Setiap tanggal 21 September, dunia memeringati Hari Perdamaian Internasional. Peringatan yang didedikasikan demi terciptanya perdamaian dunia ini menjadi momentum untuk kembali menekankan pentingnya menyebarkan nilai-nilai perdamaian agar dunia terhindar dari segala bentuk konflik, perang, dan berbagai bentuk kekerasan. Peringatan ini juga menjadi saat untuk membulatkan tekad dalam upaya pencegahan konflik dan kekerasan lewat pendidikan perdamaian.
Berbicara tentang pendidikan atau upaya pencegahan kekerasan atau konflik, saat ini penting untuk menaruh perhatian besar pada perkembangan informasi di era digital. Revolusi digital telah membawa ekosistem baru dalam penyebaran informasi. Konflik dan kekerasan sekarang tak lagi karena pertikaian langsung antar orang atau kelompok orang, namun bisa disulut oleh aktivitas di dunia maya. Pertikaian bisa muncul hanya karena perdebatan dalam mengomentari sebuah kabar atau isu di ruang maya.
Era digital membuat informasi bisa diproduksi dan disebar dengan sangat cepat. Di satu sisi, perkembangan media sosial juga turut menciptakan kebebasan yang amat luas bagi setiap individu. Lewat akun media sosial masing-masing, setiap orang bisa bebas bereskpresi, mengungkapkan pandangan, keresahan, bahkan keberpihakan. Di sinilah kemudian, terjadi keriuhan di dunia maya. Berbagai macam informasi, baik dari media yang kredibel maupun yang tidak, menyebar dengan bebas. Sementara di media sosial orang begitu gampang saling berkomentar dan berdebat. Akibatnya, potensi terjadinya pertikaian, konflik, bahkan menjalar sampai ke kekerasan menjadi semakin besar.
Pendidikan perdamaian di era digital
Melihat potensi terjadinya pertikaian yang besar di era digital tersebut, pendidikan perdamaian harus bisa menjawabnya. Strategi pencegahan terjadinya konflik dan kekerasan kini tak sekadar diupayakan di dunia nyata, namun juga dunia maya. Selama ini, kampanye perdamaian di dunia maya sudah banyak dilakukan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya edukasi untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai perdamaian pada masyarakat.
Diluncurkannya situs jalandamai.org oleh BNPT misalnya, menjadi salah satu bentuk upaya menyebarkan nilai-nilai perdamaian dan pencegahan terhadap segala bentuk paham kekerasan, terutama radikalisme-terorisme. Di sini, disebarkan konten-konten perdamaian, baik berupa artikel, gambar, video, dan lain sebagainya. Nilai-nilai pembangun perdamaian, seperti saling menghormati, toleransi, dialog atau musyawarah, ditanamkan dan disebarkan lewat berbagai gagasan yang dikemas dalam berbagai bentuk konten.
Namun, kita tak bisa hanya mengandalkan hal tersebut. Upaya pendidikan perdamaian di dunia maya pada dasarnya menjadi tanggungjawab kita bersama. Sebab kita sama-sama mendambakan hidup damai, aman, dan tentram, bebas dari berbagai bentuk konflik, pertikaian, apalagi perang dan kekerasan.
Dibutuhkan gerakan bersama untuk bisa menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai perdamaian secara luas di era digital. Sebab, ketika pemerintah dan berbagai pihak terus memproduksi konten perdamaian, di saat bersamaan akan selalu ada orang-orang yang juga terus memproduksi konten-konten negatif berupa provokasi, pemikiran kekerasan, dan berbagai hal yang berpotensi memantik pertikaian dan konflik di dunia maya. Ketika kita getol menyebarkan dan menanamkan semangat perdamaian di dunia maya, akan selalu ada pihak-pihak–dengan motifnya masing-masing—yang juga terus menyebarkan kebencian, sentiman, dan berbagai konten negatif lainnya.
Warganet pembelajar
Pendidikan perdamaian di dunia maya tak boleh hanya terpaku pada penyebaran konten perdamaian. Pendidikan bisa dikatakan sebagai proses transfer maupun tukar informasi atau pengetahuan yang bertujuan membentuk atau mengembangkan suatu pemahaman baru. Di sinilah, di tengah belantara informasi digital, menjadi penting bagi masing-masing kita memiliki bekal untuk bisa terus belajar agar tak tersesat di belantara tersebut. Sebab pada akhirnya yang paling menentukan dari proses pendidikan perdamaian adalah sejauh mana masing-masing individu punya motivasi untuk terus belajar atau mendidik diri sendiri agar menjadi warganet yang sadar dan cinta damai.
Bagi penulis, di sini penting untuk terus meningkatkan kemampuan literasi media agar memiliki pemikiran dan sikap kritis dalam menyikapi setiap isu yang beredar di dunia maya. Ini merupakan bekal paling penting dan mendasar bagi setiap orang yang hidup di era informasi digital untuk tetap bisa memandang segala informasi dengan pemikiran jernih, agar tak larut dalam perdebatan dan pertikaian yang bisa berujung pada konflik dan kekerasan.
Setiap warganet harus bisa memosisikan diri sebagai seorang murid yang harus punya kesadaran untuk terus belajar. Jiwa pembelajar membuat kita tak mudah menghakimi, mengklaim, dan mengeluarkan pernyataan pemantik konflik. Dengan jiwa pembelajar, setiap individu selalu punya ruang untuk berdialog dengan orang lain, sehingga bisa bersikap bijak dalam menyikapi informasi apa pun di dunia maya. Jika setiap orang atau setiap warganet memiliki jiwa tersebut, upaya edukasi atau pendidikan perdamaian di dunia maya tentu akan berjalan semakin efektif.