Menguatkan Lokalitas dari Eksploitasi Isu Global

Menguatkan Lokalitas dari Eksploitasi Isu Global

- in Narasi
0
0
Menguatkan Lokalitas dari Eksploitasi Isu Global

Aktivisme khilafah, yang berupaya menegakkan sistem pemerintahan berbasis agama di atas ideologi negara, kembali mendapat panggung pada tahun 2024. Narasi glorifikasi perjuangan “agama vs tirani sekuler” yang awalnya menyemarak di Suriah tampak diadopsi oleh kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Dengan mengemas perjuangan Suriah sebagai jihad keagamaan, narasi tersebut digunakan untuk membenarkan asumsi mereka tentang negeri impian yang dijanjikan.

Ketidakpahaman akan kompleksitas geo-politik Suriah telah membuka ruang manipulasi yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menciptakan polarisasi di masyarakat Indonesia. Mereka mengesankan sistem negara sebagai tirani yang menekan kebebasan beragama dan tidak selaras dengan ajaran Islam. Propaganda ini terus dikembangkan untuk mereplikasi isu Suriah di Indonesia, dengan tujuan menciptakan ketegangan yang mengancam stabilitas sosial dan politik nasional.

Ketegangan geopolitik pada 2024 semakin memuncak. Konflik baru di Timur Tengah serta ketegangan antara kekuatan besar dunia, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, menciptakan situasi yang tidak stabil. Presiden Prabowo, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan Indonesia, dalam pernyataannya pada forum keamanan internasional bulan Oktober 2024, menggarisbawahi bahwa ketidakstabilan global ini menjadi lahan subur bagi infiltrasi doktrin radikal transnasional ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Radikalisme tidak hanya lahir dari ketidakpuasan lokal, tetapi juga dari eksploitasi isu global oleh kelompok yang memiliki agenda transnasional. Ini menjadi ancaman serius bagi semangat persatuan dan keberagaman yang telah lama kita perjuangkan sebagai bangsa.

Pernyataan tersebut merujuk pada pola kelompok radikal yang menggunakan momentum ketegangan global untuk membangun narasi bahwa sistem negara dianggap gagal melindungi umat Islam. Mereka mencoba menggiring opini bahwa khilafah adalah solusi tunggal atas segala ketimpangan, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Moment Natal 2024 menjadi salah satu target propaganda kelompok radikal. Melalui media sosial dan kanal komunikasi tertutup, kelompok ini memprovokasi umat Islam untuk memandang perayaan agama lain sebagai ancaman terhadap Islam. Pola ini bukanlah hal baru, tetapi tahun ini intensitasnya meningkat dengan adanya narasi bahwa perayaan Natal merupakan bentuk penguatan nilai-nilai sekuler yang bertentangan dengan ajaran agama.

Beberapa kasus intoleransi pun terjadi menjelang Natal. Di Jawa Barat, seorang tokoh agama lokal melaporkan adanya ancaman terhadap komunitas Kristen yang hendak mengadakan ibadah Natal di sebuah gedung serbaguna. Di wilayah lain, baliho yang menyerukan toleransi antarumat beragama dirusak oleh oknum tidak bertanggung jawab. Meski aparat keamanan bertindak cepat, kasus-kasus ini mencerminkan adanya upaya sistematis untuk menggoyahkan harmoni sosial

Menghadapi tantangan ini, penguatan nilai-nilai lokalitas menjadi sangat penting. Nilai-nilai kearifan lokal seperti gotong royong, saling menghormati, dan kebersamaan yang telah lama menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia dapat menjadi tameng kuat untuk menangkal propaganda radikal transnasional.

Sebagai contoh, di Bali, yang dikenal dengan keanekaragaman agama dan budaya, acara Tenganan Festival yang melibatkan umat Hindu, Islam, dan Kristen dalam perayaan budaya juga berfungsi sebagai ruang untuk memperkuat semangat kebersamaan. Acara ini tak hanya merayakan warisan budaya Bali, tetapi juga menjadi wadah untuk menanamkan rasa saling menghargai antarumat beragama di level komunitas.

Pemerintah Indonesia juga berupaya menangkal infiltrasi doktrin transnasional dengan memperkuat pendekatan berbasis kebangsaan. Kementerian Pendidikan telah meluncurkan program pendidikan toleransi di sekolah-sekolah. Program ini mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kurikulum dengan pendekatan yang lebih aplikatif, seperti diskusi lintas agama dan kegiatan sosial yang melibatkan siswa dari berbagai latar belakang.

Sementara itu, aparat keamanan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2024 Sekolah Damai yang bertujuan untuk menyebarkan pesan perdamaian terhadap generasi muda.

Di tengah gempuran narasi radikal yang mencoba memanfaatkan ketegangan global dan isu lokal untuk menciptakan polarisasi, penguatan nilai-nilai Pancasila dan toleransi menjadi kebutuhan mendesak. Dengan menyemai kembali nilai-nilai lokalitas, Indonesia dapat membangun benteng yang kokoh untuk menangkal propaganda transnasional yang bertentangan dengan prinsip dasar bangsa.

Sebagai bangsa yang plural, Indonesia memiliki warisan kearifan lokal yang kaya untuk mendukung harmoni sosial. Keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekuatan. Dengan terus memperkuat semangat persatuan dan toleransi, Indonesia tidak hanya menjaga keamanan nasional, tetapi juga melindungi identitas kebangsaan dari infiltrasi ideologi yang mengancam keutuhan negara.

Facebook Comments