yang bersifat universal, seperti keadilan, persaudaraan, kedamaian, rasa aman, toleran sesama manusia. Khutbah jumat ini, dijadikan oleh Nabi sebagai medium untuk mengkader para sahabatnya. Dalam catatan sejarah, kaderisasi Nabi ini berhasil. Hampir semua sahabat Nabi adalah orang yang terpuji dan mendapat tempat spesial di hati umat Islam. Sejak dini, dalam konferensi Nabi selalu menekankan bahwa manusia itu setara dan harus saling menghargai dan bersaudara.

Pesan kedamaian yang disampaikan oleh Nabi ini kemudian, dalam masyarakat Madinah yang beragam mendapat sambutan antusias. Sekalipun ada Muhajirin, Anshar, suku Aus, Khajaraz, kelompok Yahudi, dan beberapa aliran paganisme, masyarakat Madinah berkumpul dalam payung kedamaian. Satu sama lain saling membantu, menghargai, dan saling menyokong. Sekalipun ada konflik kecilan-kecilan, tapi itu tidak mencederai pesan kedamaian dan persaudaraan yang dikampanyekan oleh Nabi.

Menanamkan Nilai Kemanusian untuk Kedamaian

Praktik khutbah Nabi yang begitu mempesona harus dijadikan referensi dan rule of model untuk khutbah sekarang, terkhusus khutbah Jumat. Para khatib agar selalu menyampaikan pesan-pesan kedamaian dan persaudaraan kepada jamah jumat, sebagai bentuk kaderisasi dalam menciptakan generasi yang cinta damai.

Tentu di sini akan menimbulkan pertanyaan, khutbah yang seharusnya menjadikan sarana menyampaikan pesan kedamaian, dalam penelitian terakhir justru banyak dijadikan sebagai panggung politik, caci maki, dan umpatan kepada pihak lain yang tidak sesuai dengan kelompoknya. Banyak mesjid-mesjid dijadikan sebagai lumbung politik praktis, demi mendukung kelompoknya sendiri. Praktik ini tentu sudah tidak sesuai dengan pesan kedamaian yang disampaikan oleh Nabi.

Baca juga :Khutbah yang Menyenangkan dan Mempersatukan, Bukan Menakutkan

Bahkan suatu hal yang sangat mengejutkan, penelitian dan survei nasional yang dipublikasikan oleh Pusat Pengkajian Islam & Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, di pertengahan Oktober 2018, menunjukkan separuh lebih guru-guru di sekolah mempunyai opini intoleran terhadap pihak lain, angka itu sebanyak sebanyak 63,07 persen guru memiliki opini intoleransi terhadap pemeluk agama lain. Sementara hanya 39,92 persen guru yang memiliki opini toleran.

Langsung atau tidak, khutbah jumat yang tidak dipenuhi dengan semangat kedamaian dan toleransi ikut menyumbang saham dalam menciptakan guru-guru yang tidak toleran. Dengan demikian khutbah jumat sebagai bentuk kaderisasi belum berjalan sebagaimana mestinya. Mengapa bisa seperti itu?

Menjawab pertanyaan ini adalah, karena minimnya materi-materi yang berorientasi kemanusiaan dalam khutbah-khutbah di mesjid, terutama khutbah Jumat. Materi khutbah Jumat, masih didominasi soal-soal dogma, doktrin, ritual-ibadah, dan yang berkaitan dunia ekstologis. Sementara nilai-nilai kemanusiaan, seperti kebersamaan, tenggang rasa, keragaman, gotong royong, persaudaraan, toleransi, tanggung jawab, mendapat porsi yang sangat sedikit, bahkan kalau boleh dikatakan jarang disampaikan.

Maka ke depannya materi yang memuat sisi kemanusiaan perlu mendapat perhatian serius dari para khatib demi terciptanya generasi milenial. Nilai-nilai universal yang penuh dengan sisi kemanusiaan dan kedamaian seperti yang diajarkan dan dipraktikan oleh Nabi perlu dimarakkan kembali.

Bila Nabi selama sepuluh tahun di Madinah berhasil dalam kaderisasi, maka khatib-khatib sekarang khususnya, dan pemuka agama umumnya, harus menjadikan Nabi sebagai contoh riil dalam berkhutbah. Jika ini dilakukan, maka menciptakan dan kaderisasi generasi cinta damai akan terwujud.

Facebook Comments