Tidak ada yang memungkiri peran ulama (tokoh agama) dalam lintas sejarah bangsa ini. Peran besar ulama baik direpresentasikan oleh tokoh, pesantren dan ormasnya mempunyai peran penting dalam merebut kemerdekaan, merumuskan format Negara, mengisi kemerdekaan dan menjaga kedaulatan bangsa sampai saat ini.
Dalam kontkes bernegara dan bermasyarakat, ulama merupakan guru bangsa yang tanpa lelah merndampingi masyarakat dengan keilmuannya, nesehat bijaknya dan kekuatan kharismanya dalam merawat persatuan dalam perbedaan. Ulama menjadi panutan masyarakat yang dapat menjadi modal dalam mengikat persaudaraan baik persaudaraan beragama maupun persaudaraan berbangsa.
Namun, dewasa ini budaya saling mencaci dan membenci sudah sangat memperihatinkan. Tanpa adab kesantunan, masyarakat sudah melewati batas-batas moral dan etika dengan sadar dan tidak sadar menghina para ulama. Perbedaan pendapat dan pandangan semestinya disikapi dengan arif dalam konteks kepentingan berbangsa, bukan kepentingan kelompok.
Baca juga :Konsep Psikologi Kepatuhan Terhadap Ulama Untuk Merekatkan Persatuan
Tentu saja ini menjadi design yang diharapkan kelompok tertentu untuk meruntuhkan kredibilitas dan otoritas ulama di tengah masyarakat. Ulama yang sejak dulu menjadi pengikat persatuan di tengah perbedaan sengaja diruntuhkan untuk menghilangkan kepercayaan publik terhadap ulama.
Design yang lebih mengerikan adalah membenturkan antar ulama dengan ulama. Seolah membela ulama tertentu sembari menghina dan mencaci maki ulama lain. Metode ini akan memunculkan fanatisme dan pembelaan buta masyarakat yang justru menggiring pada perpecahan di tengah masyarakat dengan saling menghina dan mencaci maki.
Apa akibatnya? Runtuhnya kredibilitas ulama sejalan dengan potensi melemahnya ikatan sosial dan munculnya perpecahan masyakarat. Selama ini ulama menjadi guru bijak dalam menyatukan umat dan masyarakat. Ulama menjadi penyejuk mereka yang sering emosi, menjadi pelembut bagi mereka yang suka bertindak kasar, dan penyantun bagi mereka yang suka kekerasan.
Budaya ini tentu saja sudah jauh dari cara beragama dan berbangsa. Umat beragama selalu menghargai dan menghormati ulama. Contohlah para ulama terdahulu dalam sejarah Islam yang saling menghargai dan menghormati walaupun banyaknya perbedaan pandangan dan madzhab dalam Islam. Begitu pula budaya bangsa adalah kesopanan dan kesantunan terutama kepada orang tua dan sesepuh.
Kondisi seperti ini menuntut kita untuk mengembalikan nilai dan kearifan berbangsa yang berbudaya dan beradab dengan menghargai para tokoh agama, tokoh masyarakat dan ulama sebagai guru bangsa yang dapat menyatukan umat dan menjaga persatuan bangsa. Masyarakat harus segera sadar untuk tidak mengkotakkan diri dalam kepentingan sesaat dengan melupakan kepentingan panjang tentang masa depan bangsa.