Melawan radikalisme-terorisme sejatinya adalah tugas bersama (siapa pun dia!), bukan hanya tugas pemerintah, apalagi hanya tugas BNPT saja. Inilah semangat utama yang ingin disampaikan oleh Perpres No. 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAN PE).
Memang harus diakui, ada semacam fenomena di lapangan seolah-olah tugas melawan redikalisme itu hanya tugas pemerintah. Akibatnya, ketika ada aksi terorisme, sebagian oknum langsung –bahkan sering diiringi dengan provokasi –menuduh pemerintah tidak becus dan tidak bekerja maksimal.
Sikap seperti ini tentu tidak adil. Bukankah konstitusi menyatakan bahwa tugas membela negara adalah tugas semua warga negara. Membela negara di sini jangan hanya dimaknai secara sempit, hanya dari pihak yang menjajah secara fisik saja.
Apa pun yang merusak persatuan, kesatuan, keamanan, dan kebinekaan maka semua warga negara wajib ikut serta ikut membela negara dari itu semua. Dalam konteks kekinian, salah satu yang merusak dan membahayakan bangsa dan negara adalah radikalisme-terorisme.
Kesadaran inilah yang seharusnya harus diamalkan oleh semua lapisan masyarakat. Dan pesan ini yang ingin disampaikan oleh RAN PE, bahwa dalam menumpas virus radikalisme perlu kerja sama, pentingnya sinergisitas, dan urgennya bergandengan tangan.
Sinergisitas Semua Pihak
Tidak ada strategi yang ampuh untuk mengaplikasikan RAN PE ini kecuali dengan sinergisitas. Sinergstas pusat dan daerah; ulama dan umara; tokoh agama dan tokoh masyarakat; akademisi dan pengambil kebijakan; negara dan warga negara.
Kelemahan kita selama ini dalam menumpas radikalisme adalah tidak kuatnya sinergisitas kita. Kita berjalan sendiri-sendiri dengan strategi sendiri-sendiri serta dengan tujuan sendiri-sendiri pula.
Bahkan sering dijumpai, adanya kecurigaan pihak-pihak tertentu kepada pemerintah. Pemerintah dianggap berlebihan dalam melakukan penumpasan teroris dan tidak mempedulikan Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagai sebuah kritikan yang positif-konstruktif itu bisa diterima, tetapi kebanyakan justru disampaikan dengan provokasi dan narasi dekstruktif.
Kita patut berkaca pada Para Pendahulu kita. Ketika mereka sebelumnya berjuang melawan para penjajah dengan sendiri-sendiri dan bersifat lokalitas, mereka sangat mudah dilumpuhkan oleh penjajah. Tetapi, ketika muncul kesadaran nasional, ada tujuan bersama, gerak kolektif, dan strategi yang lebih matang, meraka bisa memhalau penjajah dari bumi pertiwi.
Ini adalah pelajaran penting. Gerakan lokalitas dan seporadis tidak akan memberikan apa-apa kecuali hanya memperlama bahkan mempersubur aksi-aksi radikalisme itu sendiri. Oleh sebab itu, gerak lokalitas dan seporadis itu perlu digeser menuju gerak nasional dan komperehensif.
Kesadaran Nasional
Gerakan nasional dan komprehensif hanya bisa terwujud jika ada kesadaran nasional. Bukankah gerakan nasional melawan penjajah yang dilakukan oleh para pendahulu kita diawali dari kasadaran nasional?
Maka ketika kita membahas bagaimana cara implementasi RAN PE maka hal yang utama dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran nasional itu. Pemerintah harus melihat ini sebagai pintu masuk untuk melawan radikalisme secara komprehensif.
Bagaimana caranya? Pemerintah –pusat dan daerah –harus bersinergi lewat semua perangkat negara untuk menumbuhkan kesadaran ini. Semua alat dan sarana terutama yang berbasis digital dan maya, harus dipergunakan.
Sekolah bisa menjadi sentral untuk menumbuhkan kedasaran itu. Rumah ibadah agama bisa bertindak aktif dalam merangsang lahirnya kesadaran bahwa radikalisme adalah musuh bersama. Rumah adat atau lembaga budaya bisa dimaksimalkan untuk kegiatan-kegiatan yang bisa melahirkan kesadaran nasional.
Intinya, semua lapisan dan lini bangsa ini harus bergandengan-tangan menumbuhkan kesadaran ini kepada semua anak bangsa. Dengan kerjasama dan sinergi ini diharapkan muncul kesadaran nasional. Dengan kesadaran naional akan melahirkan gerakan nasional melawan radikalisme-terorisme.