Fenomena ideologi keagamaan transnasional seperti Khilafah sering kali menjadi ancaman serius bagi stabilitas negara bangsa. Ideologi ini mengusung pandangan yang mendukung kesatuan lintas batas negara di bawah satu kepemimpinan tunggal yang berlandaskan agama, serta mendambakan perubahan dasar negara ke dalam bentuk yang lebih religius. Dalam konteks Indonesia, keberadaan ideologi ini secara langsung atau tidak langsung dapat melemahkan wawasan kebangsaan dan mengancam integrasi nasional.
Menghadapi hal ini, konsep hubbul wathan minal iman atau “cinta tanah air adalah bagian dari iman” menjadi solusi yang sangat relevan untuk menyeimbangkan antara keimanan dan kebangsaan. Konsep ini menegaskan bahwa cinta terhadap negara tidak mengurangi kadar keimanan seseorang, tetapi justru memperkuat kesalehan sosial seorang Muslim yang berkewarganegaraan Indonesia.
Ideologi keagamaan transnasional pada dasarnya menginginkan adanya tatanan baru yang melintasi batas negara, dengan tujuan membentuk sistem pemerintahan yang menyatukan seluruh umat Muslim dunia di bawah satu pemimpin tunggal. Dalam praktiknya, ideologi ini sering kali tidak hanya menolak eksistensi negara-bangsa, tetapi juga meremehkan prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati di setiap negara, seperti Pancasila di Indonesia.
Kampanye yang dilakukan oleh kelompok transnasional semacam ini sering kali menampilkan narasi bahwa tatanan negara-bangsa tidak sejalan dengan prinsip Islam dan bahwa hanya dengan Khilafah-lah seluruh permasalahan umat Islam dapat terselesaikan. Pandangan ini tidak hanya bersifat utopis tetapi juga berbahaya.
Ideologi transnasional menyepelekan sejarah dan realitas sosial-politik setiap negara, termasuk keragaman dan dinamika yang membentuk identitas bangsa. Dengan menafikan nasionalisme, ideologi ini melemahkan rasa tanggung jawab warga negara Muslim terhadap tanah airnya. Padahal, wawasan kebangsaan adalah salah satu elemen penting dalam membangun stabilitas dan keamanan nasional.
Bahaya Ideologi Khilafah dalam Konteks Negara-Bangsa
Dalam kajian akademis, ideologi Khilafah dilihat sebagai gerakan yang tidak hanya berusaha menciptakan identitas kolektif lintas batas, tetapi juga memiliki potensi untuk mengikis loyalitas warga negara terhadap bangsa dan negaranya. Di Indonesia, hal ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa dan memperkuat potensi konflik sosial. Ketika ideologi transnasional seperti ini diadopsi oleh sebagian warga negara, mereka cenderung akan merasa tidak memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam pembangunan negara yang berdasarkan prinsip Pancasila.
Selain itu, Khilafah sebagai ideologi bersifat eksklusif dan cenderung bertentangan dengan pluralitas yang menjadi fondasi dasar dari negara bangsa seperti Indonesia. Keberagaman di Indonesia mencakup berbagai agama, suku, dan bahasa, yang kesemuanya dilindungi oleh Pancasila sebagai dasar negara. Ketika ideologi keagamaan transnasional ini semakin berkembang, potensi untuk memecah belah bangsa menjadi semakin besar, karena prinsip dasarnya yang menolak pluralisme dan hanya mengakui satu bentuk otoritas agama yang absolut.
Konsep Hubbul Wathan Minal Iman sebagai Solusi
Konsep hubbul wathan minal iman yang berarti “cinta tanah air adalah sebagian dari iman” menjadi alternatif yang sangat relevan untuk menangkal pengaruh ideologi transnasional yang berbahaya ini. Ide ini berakar dari pandangan bahwa Islam mendorong umatnya untuk mencintai tanah air, dan bahwa tanggung jawab terhadap negara tidak bertentangan dengan nilai-nilai keimanan.
Hubbul wathan minal iman juga memberikan fondasi yang kokoh bagi warga negara Muslim untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa tanpa harus mengorbankan identitas keagamaannya. Sebagai Muslim Indonesia, konsep ini mengajak untuk menjalankan kewajiban agama dan tanggung jawab kewarganegaraan secara seimbang.
Cinta tanah air bukanlah bentuk idolatri atau syirik, tetapi bagian dari praktik keimanan yang sesuai dengan ajaran Islam tentang amanah dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks negara-bangsa, cinta tanah air berarti mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan ideologi transnasional yang tidak realistis dan merusak persatuan.
Dalam konteks akademis, konsep hubbul wathan minal iman dapat dijelaskan sebagai upaya rekonsiliasi antara prinsip-prinsip keagamaan dan nasionalisme. Para ulama dan pemikir Muslim Indonesia menyadari pentingnya menciptakan sinergi antara keduanya. Dengan konsep ini, keberadaan negara-bangsa dipandang sebagai sarana untuk melindungi dan menyejahterakan umat, bukan sebagai penghalang bagi kemurnian agama. Negara Indonesia, misalnya, dengan dasar negara Pancasila, memberikan ruang bagi setiap warga negara untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya.
Melalui hubbul wathan minal iman, masyarakat Muslim diajak untuk memandang negara sebagai wadah yang menjamin hak beribadah, melindungi kemanusiaan, dan menjadi lahan untuk mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini, agama dan negara saling melengkapi dan menjamin. Agama memberikan arah moral dalam kehidupan berbangsa, sementara negara memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya. Dengan demikian, praktik keagamaan dapat berjalan secara harmonis dalam kerangka kehidupan bernegara.
Untuk mencegah meluasnya pengaruh ideologi transnasional, konsep hubbul wathan minal iman perlu disosialisasikan secara lebih masif melalui pendidikan dan dakwah. Pendidikan agama dan kewarganegaraan harus mengajarkan bahwa Islam tidak mengajarkan untuk menentang negara, tetapi justru mendorong umatnya untuk berperan aktif dalam membangun negara. Hal ini penting untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air yang kuat sejak dini dan menguatkan identitas keagamaan yang sejalan dengan nasionalisme.
Selain itu, melalui dakwah, para ulama dan pemuka agama perlu menyampaikan pemahaman bahwa loyalitas terhadap negara bangsa bukanlah hal yang bertentangan dengan Islam. Para ulama juga perlu menekankan bahwa upaya mewujudkan kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara adalah bagian dari kewajiban agama. Dakwah semacam ini diharapkan dapat menjadi benteng yang kokoh untuk menangkal pengaruh ideologi transnasional yang berpotensi merusak harmoni dan persatuan bangsa.