Mencari (Janji) Damai

Mencari (Janji) Damai

- in Narasi
1411
0

Pada 1912 Shalom mengatakan kepada kedua orang tuanya bahwa dia akan pergi merantau. Tindakan tersebut merupakan bentuk pembangkangan yang luar biasa, bahkan sekedar mengikuti gejolak masa muda pun digolongkan dalam pembangkangan serupa. Kakekku telah memutuskan berhijrah ke negeri baru, tempat bangsa Yahudi memiliki akar sejarah mereka: Tanah Suci Palestina. Meski dia menolak agama mereka tetapi dia tidak melihat adanya pertentangan di tanah Kanaan – tempat bangsa Yahudi hidup turun-temurun dalam jangka waktu lama sebelum orang-orang Romawi datang dan mengusir mereka – tanah airnya yang sah dan asli. Dia masih seorang Yahudi saat tiba di tanah tersebut. Shalom menamakan tempat itu Eretz Israel – Tanah air bangsa Israel. Sementara itu seluruh dunia menyebutnya Palestina.

Itulah sepenggal kisah yang tertulis di terjemahan novel best seller Timur Tengah, Tried by Fire karya Bassam Abu-Sharif dan Uzi Mahnaimi. Dalam novel itu dijelaskan pula tentang konflik perang dan pembajakan dua negara yang berkonflik, Israel dan Palestina. Berikut usaha rekonsiliasi perdamaian yang masih mencari titik terang.

Menilik sejarah panjang konflik Israel dan Palestina, kita tak bisa menafikkan peran agama. Terutama Yahudi sebagai representasi Israel dan Islam yang terwujud dalam perjuangan rakyat Palestina. Bagi kaum Yahudi, Palestina adalah negeri yang dijanjikan. Sedangkan bagi umat Islam, Palestina khususnya daerah Yerussalem adalah tanah suci yang harus dipertahankan. Itulah sebabnya konflik ini tak sebatas kasus politik bilateral biasa, namun menjadi konflik global atas nama agama.

Bicara mengenai usaha mendamaikan Israel dan Palestina, rekonsiliasi wilayah masih menjadi alternatif solusi yang paling mungkin untuk dilakukan. Pasalnya dibanding memperebutkan “wilayah suci” dengan tumbal banyak rakyat sipil, akan lebih baik jika dua bangsa itu hidup berdampingan secara bersama-sama. Hanya saja yang perlu digarisbawahi disini perlu adanya kerelaan dan formula yang tepat untuk menghasilkan win-win solution bagi kedua belah pihak. Dan dialog antar agama bisa dijadikan media untuk menjembatani perdamaian yang dicita-citakan tersebut.

Dialog antar agama yang saya maksud disini adalah komunikasi saling mengenal antara Israel dan Palestina. Baik terkait aspek teologis, aturan kemasyarakatan, hukum, dan yang paling penting adalah akar sejarah pentingnya Yerussalem bagi Israel dan Palestina serta tawaran pembagian wilayah yang paling proporsional bagi kedua pihak.

Dialog antar agama yang diperlukan disini tidak hanya melibatkan tokoh Israel dan Palestina saja. Namun juga membutuhkan dukungan tokoh pemuka Islam di Palestina dan tokoh agama Yahudi di Israel. Agar nilai keterikatan keagamaan yang telah ada secara personal bisa diakomodir untuk kepentingan perdamaian yang lebih global. Melalui dialog antar agama ini diharapkan kedua belah pihak yang bersengketa bisa saling memahami satu sama lain. Sehingga pada akhirnya bisa mengkomunikasikan tawaran tanah perdamaian yang dianggap paling adil bagi kedua belah pihak.

Tawaran Bassam Abu-Sharif di halaman 347-348 Tried by Fire dalam hal ini saya kira juga patut untuk direnungkan. Tujuan yang harus digapai Palestina ialah memulai sesuatu yang justru telah diakhiri oleh bangsa lain; mengakhiri sesuatu di mana bangsa lain justru telah memulai sesuatu yang baru lagi. Jika tidak, Palestina tidak akan bertahan seperti keadaannya sekarang ini, mengisap puting susu ekonomi Israel. Fundamentalisme menghasilkan kemiskinan. Palestina harus modern secepatnya, negara berteknologi canggih yang memberikan standar kehidupan yang layak kepada seluruh warganya.

Sedangkan bagi Israel, mereka telah membangun jembatan mereka ke Timur Tengah. Tak ada pilihan lain kecuali menyeberanginya. Perdamaian akan terjamin. Jalannya mungkin terjal, mungkin pula berdarah-darah pada satu waktu, namun Timur Tengah akan hidup dalam kerukunan. Sebagian orang Israel, Partai Likud dan para pemukiman baru yang lebih ekstrem, berkata bahwa mereka tidak bisa melakukan hal ini. Tidak masalah, sepanjang kepentingan bersama terjamin, sepanjang hubungan bisnis antara Israel dan negara-negara Arab diperluas, dunia ekonomi akan maju, tentu saja termasuk Israel, Palestina dan seluruh negara Arab lainnya yang berkedudukan setara – dan secara politik mapan – sebagai rekan.

Mereka yang terjerat dalam kekerasan dan ekstremisme akan semakin tersisihkan. Kereta perdamaian terus melaju, jejaknya jelas, dan para pembela kekerasan duduk murung dii gerbong terakhir. Akhirnya, pasangan yang jahat itu akan bercerai dan mereka akan mundur ke belakang dalam kekaburan.

Facebook Comments