“Indonesia Berduka” mungkin kata-kata itu yang dapat menggambarkan keadaan bangsa saat ini. Mengintip melalui sektor manapun bangsa ini telah mengalami degradasi. Kurs rupiah yang melemah dari US dolar, terorisme, perang media sosial, OTT (Operasi Tangkap Tangan)yang semakin marak menerkam para pejabat nakal dan musibah yang melanda bangsa, menambah kelabu suasana hati tanah yang terkenal sebagai surga duniawi.
September-Oktober menjadi peralihan bulan penuh sejarah. 30 September 1965 tragedi kemanusiaan berlandas ideologi telah merenggut nyawa-nyawa manusia yang tak ternilai harganya. Melompat pada hari selanjutnya, 1 Oktober menjadi ‘panggung’ kemenangan bagi ideologi ideal bangsa “Pancasila”. Kesaktian Pancasila mulai diperingati pada 1 Oktober setiap tahun untuk mengenang sekaligus momen revitalisasi nilai-nilai kebangsaan. Kesaktian Pancasila telah membikin nilai-nilai luhur hidup menjelma di setiap tubuh-tubuh dan mencipta makhluk yang dikenal sebagai “Manusia Pancasila”.
Peristiwa penggugah duka telah menjadi dasar bagi bangkitnya jiwa kebangsaan, jiwa Pancasila dalam diri setiap manusia. Jumat (28/9) menjadi saksi bencana gempa Donggala dan tsunami Palu. Gempa Donggala dengan kekuatan 7,7 skala richter meluluh lantahkan rumah dan bangunan lain yang berdiri di atasnya. Belum selesai sampai disitu, terjadinya tsunami di Pantai Talisa Palu dengan ketinggian 3 meter turut melukis duka bagi seluruh masyarakat nusantara. Warga yang selamat bersyukur—meski harta, benda dan anggota keluarga mereka dilalap habis oleh bencana. Jiwa Pancasila yang hidup mendorong seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan mulai bergerak membantu saudara yang mengalami kesusahan.
Pemerintah sebagai pemegang kendali bahtera negara telah melakukan tindakan untuk membantu para korban selamat. Mulai dari bantuan suplai kebutuhan pokok, perbaikan pembangkit listrik yang mati dan membuka peluang donasi bagi negara-negara sahabat. Meski tidak ditetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah Palu yang masih aktif, bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan dengan bencana di tanah air. Tindakan yang cepat dan tepat akan memberikan dampak positif bagi kestabilan negara, terutama memberikan pertolongan bagi korban bencana tsunami dan gempa Palu-Donggala.
Kemajuan IT (informasi dan teknologi) yang telah menjalari seluruh lapisan masyarakat menjadikan informasi semakin mudah diakses, praktis dan efisien. Tersebarnya berita, video tsunami serta gempa yang melanda Palu-Donggala menyulut rasa empati manusia mana pun yang menyaksikannya. Pancasila yang tercipta dari nilai-nilai luhur kebangsaan menjadi motor penggerak bagi masyarakat agar bahu membahu membantu, men-support saudara kita yang sedang dirundung duka. Bantuan logistik dari berbagai daerah pun berdatangan sebagai bukti kepedulian, wujud perasaan empati yang mendalam. Bencana alam yang terjadi di Indonesia sudah bukan soal lokal atau nasional, bukan besar atau kecil, tetapi bencana yang menimpa saudara kita adalah duka kita semua.
Turun ke jalan-jalan membawa kardus bertuliskan Donation for Palu-Donggala merupakan wujud nyata rasa acuh “Manusia Pancasila”. Menyiarkan donasi berupa pakaian, obat-obatan, makanan serta dana di kampus-kampus, sekolah dan desa telah menjadi bentuk aktualisasi rasa kemanusiaan. Menyisihkan sedikit harta dari rezeki yang melimpah bukan hal yang akan membuat kita jatuh. Melainkan menambah rezeki yang ada dengan cara yang tak diduga.
Ramainya media sosial dengan hashtag #PrayforPalu, #PrayforDonggala juga berkontribusi dalam penyebaran semangat kemanusiaan serta jiwa saling memiliki. Efektivitas media sosial menjadi jalan bagi cepat dan tanggapnya bantuan yang tersalurkan. Bantuan materil dan moril sangat diperlukan, karena bukan hanya tubuh mereka yang memerlukan makanan, ranah batiniah (psikologis), trauma akibat bencana menjadi hal yang tidak kalah penting untuk diobati. Sejalan dengan itu, postingan yang memberi dukungan, motivasi penggugah harapan—menjadi partikel-partikel yang membangun rasa syukur, harapan hidup serta mengikis trauma yang ada.
Kesaktian Pancasila menjadi bukti terciptanya manusia-manusia yang bermoral dengan berlandaskan persatuan ditengah kemerosotan. Meski degradasi menerpa, bencana melanda tetap menjadikan “Manusia Pancasila” hidup dan malahan semakin berkembang. Menyadari kekurangan itu dan melihat duka yang menyelimuti nusantara memicu rasa semangat untuk bergerak, bersimpati dan empati, menjadi momentum lahirnya Manusia-manusia Pancasila yang baru. Pancasila adalah obat bagi nusantara, bagi Palu-Donggala.