Meneguhkan Politik Kebangsaan di Tengah Ancaman Politik Identitas

Meneguhkan Politik Kebangsaan di Tengah Ancaman Politik Identitas

- in Kebangsaan
637
0
Meneguhkan Politik Kebangsaan di Tengah Ancaman Politik Identitas

Menjelang pertarungan politik tahun 2024, berbagai agenda partai politik sudah mulai bermunculan di ruang publik. Yang menjadi kegelisahan adalah apakah agenda para elit partai ini lebih mengedepankan politik kebangsaan atau justru sebaliknya, memproyeksikan politik identitas? Mengingat dalam pemilu yang sudah lalu, di tahun 2017 dan 2019, politik identitas begitu kentara dan menjadi strategi sebagian partai politik untuk mendulang suara.

Politik identitas memang menjadi strategi paling ampuh dan murah untuk mendulang simpati publik, khususnya umat Islam. Inilah juga yang seringkali menjadi cara politik elit untuk menjegal lawan politik secara sarkas. Tentu potensi munculnya politik identitas itulah yang sama-sama kita khawatirkan dalam setahun ke depan ini.

Di sisi lain, terjadi pertarungan dan persaingan yang kuat antara partai Islam dan partai nasionalis, keduanya bertarung gagasan untuk memenangkan kontestasi politik 2024. Berbagai cara dilakukan, tak segan-segan politisasi agama (identitas) menjadi ujung tombak untuk merebutkan suara.

Masalahnya, realitas saat ini partai politik Islam yang seharusnya menjadi penggaung politik keummatan dan kebangsaan, justru menjadi motor penggerak politik identitas. Ini terbukti dari strategi politik partai Ummat bentukan Prof Amin Rais yang baru-baru ini akan menjadikan politik identitas sebagai strategi utama partai politiknya.

Menurut Ridho Rahmadi, selaku ketua umum DPP Partai Ummat bahwa partainya akan mengusung gagasan politik identitas sebagai bagian dari kampanye politik menjelang pemilu 2024. Secara tegas dia berpendapat bahwa politik identitas adalah cara berpolitik yang pancasilais. Baginya berkompetisi dengan memperalat identitas keagamaan guna meraih dukungan menjadi sesuatu yang sah-sah saja dilakukan.

Hemat penulis, strategi partai Ummat itu adalah wujud dari logika politik yang kebablasan. Alih-alih menawarkan program dan gagasan demi kesejahteraan rakyat, mereka justru ingin mewujudkan konflik dan disintegrasi bangsa. Cara berpolitik yang pancasilais yang ditegaskan mereka di atas justru adalah argumen yang salah kaprah. Oleh karenanya, gagasan yang terselubung seperti inilah yang perlu diwaspadai bersama.

Dengan dalih apapun, strategi politik identitas tentu harus dihindari bersama, mengingat korban dari strategi politis ini bukan hanya kalangan elit semata. Tetapi justru kalangan masyarakat kelas menengah dan menengah bawah yang sangat fanatik terhadap pilihan politiknya lah yang justru banyak menjadi korbannya.

Menjelang pemilu, politik identitas memang tidak bisa dihindari. Sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Prodi Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM, Abdul Gaffar Karim (2021), bahwa di setiap proses penyelanggaraan pemilu, politisasi agama dan politik identitas akan selalu menjadi jalan yang paling ampuh untuk memenangkan percaturan politik dengan memicu konflik bernuansa agama sebagai upaya mengalahkan lawan politik.

Padahal, politisi agama sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara serta dapat menyebabkan segregasi sosial. Sudah banyak ketegangan yang terjadi dan konflik di akar rumput yang kemudian memunculkan keterbelahan, seperti pendukung dari cebong dan kampret yang cukup lama memburamkan ruang publik di Indonesia.

Pemilu sebagai implementasi dari demokrasi tentu di dalamnya terdapat partai politik. Partai politik, seringkali dianggap sebagai biang kerok dari segala kekacauan politik di Indonesia (F.R, Bahtiar, 2014:02). Faktanya, hal ini terjadi di negara-negara berkembang. Partai politik baik dalam segi kaderisasi maupun visi dan misi tenggelam dalam pragmatisme “kekuasaan dan uang‟.

Sebagian besar partai politik dengan segala atribut kepentingannya justru lebih mementingkan suara belaka, dibandingkan dengan menampilkan politik kebangsaan yang meniscayakan tujuan bersama yang berkeadilan dan mensejahterakan rakyat. Seringkali partai politik mengaduk-ngaduk antara dimensi agama yang sakral dengan politik yang profan.

Untuk itu, pentingnya meneguhkan politik kebangsaan di tengah ancaman politik identitas yang senantiasa berpotensi untuk menggema di ruang publik. Peran semua sektor penting untuk melakukan pengarusutamaan politik kebangsaan dengan mengedepankan pertarungan gagasan demi kesejahteraan sosial, bukan justru pertarungan dengan politik identitas demi kepentingan politik sesaat yang tentu berpotensi mengorbankan banyak hal.

Mengampanyekannarasi politik identitas sebagai strategi untuk mencapai kemenangan sangatlah berbahaya bagi kerukunan dan persatuan bangsa. Oleh karenanya, agenda terselubung sebagian elit yang menggunakan politik identitas harus diwaspadai bersama, agar pesta demokrasi tahun 2024 bisa kondusif dan aman dari ancaman disintegrasi bangsa.

Facebook Comments