Kartini bukan lagi sekadar nama, ia sudah menjadi simbol, paradigma, visi, bahkan acuan cara berpikir, bertindak, dan bersikap bagi perempuan ideal.
Perempuan single parent yang berjuang menafkahi anak-anaknya disebut Kartini; perempuan yang memerangi butu huruf kaum wanita dinamai Kartini; perempuan penjaga lingkungan agar bebas dari sampah dipanggil Kartini; begitu seterusnya.
Kartini sudah menjelma menjadi monumen perjungan bagi setiap wanita, bisa ditafsirkan sesuai dengan konteks masing-masing.
Jika Kartini dulu berjuang mengangkat harkat kaum perempuan, kemudian tulisan-tulisannya terkumpul dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, maka dalam konteks sekarang, Kartini itu adalah perempuan yang berjuang menangkal radikalisme dan menyebar kedamaian.
Poin menangkal radikalisme dan menjaga kedamaian penting, mengingat perempuan mempunyai posisi strategis dalam melaksanakan kerja-kerja seperti ini. Apalagi data terakhir menunjukkan bahwa ujaran kebencian dan segala turunannya semakin hari-semakin akut di sosial media, dan yang paling renta untuk menyebar hoax adalah kaum emak-emak.
Keikutsertaan perempuan dalam menangkal radikalisme dan menyebar kedamaian sama dengan memenuhi kedamaian dan mencegah radikalisme separuh lebih dari lini massa media sosial, kerena separuh lebih populasi manusia dalah perempuan.
Selain itu, kerja ini bisa dimulai dari institusi keluarga. Wanita sebagai bagian penting dan penyanggah rumah tangga bisa berperan aktif dengan menanamkan dan mengajarkan materi cintai damai sejak dini di lingkungan keluarga.
Anak-anak diajari bahwa radikalisme adalah tindakan kezaliman; ujaran kebencian adalah musuh bersama. Sebaliknya kedamaian adalah karakter bangsa ini dan merupakan identitas dari negeri ini.
Ajaran kedamian yang dilakukan di lingukangan rumah tangga akan mengena, mengingat kelurga adalah sekolah pertama bagi sang anak. Asupan gizi pengetahuan diperoleh anak –dengan sangat berkesan –dari institusi ini.
Keterlibatan ini tentu bukan hanya di ruang privat-domestik saja, perempuan juga bisa aktif di ruang publik-produksi dengan bergabung dalam lembaga, organisasi, dan jaringan-jaringan yang fokus dalam literasi media.
Wanita milenial sebagai Kartini masa kini bisa terlibat aktif dengan memberika advokasi, penyuluhan dan bimbingan, baik di maya maupun di dunia nyata. Acara seminar, workshop, dan latihan jurnalisme dan beberapa akun feminisme dalam memberikan pencerahan di Instagram, Fecebook, YouTube adalah bagian dari upaya menyebar kedamaian dan menangkal radikalisme.
Kerja ini bisa dilakukan dengan menjadikan Kartini sebagai kata sifat dan kata kerja sekaligus. Kata sifat maksudnya sifat progresif, pantang menyerah, dan ide-ide pencerahan harus ditanamkan sedini mungkin dalam setiap wanita.
Bahwa wanita harus maju, tidak mudah terkena radikalisme, ujaran kebencian dan provokasi adalah simbol sifat dari Kartini masa kini. Menanamkan sifat ini melahirkan manusia cerdas dan tidak mudah diadu domba, apalagi dengan doktrin-doktrin radikalisme.
Kartini sebagai kata sifat tentu harus diiringi dengan Kartini sebagai kata kerja. Maksud kata kerja adalah usaha itu harus dilakukan terus-menerus secara berkisenambungan. Tidak mudah terkena radikalisme dan ujaran kebencian harus dikampanyekan dan ditanamakan tanpa henti.
Laiknya kata kerja yang memiliki masa sekarang dan akan datang, maka kerja-kerja pencerahan itu harus dilakukan sekarang juga masa akan datang, tidak hanya berhenti di masa kini apalagi hanya berpuas diri pada masa lampau saja. Menanamkan Kartini sebagai kata sifat dan kata kerja; wanita menyipati ide-ide pencerahan dan progresivitas dan melakukan kerja itu secara kontiniutas, maka akan lahir banyak Kartini-kartini masa kini.