Menjernihkan Konflik Suriah dari Unsur Glorifikasi dan Provokasi

Menjernihkan Konflik Suriah dari Unsur Glorifikasi dan Provokasi

- in Faktual
1
0
Menjernihkan Realitas Konflik Politik Suriah

Suriah, negara dengan sejarah panjang dan budaya yang kaya, telah lama berada dalam tekanan di bawah rezim keluarga Assad. Sejak Hafez al-Assad mengambil alih kekuasaan pada tahun 1971, Suriah dijalankan dengan tangan besi. Rezim Assad dikenal menggunakan taktik represif untuk meredam oposisi, termasuk pembatasan kebebasan berpendapat, penahanan tanpa proses hukum, dan kekerasan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap menentang kekuasaan.

Ketika Bashar al-Assad menggantikan ayahnya pada tahun 2000, harapan akan reformasi sempat muncul. Namun, Bashar melanjutkan pola pemerintahan yang otoriter. Rakyat Suriah, yang telah lama merasa terkekang, akhirnya bangkit pada 2011 dalam gelombang protes yang terinspirasi oleh Arab Spring. Sayangnya, respons rezim Assad terhadap protes ini sangat brutal, yang kemudian memicu perang saudara yang menghancurkan.

Faksi Oposisi yang Beragam

Konflik Suriah melibatkan berbagai faksi dengan kepentingan yang berbeda-beda. Beberapa kelompok utama dalam oposisi Suriah meliputi:

  1. Tentara Pembebasan Suriah (FSA): Dibentuk oleh para pembelot dari militer Assad, kelompok ini awalnya menjadi simbol perlawanan rakyat. Namun, kekuatan dan pengaruh mereka menurun seiring waktu akibat kurangnya persatuan dan dukungan.
  2. Kelompok Islamis: Faksi-faksi seperti Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) memiliki agenda berbasis ideologi Islam. Mereka sering kali bertentangan dengan kelompok oposisi lain karena perbedaan visi politik.
  3. Kelompok Kurdi: Dipimpin oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF), kelompok ini berfokus pada perlindungan wilayah Kurdi di utara Suriah. Mereka sering kali bentrok dengan faksi Islamis dan memiliki hubungan kompleks dengan kekuatan asing seperti Amerika Serikat.
  4. Kelompok Sekuler dan Nasionalis: Beberapa faksi kecil memperjuangkan Suriah yang demokratis dan sekuler, meskipun pengaruh mereka relatif lemah dibandingkan kelompok lainnya.

Keberagaman ini mencerminkan betapa kompleksnya konflik Suriah. Tidak ada satu kelompok pun yang benar-benar mewakili seluruh rakyat Suriah atau Islam secara umum.

Suriah sebagai Arena Konflik Kepentingan Asing

Selain konflik internal, Suriah juga menjadi arena perebutan kekuasaan oleh berbagai aktor internasional. Rusia dan Iran mendukung rezim Assad untuk melindungi kepentingan strategis mereka, seperti pangkalan militer dan pengaruh geopolitik di Timur Tengah. Di sisi lain, Amerika Serikat, Turki, dan beberapa negara Teluk mendukung kelompok oposisi tertentu dengan alasan yang beragam, mulai dari melawan pengaruh Iran hingga memberantas terorisme.

Keterlibatan kekuatan asing ini sering kali memperburuk konflik, karena masing-masing pihak mendukung faksi yang sesuai dengan agenda mereka. Hasilnya adalah perang yang semakin berkepanjangan, dengan rakyat Suriah sebagai korban utama.

Perang Saudara di Suriah:Bahaya Glorifikasi dan Provokasi

Salah satu kesalahan besar dalam memahami konflik Suriah adalah glorifikasi dan penyederhanaan narasi. Beberapa kelompok Islamis di tingkat global, termasuk di Indonesia, menggambarkan konflik ini sebagai kemenangan Islam melawan sekularisme atau tirani kafir. Bahkan, ada yang menyitir hadis tentang keutamaan bumi Syam untuk membenarkan perlawanan terhadap rezim Assad sebagai perjuangan menuju kebangkitan khilafah.

Namun, realitasnya jauh lebih rumit. Perang saudara di Suriah adalah konflik politik dan kekuasaan yang melibatkan berbagai faksi, bukan perang agama antara Islam dan kekafiran. Mengglorifikasi konflik ini sebagai kemenangan satu kelompok tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berbahaya karena dapat memprovokasi orang untuk terlibat dalam konflik yang sebenarnya tidak mereka pahami.

Di Indonesia, glorifikasi konflik Suriah sering kali digunakan oleh kelompok tertentu untuk membangkitkan semangat jihad dan hijrah. Mereka memanfaatkan romantisasi hadis tentang bumi Syam untuk menarik simpati dan dukungan, bahkan mengajak orang untuk berangkat ke Suriah. Hal ini sangat mirip dengan fenomena Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang terjadi pada masa kemunculan ISIS pada 2014. Banyak umat Islam yang tergiur janji-janji palsu tentang “bumi khilafah,” hanya untuk menemukan diri mereka terjebak dalam konflik brutal.

Fakta menunjukkan bahwa kondisi di Suriah sangat jauh dari gambaran ideal masyarakat Islam yang damai. Bahkan setelah rezim Assad digulingkan, pertentangan antar faksi oposisi menunjukkan bahwa perdamaian masih jauh dari jangkauan. Oleh karena itu, mengajak umat Islam untuk berangkat ke Suriah dengan alasan jihad atau hijrah tidak hanya tidak syar’i, tetapi juga tidak bertanggung jawab.

Sikap Bijak dalam Menghadapi Konflik Suriah

Sebagai umat Islam, kita harus kritis dalam menyikapi isu global seperti konflik Suriah. Alih-alih terprovokasi oleh narasi yang menyederhanakan konflik ini, kita perlu memahami kompleksitasnya dan mengutamakan pendekatan yang damai. Hijrah dan jihad harus dipahami dalam konteks yang sesuai dengan syariat. Hijrah bukanlah perpindahan ke wilayah konflik, tetapi menuju tempat yang lebih aman untuk menjalankan agama. Sementara itu, jihad harus berada di bawah otoritas ulil amri dan sesuai dengan kondisi syar’i.

Banyak narasi tentang Suriah yang dipenuhi glorifikasi dan provokasi. Umat Islam harus berhati-hati dalam menerima informasi dan selalu memeriksa kebenarannya. Daripada memprovokasi keterlibatan dalam konflik, fokuslah pada upaya membantu korban perang dan mendukung solusi perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

Konflik Suriah adalah tragedi kemanusiaan yang membutuhkan perhatian serius, bukan glorifikasi atau provokasi. Umat Islam harus bijak dalam memahami realitas konflik ini dan menolak ajakan untuk terlibat dalam perjuangan yang tidak syar’i. Sebaliknya, mari fokus pada upaya menciptakan perdamaian dan membantu mereka yang terdampak oleh perang. Dengan demikian, kita dapat menjernihkan konflik Suriah dari unsur-unsur yang hanya memperburuk penderitaan umat manusia.

Facebook Comments