Dalam tulisan sebelumnya Membongkar Sekolah Radikalisme telah dijelaskan tentang siapakah murid, mata pelajaran, dan guru dalam sekolah radikalisme. Tulisan ini akan membahas tentang metode dan metodologi pembelajaran dalam sekolah radikalisme.
Sekolah radikalisme memiliki dua metode dalam pembelajaran; fitnah dan adu domba. Saat ini, khususnya di Indonesia ini fitnah telah merajalela. Apa yang tidak ada dianggap ada dan apa yang tidak terjadi dianggap terjadi. Informasi menjadi tidak jelas kebenarannya. Hal ini sengaja dibuat agar anak didik tidak memiliki pegangan. Pedoman pokok yang diajarkan orang tua sengaja dibongkar untuk diisi fitnah. Misalnya, fitnah keji tentang islam terdzalimi, ulama dikriminalisasi, dan seabrek informasi fitnah lainnya merupakan cara melucuti seluruh pedoman dan pandangan hidup anak didik ketika masuk sekolah ini.
Fitnah-fitnah keji itu selain untuk membongkar pondasi keberagamaan yang santun, juga untuk menciptakan ketakutan untuk menghadapi masa depan. Bahwa betapa dunia ini sudah tidak ramah terhadap dirinya. Mereka merasa terancam tanpa tahu siapa yang mengancam. Akibatnya, orang lebih siap mati di usia muda. Maka wajar apabila tidak sedikit anak kecil yang sudah siap mengahiri hidupnya sembari membawa dendam. Metode fitnah ini di Indonesia sedang terjadi. Jika tidak waspada maka akan memasuki metode kedua sebagaimana di bawah ini.
Selain fitnah, metode yang digunakan dalam sekolah radikalisme adalah adu domba. Suriah, Iraq, dan negara-negara lain telah lama porak poranda akibat teknik adu domba. Kelompok satu dengan kelompok yang lain saling menyalahkan. Kecurigaan kepada yang lain tinggi sekali. Sekali dapat informasi penuh fitnah maka bisa segera terjadi pertumpahan darah antar kelompok sebagaimana awal-awal terjadi di timur tengah.
Di Indonesia metode adu domba ini sudah mulai tercium. NU di acak-acak dengan memunculkan istilah NU garis lurus. Seolah-olah NU yang ada sekarang salah dan sesat. Begitu juga, organisasi-organisasi lain dihasut dan diadu domba antara satu dengan yang lain. bukan hanya organisasi atau kelompok bahkan engara diadu domba dengan warga negaranya. Dan uniknya, organisasi pengadu domba ini dibiarkan bertebaran dan melakukan ulah anarkhisnya tanpa merasa ada yang menghalangi. Kelak, di suatu waktu, hanya kelompok mereka yang lagi-lagi merasa paling benar dan menjadi pahlawan kebenaran.
Karena itu, jauh sebelum negara ini porak poranda akibat lulusan sekolah radikalisme ini sebaiknya kita segera membangun sekolah toleran dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika radikalisme dibangun dalam kecurigaan dan rasa terdzalimi maka sekolah persatuan hendaknya dibangun atas dasar sebaliknya, saling percaya dan saling membangun. Semangat kemeredekaan negara ini yakni mental untuk melawan secara bersama-sama terhadap penjajah kebhinekaan bisa ditelurkan di masa ini. Gerakan-gerakan untuk memecah belah bangsa harus diperangi hingga ke akar-akarnya.
Kita; saya, anda dan negara ini harus segera keluar dari perangkap sekolah radikalisme. Dasarnya adalah kembali kepada ketauladanan Nabi yang dituturkan dalam al Qur’an dan hadits. Misalnya dari aspek kemanusiaan (al insaniyyah). Nabi Muhammad hadir di saat orang-rang tidak lagi menghormati kemanusiaan berupa perbudakan dan selanjutnya menyuarakan kemeredekaan mereka. Begitu juga perebutan kebenaran antar kabilah/kelompok, Nabi mendeklarasikan persatuan. Sikap dan karakteristik Nabi dalam menggerakkan keislaman ini bisa menjadi panduan dalam beragama dan bernegara tanpa harus menunggu borok perpecahan makin merekah.