Mendamaikan Islam dan Pancasila

Mendamaikan Islam dan Pancasila

- in Narasi
1777
0
Mendamaikan Islam dan Pancasila

Maraknya isu intoleransi dan radikalisme menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman tentang nilai-nilai pancasila. Nilai Pancasila tentang persatuan Indonesia tidak dipahami secara mendalam untuk menghormati keragaman bangsa. Akan tetapi, mereka justru menilai bahwa persatuan umat Islam lebih diutamakan ketimbang persatuan umat manusia.

Misalnya organisasi Hizbut Tahrir Tahrir (HTI) yang dengan jelas telah menyuarakan untuk menyatukan umat Islam diseluruh dunia dan dan bersikap tidak hormat kepada NKRI. Sikap seperti ini jika semakin berkembang akan membahayakan nasionalisme Indonesia. Dalam buletin yang beredar setiap Jum’at, HTI tidak segan-segan menkritik kesalahan-kesalahan pemerintah dan menawarkan solusi dengan mendirikan negara Islam.

Bahkan tidak hanya itu saja, kelompok muslim radikal lainnya juga menunjukkan sikap keagamaannya dengan tidak menghormati dan menghargai agama lain. Penyerangan Jamaah Ahmadiya di Lombok, penyerangan oknum di Gereja St Lidwana Sleman, bom bunuh diri di tiga Gereja Surabaya, merupakan deretan aksi intoleran yang tidak menghargai keberagaman bangsa.

Kejadian intoleran seperti itu merupakan buah dari kurangnya memahami persatuan Indonesia dalam pancasila. Apa yang diinginkan oleh para pendiri bangsa dalam sila tersebut adalah adanya persatuan dalam keragaman bangsa. Sedari awal pendiri bangsa sadar bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan unsur agama, suku, bahasa, etnis, yang harus dijaga persatuannya.

Pada saat itu Soekarno menggali dari upaya kerajaan-kerajaan dulu untuk mempersatukan nusantara. Soekarno menggali memori kolektif yang bisa menyatukan bangsa setelah sekian lama terpecah belah oleh kolonial. Dari situ lah Soekarno menemukan seperangkat nilai yang dinamakan Pancasila.

Pencarian memori kolektif ditemukan oleh Soekarno dari kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang dulunya terbukti mampu menyatukan nusantara. Para pemikir dari dua kerajaan tersebut sudah memahami bahwa untuk menyatukan keragaman bangsa dibutuhkan seperangkat nilai yang universal. Nilai yang bisa merangkul semua elemen yang ada. Dari latar belakang itulah muncul konsep Pancasila.

Jadi, pancasila merupakan memori kolektif yang didapat dari khazanah kerajaan-kerajaan nusantara. Maka tidak heran ketika Soekarno mengenalkan konsep Pancasila banyak kalangan yang langsung menyutujui karena hal itu dinilai bisa merangkul keragaman bangsa, dan menyatukan Indonesia yang sudah terpecah-pecah di masa kolonial.

Akan tetapi, problematika sekarang berbeda dengan dulu. Penolakan sekolompok radikal Islam terhadap pancasila tidak bisa didamaikan melalui memori kolektif seperti zaman Soekarno. Akan tetapi, harus dicari solusi yang terbaru sehingga anggota kelompok radikal bisa memahami kalau Islam tidak bertentangan dengan Pancasila.

Salah satu ulama Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Achmad Shiddiq pernah menyinggung permasalahan hubungan Islam dan pancasila. Bahkan hubungan ini sampai-sampai dideklarasikan dalam Muktamar NU di Situbondo (Munawar Fuad Noeh dan Mastuki HS (ed), Menghidupkan Ruh pemikiran K.H. Achmad Shiddiq, 1999). Adapun isi dari deklarasi hubungan antara Islam dan Pancasila adalah; Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Repubik Indonesia bukanlah agama, dan tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

Kedua, sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) UUD 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. Ketiga, bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.

Keempat, penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudkan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Kelima, sebagai konsekuensi dari sikap di atas, maka Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengalamannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Aplikasi beragama juga bisa dilihat dari sikap usaha untuk menghargai perbedaan. Bahwa sedari awal Tuhan memang menjadikan manusia berbeda-beda, jikalau Tuhan berkehendak untuk menyatukan maka manusia akan bersatu. Akan tetapi, kehendak Tuhan untuk menyatukan umat manusia juga harus diawali dari usaha manusia itu sendiri. Jika manusia berupaya penuh untuk bersatu dengan manusia lainnya, maka di situ rahmat Tuhan akan hadir untuk menyatukan manusia.

Maka dari itu, sejatinya Islam memang tidak bertentangan dengan pancasila. Pancasila adalah nilai universal yang juga bisa ditemukan dalam al-Qur’an. Ajaran untuk beragama, persatuan, kesetaraan, musyawarah, keadilan sosial, merupakan nilai-nilai yang bisa kita temukan dalam ajaran al-Qur’an dan Pancasila. Setidaknya nilai-nilai inilah yang harusnya kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk melawan tindakan intoleran dan radikalisme agama.

Facebook Comments