Pada dasarnya, setiap agama mengajarkan perdamaian. Perdamaian bagi pemeluknya serta bagi sesama. Perdamaian tercipta ketika semua pihak membawa spirit nilai-nilai agama dalam setiap aktivitas kehidupannya. Jujur, adil, tidak merusak tubuh, harta dan benda seseorang merupakan salah satu nilai-nilai agama yang harus senantiasa menjadi landasan dalam setiap kehidupan seseorang.
Perdamaian tidak tercipta apabila setiap aktivitas kehidupan tidak dilandasi dengan nilai-nilai agama. Begitu pula ketika atas nama agama namun merampas hak-hak orang lain akan lebih membahayakan. Terkadang demi kepentingan segelintir seseorang agar mendapatkan simpati yang besar adalah menggunakan isu agama.
Perdamaian akan tercipta apabila setiap elemen memahami secara mendalam arti sebuah agama. Agama secara substansi maupun agama secara formal harus dipahami secara bersamaan. Bukan berat sebelah, seperti halnya orang-orang yang mengampanyekan formalisasi agama untuk dijadikan sebagai sebuah produk hukum yang harus diterapkan di sebuah negara.
Formalisasi hukum agama agar dijadikan hukum negara bukanlah esensinya untuk mewujudkan perdamaian. Kecuali ketika di dalam satu negara terdapat seragam umat beragama, penggunaan hukum agama tertentu bisa diperlakukan. Berbeda ketika dalam suatu negara terdapat banyak penganut agama dan kepercayaan, pemberlakuan hukum agama tidak efektif. Khilafah misalnya, yang diusung oleh beberapa kelompok umat Islam di Indonesia, merupakan bukan upaya untuk mewujudkan perdamaian melainkan upaya diskriminasi.
Peran Agamawan dan Negarawan
Deklarasi Presiden Amerika, Donald Trump terhadap pengakuannya Yerusalem sebagai ibu kota Israel serta pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke kota bersejarah itu merupakan contoh pemimpin negara yang tidak mengutamakan perdamaian. Pengakuan presiden Amerika Serikat tersebut diyakini akan menimbulkan banyak konflik. Bukan hanya menyulut emosi rakyat Palestina, melainkan menyulut kemarahan negara-negara lain.
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) banyak yang menolak keputusan Donald Trump. Seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas, ia berpendapat bahwa pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel bukan saja menolak sejarah, akan tetapi juga berpotensi menumbuhkan sikap radikal di banyak negara. Ia juga menganggap keputusan Presiden Amerika akan menimbulkan banyak kekerasan baru.
Seorang pemimpin haruslah mempunyai spirit perdamaian. Bukan saja dikampanyekan oleh agamawan saja, melainkan harus dikampanyekan oleh pemimpin negara. Karena perdamaian tidak akan tercapai apabila hanya dilakukan oleh agamawan saja. Semua elemen harus bekerja sama untuk mewujudkan perdamaian.
Ada dua elemen terpenting untuk mewujudkan perdamaian secara nasional ataupun secara global, yaitu agamawan dan negarawan. Kedua elemen tersebut sangat potensial untuk membawa spirit perdamaian. Agamawan sebagai salah satu simbol pendakwah, ia mampu untuk menularkan spirit perdamaian terhadap banyak orang. Begitu pula negarawan, kapasitasnya untuk mempengaruhi kebijakan negara mampu untuk mengkampanyekan perdamaian secara nasional maupun secara global.
Agamawan akan menyadari bahwa agama pada hakikatnya adalah menyebarkan perdamaian. Bukan hanya Islam, namun agama-agama lain mempunyai satu kesamaan yaitu mengajarkan kebaikan. Tidak ada agama yang mengajarkan saling membunuh, merusak dan merampas hak orang lain.
Penyebab dari kekacauan yang mengatasnamakan agama terkadang rendahnya pemahaman seseorang dalam memahami agama. Setiap kelompok bahkan setiap orang bisa berbeda dalam memahami agama. Perbedaan dalam memahami agama seharusnya dapat disikapi secara dewasa, dari banyaknya perbedaan pandangan seharusnya memperkaya cara pandang dalam beragama. Dari perbedaan-perbedaan tersebut pula, harus bersama-sama mencari kebenaran yang dapat diterima orang banyak.
Agamawan dan negarawan harus bersama-sama untuk menciptakan perdamaian. Agamawan sebagai orang yang meletakkan manhajul fikr terhadap spirit perdamaian. Sedangkan seorang negarawan harus mengambil kebijakan untuk mengkampanyekan perdamaian di masyarakat.