Menjaga Etika dan Menebar Perdamaian di Dunia Maya

Menjaga Etika dan Menebar Perdamaian di Dunia Maya

- in Narasi
1502
0

Era teknologi semakin mengarahkan kita pada bentuk komunikasi dan informasi berbasis internet. Banyaknya informasi dari berbagai bidang kehidupan yang tersedia di internet kemudian memunculkan istilah “dunia maya” virtual world atau cyberspace. Internet diimajinasikan sebagai dunia tersendiri yang “maya”. Berbagai konten, fitur, aplikasi, disediakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia di dunia nyata.

Penggunaan kata “maya” dalam “dunia maya” menggambarkan dunia di internet pada dasarnya tidak nyata. Kata “maya” dalam KBBI V bermakna “hanya tampaknya ada, tetapi nyatanya tidak ada; hanya ada dalam angan-angan; khayalan, atau dalam istilah komputer, kata “maya” merujuk pada fitur atau peranti yang tidak benar-benar ada, disimulasikan oleh komputer dan dapat digunakan oleh pengguna seolah-olah memang ada.

Namun begitu, jika kita kembalikan bahwa mengendali internet (dunia maya) tersebut adalah manusia sendiri, maka dunia maya tak lain merupakan bagian dari dunia nyata. Interaksi sosial di dunia maya pada kenyataannya menggambarkan interaksi sebagaimana di dunia nyata. Saat kita mengomentari status teman di media sosial, maka konsekuensi yang kita dapat juga sama dengan ketika kita berkomentar terhadap pembicaraan teman di dunia maya.

Buktinya, aktivitas dan interaksi di dunia maya banyak yang berdampak di dunia nyata. Kasus-kasus seperti remaja yang kabur dari rumah karena dipengaruhi teman chatting, berbagai tindakan kejahatan dan kriminal yang bermula dari interasi di media sosial, sampai merebaknya ucapan kebencian dan hasutan yang membanjiri media sosial yang kemudian memanaskan kondisi negara kita belakangan ini, tak lain menunjukkan betapa besar dampak yang ditimbulkan dari dunia maya terhadap dunia nyata.

Apa yang kita sebut dunia maya pada kenyataannya tak benar-benar maya. Dunia maya tak sekadar dunia “lain” yang terpisah dari dunia nyata. Sebaliknya, dunia maya sudah menjadi bagian dari dunia nyata itu sendiri. Dan ketika dunia maya sudah menjadi bagian dari dunia nyata, maka kemudian membawa konsekuensi terkait sistem komunikasi dari keduanya. Artinya, etika dan aturan dalam kominikasi di dunia maya akhirnya juga harus memperhatikan etika komunikasi di dunia maya. Maka tak heran jika Virginia Shea dalam Netiquette (1994) sebagaimana disarikan albion.com, menyebutkan aturan-aturan atau etika berinternet (Netiquette) yang secara garis besar tak jauh beda dengan etika komunikasi di dunia nyata.

Diantaranya, prinsip kemanusiaan yang mengisyaratkan berkomunikasi dengan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Artinya, kita harus sadar bahwa di sana, di balik setiap akun yang berinteraksi dengan kita, juga ada manusia yang punya perasaan seperti kita. Jadi, meski berinteraksi via dunia maya, bukan berarti kita bisa seenaknya berbicara tanpa peduli perasaan orang lain. Selain itu, kita harus berhati-hati dan menyesuaikan dengan forum online tempat kita berinteraksi. Berbicara di forum online yang terbuka tentu berbeda dengan forum yang private dan terbatas.

Shea juga menekankan pentingnya menghargai privasi orang lain dan berbesar hati memafkan orang lain yang menyakiti kita di dunia maya. Sebab, kita mungkin bisa menjaga etika di dunia maya namun kita tak bisa memastikan orang-orang akan memegang etika juga ketika berinteraksi dengan kita. Di titik ini, kebesaran hati untuk memaafkan orang lain yang menyinggung atau menyakiti hati kita di media sosial menjadi penting dan dapat meredam potensi pertikaian dan konflik yang bisa saja meluas.

Etika dasar berinteraksi di dunia maya tersebut menggambarkan betapa dunia maya memang bukan sesuatu yang terpisah jauh dari dunia nyata. Setiap interaksi yang terjadi di dunia maya berkonsekuensi sama dengan interaksi di dunia nyata. Kita tak bisa lagi berpikiran bahwa apa yang kita lakukan di dunia maya tak akan berdampak terhadap kehidupan di dunia nyata.

Menebar perdamaian

Aktivitas di dunia maya pada dasarnya bisa membawa manfaat jika digunakan sebagai alat silaturrahmi, berkomunikasi, berdialog dan berbagi pengetahuan. Selain memegang etika di dunia maya, dalam konteks mengupayakan kehidupan yang damai, aktivitas dunia maya bisa dimanfaatkan untuk menebarkan konten-konten positif yang bisa memperkuat tali persaudaraan dan persatuan. Misalnya, dengan membuat dan membagikan gambar, tulisan, atau video yang mampu menyentuh hati banyak orang agar tersadar akan pentingnya persatuan dan indahnya hidup damai dalam perbedaan.

Dunia berubah dengan sangat cepat. Dibutuhkan cara-cara yang lebih inovatif untuk terus menumbuhkan dan menyuarakan pengetahuan tentang pentingnya persatuan dan menjaga kebhinnekaan bangsa, terutama di kalangan anak muda bangsa. Dunia maya atau media sosial menjadi sangat strategis untuk dimanfaatkan, terutama di kalangan anak muda. Kreativitas anak muda harus diarahkan ke hal-hal yang positif, misalnya dengan aktif dalam gerakan menyarakan perdamaian di dunia maya. Karakter pemuda yang emosional dan energinya yang besar harus diarahkan untuk hal-hal yang bermanfaat, bukan justru menjadi provokator yang menghasut di dunia maya dan menimbulkan pertikaian.

Dunia maya tak sekadar dunia tersendiri yang bisa menjadi tempat kita menumpahkan segala emosi tanpa konsekuensi apa pun. Dunia maya adalah bagian dari dunia nyata, di mana interaksi di damnya terdapat aturan, etika, atau norma-norma yang harus dijaga dan ditumbuhkan, agar interaksi tersebut lebih membawa manfaat ketimbang musibah.

Facebook Comments