Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

- in Narasi
5
0

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata. Di Bangladesh, generasi Z nebginissi gerakan revolusi menjatuhkan rezim diktator yang dikenal korup. Hal yang sama muncul di Nepal. Gen Z turun ke jalan, menuntut revolusi politik yang berujung pada pengunduran diri Perdana Menteri Nepal.

Di Indonesia, gen Z menjadi kelompok yang punya pengaruh signifikan dalam pembentukan opini publik atas berbagai macam isu. Kehadiran gen Z tidak hanya sekadar menjadi pelengkap, namun tampil sebagai aktor utama dalam kontestasi wacana sosial dan politik. Apalagi di media sosial, generasi Z adalah opinion maker yang aktif memproduksi narasi tentang realitas sosial politik kontemporer.

Jika kita bedah, anatomi gerakan gen Z secara umum dapat dipetakan ke dalam tiga ciri atau karakter. Pertama, gerakan terkoneksi melalui internet dan media sosial. Ciri menonjol dari anatomi gerakan gen Z adalah penggunaan media digital salam perumusan opini, pengalaman dukungan, sampai amplifikasi agenda atau tuntutan.

Sebagai generasi melek digital, mereka paham betul bagaimana menjadikan media digital sebagai senjata menyuarakan aspirasi, bahkan alat untuk melakukan transformasi sosial.

Kedua, komunikasi yang cair, populer, dinamis, dan fleksibel. Gen Z memiliki gaya komunikasi yang berbeda dengan milenial apalagi generasi baby boomer. Begitu pula dalam menyampaikan aspirasi. Mereka tidak segan memakai medium meme, video, gambar, dan produk digital kontemporer lainya untuk menyampaikan aspirasi. Dengan model atau gaya komunikasi yang cair itu, gerakan yang diinisiasi gen Z cenderung mendapat simpati publik luas.

Ketiga, gerakan diekspresikan secara percaya diri bahkan cenderung narsistik. Generasi Z lihai mengemas gerakannya sebagai sebuah tontonan dan hiburan. Misalnya, poster demonstrasi yang kerap berisi kalimat yang kritis, sekaligus kental dengan nuansa humor. Mereka juga kerap mengadaptasi simbol budaya populer dalam gerakan mereka. Semua itu membuat gerakan sosial politik yang diinisiasi gen Z memuat unsur kelucuan dan hiburan yang kuat.

Jika dilihat dari perspektif anatomi gerakan, tampak bahwa model gerakan gen Z ini sebenernya sangat rapuh. Mereka kerap menginisiasi sebuah gerakan sosial politik tanpa memikirkan apalagi merancang tujuan dalam konteks jangka panjang. Alhasil, gerakan kerap hanya berkahir sebagai euforia sesaat.

Aksi protes yang dikemas ke dalam berbagai hastag atau tagar memang kerap viral dan menjadi trending topic di berbagai platform media sosial. Namun, ironisnya gerakan itu cenderung tidak bertahan lama dan hilang ditelan algoritma media sosial yang bergerak serba cepat dan instan.

Hal yang sama menggejala pada gerakan gen Z di Indonesia. Kita kerap melihat bagaimana gerakan yang diinisiasi gen Z seolah kehilangan orientasi dan tujuan. Sehingga mudah dikooptasi oleh kelompok-kelompok yang memiliki agenda mendelegitimasi pemerintah atau negara.

Dalam konteks inilah, menghadirkan imajinasi keindonesiaan yang otentik di kalangan generasi muda itu sangat urgen dan krusial. Jangan sampai, generasi Z kita tumbuh menjadi entitas yang hanya berisik di media sosial dan gemar menggalang aksi namun kosong dalam subtansi dan tidak berpikir secara jangka panjang.

Jangan sampai, aktivisme gen Z di ranah sosial maupun politik hanya sekedar euforia dan FoMO yang tidak memberikan signifikansi apa-apa dalam perubahan sosial. Jangan sampai pula, gerakan yang diinisiasi gen Z dikooptasi oleh kekuatan tertentu untuk melemahnya otoritas negara.

Imajinasi keindonesiaan yang otentik berarti gagasan tentang Indonesia yang dibentuk dan dipertahankan melalui rasa kebersamaan, kesatuan emosional, dan dinegosiasikan di tengah tantangan dan dinamika zaman.

Itu artinya, aktivisme gen Z idealnya juga bertumpu pada rasa kebersamaan dan kesatuan emosional. Imajinasi keindonesiaan yang otentik adalah prasyarat bagi lahirnya aktivisme gen Z yang independen (tidak ditunggangi kelompok tertentu), proporsional (tidak berlebihan), dan nirkekerasan (mendepankan cara damai dan dialog).

Imajinasi ontentik tentang Indonesia akan melahirkan kesadaran bahwa demokrasi, kebebasan berpendapat, dan demonstrasi itu adalah sarana, bukan tujuan. Tujuan dari semua itu adalah mewujudkan Indonesia yang sejahtera, aman, dan damai. Menjadi absurd jika gerakan sosial politik gen Z itu justru menimbulkan kegaduhan bahkan kericuhan yang berdampak pada terganggunya aktifitas warga.

Demonstrasi yang diwarnai kekerasan dan kerusuhan tidak pelak pasti menimbulkan kecemasan bahkan kepanikan publik. Denyut ekonomi melambat. Belum lagi kerusakan materiil akibat kerusuhan yang harus dibayar mahal. Tanpa imajinasi keindonesiaan yang otentik, aktivisme gen Z hanya akan dikooptasi oleh narasi kebencian dan kekerasan.

Pesan penting bagi gen Z adalah urgensi membangun aktivisme atau gerakan yang orientasinya adalah kemajuan Indonesia. Aktivisme berbalut amuk massa atau demonstrasi bernuansa vandalisme adalah prilaku toksik dalam demokrasi yang akan menghambat laju kemajuan bangsa.

Facebook Comments