Kebangkitan Khilafah Bermodal Prasangka dan Tak Berakar

Kebangkitan Khilafah Bermodal Prasangka dan Tak Berakar

- in Narasi
29
0
Kebangkitan Khilafah Bermodal Prasangka dan Tak Berakar

Seruan kebangkitan khilafah ini layaknya modus penipuan melalui telepon yang diiming-imingi hadiah. Sebuah tipu-daya yang usang dan semua orang sudah mengetahui modus kejahatannya.

Sebab, kebangkitan khilafah itu sebagai ilusi yang tak berakar kebenarannya. Dia hanya bermodal prasangka dan gemar menduga-duga. Di hadapan teks suci, argumentasinya rapuh. Dia hanya bisa memanfaatkan potongan demi potongan ayat secara tekstual agar membenarkan intrik politiknya.

Seruan kebangkitan khilafah tidak hanya pada saat momen 100 tahun kejatuhan Turki Utsmani pada 2024. Dia akan terus menyebarkan sayap provokasinya bermodal prasangka dan tak berakar kepada apa-pun.

Misalnya, ketika ada musibah alam. Mereka akan hadir dan menduga itu sebagai tanda agar manusia perlu menegakkan khilafah. Seperti contoh kasus, kejadian gempa bumi di Cianjur yang memakan banyak korban jiwa pada (21/11/22). Itu diklaim sebagai “azab”, karena tidak menegakkan khilafah. Begitu juga fenomena menghijaunya tanah gersang di Arab, juga dianggap tanda kiamat dan perlu tegaknya khilafah.

Artinya apa? Agenda terorisme itu hanya bermodal dugaan/prasangka dan fitnah-fitnah. Dia tidak memiliki akar yang jelas dan kerap memolitisasi sejarah.

Misalnya, dalam konteks kekhalifahan Turki Utsmani telah berakhir (1924-2024). Tentu, sikap kita berpijak pada komitment. Bahwa sejarah di balik keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani adalah akhir sekaligus babak baru menuju peradaban dunia tanpa perang, tanpa pertumpahan dan tanpa penaklukan kekuasaan.

Seperti yang disampaikan oleh Recep Tayyib Erdogan dalam pesannya mengingat peristiwa 1915-1924, “Di dunia sekarang ini, memunculkan permusuhan dari sejarah dan menciptakan antagonisme baru tidak dapat diterima dan tidak berguna untuk membangun masa depan bersama”.

Turki saat ini tidak pernah berhasrat mengembalikan kebangkitan khilafah di masa lalu. Melainkan hanya dijadikan bagian dari sejarah mereka yang tak akan pernah terulang.

Gerakan Mustafa Kamal Ataturk telah menandakan satu fakta transformasi dari kekhalifahan ke sekularisme. Seperti yang disampaikan Recep Tayyib Erdogan. Bahwa peristiwa genosida Utsmaniah terhadap orang Armenia pada 1915 hingga kejatuhan Turki Utsmani pada 1924 dengan kecamuk pertumpahan darah jangan jadikan dendam masa lalu dan dia telah menjadi sejarah.

Ini harus disadari bersama. Kejayaan kekhalifahan di Turki hingga mengalami keruntuhan pada 1924. Itu jangan sebagai alasan untuk membakar api pertumpahan darah dengan membawa romantisme masa lalu. Tetapi jadikan itu sebagai air yang akan membersihkan segala dendam dan mengalirkan semangat kedamaian.

Dunia telah berubah. Peristiwa sejarah harus kita sadari sebagai satu pelajaran penting demi tatanan dunia yang lebih mapan. Dunia telah menuntut kita untuk menyadari peran agama sebagai jalan membangun peradaban yang tanpa konflik.

Jika romantisme 100 tahun kejatuhan Turku Utsmani sebagai awal kebangkitan khilafah yang harus ditegakkan. Maka, hal yang pantas untuk mengawali ini adalah negara Turku. Tetapi pada faktanya? Negara Turki sampai detik ini tidak ada hasrat secara orientasi dalam membangkitkan negara kekhalifahan di masa lalu.

Artinya apa? Ini hanyalah agenda terorisme yang hanya bergulir di atas prasangka dan dugaan. Sebagaimana, sejak awal keruntuhan Turki Utsmani. Mustafa Kamal Ataturk telah membangun kesadaran atas realitas dunia yang telah modern.

Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam jangan mudah terpengaruh dengan provokasi kebangkitan khilafah. Utamanya di momen 100 tahun kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani 1924-2024. Karena ini adalah bagian dari agenda terorisme yang hanya bermodalkan prasangka dan tak berakar kebenarannya.

Facebook Comments