Mahasiswa dan Gerakan Anti Radikalisme di Kampus

Mahasiswa dan Gerakan Anti Radikalisme di Kampus

- in Editorial
4498
0

Bukan video yang cukup baru, tetapi akhir-akhir ini video ini mendadak viral dan mengejutkan publik. Video tersebut berisi sumpah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) se Indonesia dengan nada yang sangat heroik. Salah satu poin sumpah itu terkait dengan sumpah menegakkan Khilafah sebagai solusi yang hendak ditawarkan di Indonesia. Konon video ini berlokasi di salah satu perguruan tinggi favorit di Bogor, yakni Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pihak kampus telah mengklarifikasi mengenai video tersebut. Dalam klarifikasi tertulis yang disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Promosi dan Hubungan Masyarakat IPB dinyatakan bahwa video yang beredar tersebut adalah bagian dari kegiatan Simposium Nasional (Simnas) Lembaga Dakwah Kampus 2016 yang diselenggarakan pada 25-27 Maret 2016 oleh BKLDK. Tidak kurang dari 1.500 peserta dari 242 perguruan tinggi/lembaga di Indonesia hadir dalam acara tersebut. Lalu kenapa acara tersebut disisipi dengan deklarasi yang sangat bertentangan dengan ideologi negara?

Masih pada tahun 2016, mungkin masih segar bagaimana seorang mahasiswa yang mengenak jas almamter kebanggaan Universitas Indonesia yang melakukan orasi membahana dan diunggah di Youtube. Orasi tersebut seputar kampanye menolak Ahok, pemimpin kafir dan diakhiri dengan penegasan : Selamatkan DKI dengan Syariah Khilafah.

Sebenarnya masih banyak contoh lain di berbagai kampus yang mulai tumbuh subur di kalangan mahasiswa terkait penyebaran ideologi yang jelas bertentangan dengan pandangan dan falsafah bangsa ini. Pertanyaannya, kenapa paham yang menanamkan bibit radikalisme mulai tumbuh subur?

Jika harus dikatakan bahwa memang ada politik pembiaran yang cukup lama terhadap gerakan ideologis radikal yang mengusung ideologi dan pandangan yang bertentangan dengan NKRI. Pasca Reformasi kelompok ini mendapatkan ruang hidup bahkan ladang subur untuk berkembang. Sasaran yang paling banyak disentuh adalah generasi muda, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Kapan hal itu dimulai? Pada tahun 1980-an mulai tumbuh kelompok pengajian kampus di kampus non keagamaan melalui trend gerakan dakwah kampus. Gerakan ideologis radikal ini justru mendapatkan ruang awal di kampus dengan merebut ruang religi di masjid dan lembaga dakwah. Mereka memanfaatkan ruang tersebut untuk melakukan sosialisasi dan pengkaderan. Pemanfaatan masjid kampus, organisasi dakwah kampus dan kegiatan lainnya menjadi sarana efektif bagi penyebaran ideologi tersebut.

Pada prakteknya, gerakan ini menampilkan pandangan dan perilaku berbeda dengan corak keagamaan mainstream di Indonesia. Dari cara berpakaian, berperilaku, hingga corak kritik sosial yang menggugah selera mahasiswa dengan idelaisme yang tinggi. Kritik terhadap demokrasi, kapitalisme, dan ideologi besar dunia hingga pada kritik falsafah berbangsa menjadi menu menarik mahasiswa. Pada akhirnya apapun masalahnya, khilafah adalah solusinya.

Saat ini gerakan pengusung khilafah yang menjalar ke berbagai kampus dan sekolah ini mulai memasarkan ide baru dengan menunggangi slogan rahmatan lil alamin. Dalam berbagai kampanye gerakan ini akan menyandingkan khilafah untuk rahmatan lil alamin. Ini merupakan bungkus baru bagaimana mereka mulai mengambil jalan lunak setelah sebelumnya hanya menawarkan khilafah sebagai satu-satunya jalan perubahan.

Kenapa mahasiswa? Barangkali ini menjadi catatan penting. Sejarah membuktikan bahwa gerakan mahasiswa memiliki peran besar dalam sejarah perubahan di Indonesia terutama dalam pergantian rezim. Suksesi kepemimpinan di Indonesia pada masa Orde Lama dan Orde Baru dalam catatan sejarah merupakan gejolak gerakan mahasiswa.

Dalam konteks ini, gerakan mahasiswa merupakan sarana efektif bagi isu-isu perubahan. Idealisme tinggi dan nalar kritis mahasiswa dengan ide-ide baru merupakan lahan subur bagi infiltrasi ideologi keagaman trans-nasional yang keliatan memukau dengan janji-janji perubahan melalui sistem khilafah yang diklaim sebagai cara Nabi dalam kepemimpinan politik. Mahasiswa merupakan agen perubahan sekaligus lahan potensial bagi pengembangbiakan ide-ide yang bertentangan dengan ideologi negara.

Memang ada perbedaan antara gerakan pengusung khilafah. Ada yang melalui gerakan fisik seperti ISIS di Irak-Suriah, ada pula yang melalui perang pemikiran seperti HTI. Berbeda metode tetapi berujung pada ideologi untuk menegakkan khilafah. Keduanya sangat berbahaya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah menyepakati ideologi Pancasila sebagai falsafah bangsa. Kedua gerakan ini telah masuk dalam bilik-bilik kampus dengan cara dan modus yang berbeda-beda.

Dalam konteks ini memang perlu ketegasan pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran gerakan radikalisme di kampus dengan tidak melakukan pembiaran yang berlarut-larut. Tidak kalah pentingnya adalah ketegasan pihak kampus untuk melakukan pembinaan, pendampingan bahkan penolakan terhadap gerakan dan organisasi yang menyusup dalam kegiatan mahasiswa.

Salah satu kebijakan yang patut dipuji semisal deklarasi mahasiswa dan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang telah tegas menolak keberadaan organisasi yang mengusung khilafah dan anti-Pancasila. Atas aksi damai tersebut, Rektor ISI Yogyakarta telah memutuskan untuk mengeluarkan Surat Keputusan pelarangan segala macam bentuk penyebaran atau kampanye ormas di kampus dan melakukan perbaikan struktur kepengurusan masjid kampus. Kebijakan dan sikap tegas ini sangat penting untuk tidak hanya menyelamatkan mahasiswa dan kampus dari penyusupan ideologi radikal, tetapi juga untuk menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Facebook Comments