Korbankan Ego, Kuatkan Persaudaraan

Korbankan Ego, Kuatkan Persaudaraan

- in Narasi
1765
0

Hari Raya Idul Adha menjadi momentum bagi umat Muslim untuk menguatkan ketakwaan dengan menjalankan ibadah kurban. Menjalankan ibadah kurban menjadi bentuk ketakwaan seorang muslim sebab ibadah kurban merupakan perintah Allah Swt yang dianjurkan bagi umat Muslim, terutama yang memiliki kelapangan rezeki, sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Kautsar: ayat 1-2, “Sungguh kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah”.

Selain menjadi bentuk ketakwaan seorang Muslim kepada Tuhannya, menjalankan ibadah kurban juga menjadi ejawantah dari kepedulian atau solidaritas sosial pada sesama manusia. Pembagian daging kurban, terutama kepada para fakir miskin dan anak yatim, menjadi bentuk kepedulian seorang Muslim akan kondisi lingkungannnya. Artinya, ibadah kurban menjadi ajang mengasah kepekaan dan kepedulian sosial kita kepada mereka yang membutuhkan. Sebagai manusia, rasa simpati dan empati kita akan diasah lewat momentum kurban.

Di samping itu, daging kurban yang dibagikan kepada sanak saudara, tetangga, kerabat, dan lain sebagainya, akan semakin mempererat tali persaudaraan di antara sesama manusia. Terlebih, berdasarkan pendapat sebagain ulama, untuk daging kurban, terutama yang berasal dari kurban sunnah seperti saat Idul Adha, juga bisa dibagikan secara luas, termasuk kepada non-muslim. Dengan kata lain, di samping menjadi ajang mengasah kepekaan dan kepedulian sosial, berkurban juga menjadi lahan untuk merekatkan tali persaudaraan, dan membina hubungan baik antar-umat beragama, tanpa memandang perbedaan.

Berkurban memang menjadi salah satu bukti ketakwaan seorang Muslim. Dengan menyembelih hewan kurban, seorang Muslim bisa dikatakan telah menjalankan suatu perintah agama. Namun, sebagaimana tujuan ibadah lainnya, hal paling mendasar yang harus disadari seorang Muslim ketika menjalankan ibadah kurban adalah tentang bagaimana ibadah kurban tersebut bisa menjadi sarana untuk terus berbenah menjadi pribadi muslim yang lebih baik. Allah berfirman, “Daging dan darah (dari hewan yang dikurbankan) itu sekali-kali tidak sampai kepada Allah Swt, akan tetapi yang sampai dan diterima oleh Allah adalah ketakwaan yang ada pada diri kalian yang berkurban” (QS. Al-Hajj, ayat 37).

Ayat tersebut menunjukkan pentingnya ketakwaan bagi seseorang yang menjalankan ibadah kurban. Sebab, ketakwaan tersebutlah yang akan mengantarkan amal berkurban menjadi diterima Allah Swt. Dalam hal inilah terlihat poin penting dari berkurban, di mana ia harus bisa dimaknai sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Atau, dengan kata lain, esensi berkurban bukan sekadar tentang ritual menyembelih hewan kurban, melainkan juga transformasi diri menuju kepribadian Muslim yang bertakwa. Bertakwa dalam arti, terbebas dari kekangan hawa nafsu dan sifat kebinatangan yang rendah (Muhbib Abdul Wahab: 2015).

Jika kita kembangkan, sifat-sifat kebinatangan yang rendah tersebut bisa berbentuk egoisme dan nafsu untuk merusak keharmonisan, melakukan kekerasan, dan pelbagai tindakan intoleran pada orang atau kelompok lain. Berkurban mestinya bisa “menyembelih” bermacam nafsu buruk tersebut, sehingga orang terbentuk menjadi pribadi Muslim yang taat, sekaligus ramah, toleran, dan bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan siapa saja, dan bersama-sama menciptakan kehidupan bersama secara damai.

Menjawab tantangan bangsa

Melihat kondisi bangsa belakangan, di mana fenomena saling menyerang, mencaci, menghina, dan kasus-kasus intoleran sempat menguat antar kalangan masyarakat, juga perkembangan paham radikalisme yang terus membayangi kehidupan kita, spirit berkurban mestinya bisa ditransformasikan untuk meluruhkan segala persoalan tersebut. Atau dengan kata lain, Hari Raya Idul Adha mestinya bisa kita jadikan momentum untuk refleksi bersama bagi umat Muslim guna mengurai pelbagai masalah bangsa tersebut.

Menguatnya fenomena pertikaian antar sesama saudara sebangsa, yang dilandasi sentimen suku, agama, ras, atau golongan, diharapkan bisa berakhir dan tergantikan dengan sikap-sikap toleran, ramah, dan kesadaran akan pentingnya persaudaraan bangsa. Momentum berkurban, di mana di sana akan terjadi peristiwa saling berbagi, diharapkan akan bisa memupuk sifat peduli dan saling mengasihi antar sesama manusia. Dengan demikian, ikatan persaudaraan yang belakangan melemah dan memudar diharapkan bisa kembali terjalin dan menguat kembali.

Kemudian, berkembangnya kasus intoleran maupun paham radikalisme, diharapkan bisa lebur setelah tumbuh kesadaran untuk lebih mementingkan kepentingan bersama (bangsa), sebagaimana nilai pengorbanan yang terkandung dalam ibadah kurban. Sebab, ibadah kurban mengajari kita untuk selalu meredam atau mengorbankan hasrat-hasrat pribadi yang bertentangan dengan kepentingan orang banyak. Ibadah kurban mengajak kita mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan meredam segala bentuk nafsu dan egoisme diri yang bisa merusak, kemudian menaruh perhatian pada sekeliling dan mengupayakan kebaikan bagi kepentingnya bersama dengan spirit berbagi dan sikap saling peduli.

Nilai tersebut mestinya bisa mengilhami kita agar terbebas dari egoisme dan keinginan-keinginan sepihak yang bisa melukai saudara kita yang lain, seperti selama ini ditunjukkan oleh kelompok radikalisme-terorisme yang sering menggunakan kekerasan demi mencapai apa yang mereka inginkan tanpa memedulikan realitas kemajemukan yang ada pada bangsa ini. Sikap-sikap intoleran yang mengingkari keragaman, terlebih diiringi tindakan kekerasan, harus disingkirkan dengan spirit berkurban yang mengajarkan semangat untuk menekan egoisme pribadi untuk lebih mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan bersama. Dengan demikian, kehidupan yang harmonis, aman, nyaman, dan damai akan bisa tercipta.

Facebook Comments