Menutup “Ruang Gerak” Radikalisme dengan Meng-Indonesiakan Dunia Maya

Menutup “Ruang Gerak” Radikalisme dengan Meng-Indonesiakan Dunia Maya

- in Narasi
1498
0
Menutup “Ruang Gerak” Radikalisme dengan Meng-Indonesiakan Dunia Maya

Dunia maya sejatinya memiliki karakteristik “bebas nilai” dan ketidakterbatasan sosial. Semua orang bisa melakukan aktivitas apa-pun di dalamnya. Termasuk melancarkan kejahatan-kejahatan sosial berbasis digital. Layaknya kelompok radikalisme yang terus bergerak menggerogoti stabilitas dan keamanan bangsa ini. Dinamika yang semacam ini perlu adanya semacam “The formation of Culture” atau membangun semacam “budaya etis” yang ber-kesesuaian dengan nilai keindonesiaan di dunia maya.

Paradigma yang semacam ini, bisa kita sebut dengan meng-Indonesiakan dunia maya. Artinya, semua aktivitas yang dilakukan masyarakat di dunia maya harus sesuai dengan karakter, konsensus dan kesadaran etis nilai-nilai keindonesiaan. Jika tidak sesuai, maka keputusan hukum dan mekanisme aturan yang berlaku, sejatinya wajib tegas dan perlu membrantasnya.

Kesadaran yang semacam ini sebetulnya telah disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Yaitu KH. Said Aqil Siradj yang meminta pemerintah untuk menutup dan menghapus semua akun media sosial milik kelompok Wahabi. Karena keberadaan mereka sangat merusak dan menghancurkan stabilitas serta disentegritas sosial. Karena mereka kerap menyebarkan ajaran keagamaan yang penuh dengan kebencian, intolerant dan tidak sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan di dunia maya.

Tindakan yang semacam ini pada hakikatnya meniscayakan sebuah kesadaran etis bagaimana masyarakat dalam berselancar di dunia maya harus sesuai dengan nilai dan karakteristik bangsa ini. Agar, dunia maya yang bebas nilai tersebut tidak dijadikan platform untuk melakukan kejahatan, menyebar kebencian, fitnah dan hoax tanpa disesali. Sehingga, berdampak kepada disintegritas sosial merusak sistem, tatanan dan karakteristik bangsa Indonesia.

Meng-Indonesiakan dunia maya, sejatinya membentuk transformasi nilai secara fungsional untuk menciri-khaskan dunia maya ke dalam lingkup masyarakat Indonesia yang beradab, tolerant dan membangun perdamaian. Sama hal-nya dengan menyuplai nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan sandaran, pijakan dan orientasi masyarakat di dalam melakukan aktivitas di dunia maya. Tentu hal yang harus dikedepankan adalah kesadaran etis, beradab, menggunakan semangat persatuan tanpa memecah-belah. Bekerja-sama menguatkan kebersamaan dan perdamaian. Serta saling tolong-menolong menolong dalam banyak hal. Termasuk memanfaatkan dan berselancar di dunia maya yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.

Upaya meng-Indonesiakan dunia maya ini juga perlu adanya mekanisme hukum yang harus berlaku. Layaknya UU ITE yang menjadi “control masyarakat” untuk melakukan aktivitas di dunia maya. Agar tetap berada dalam ranah keindonesiaan. Yaitu tidak menyebarkan kebencian, fitnah, hoax yang merusak dan provokasi permusuhan antar kelompok.

Semua aktivitas yang berkesesuaian dengan karakteristik Indonesia, tentu akan menjadi ciri khas bagaimana dunia maya kita akan lebih fokus kepada norma-norma yang telah kita bentuk, bangun dan dilaksanakan. Misalnya: kita harus menghargai dan bersikap tolerant terhadap mereka yang berbeda agama. Tentu untuk mengaplikasikannya ke dalam lingkup dunia maya, masyarakat harus mengikuti norma-norma yang semacam itu. Baik men-share, membuat komentar, mem-posting dan melakukan aktivitas apa-pun di dunia maya harus mengedepankan kesadaran untuk tetap menghindari intoleransi dan kebencian terhadap perbedaan tersebut.

Dunia maya kita harus mengejawantahkan nilai-nilai keindonesiaan. Karena kebencian, permusuhan, intoleransi dan tindakan kejahatan lainnya yang merusak. Sejatinya bukan (karakteristik Indonesia) yang harus kita tanggalkan dan jauhi. Karena karakteristik Indonesia adalah menerima, menghargai, bersatu, bersama dalam perjuangan dan saling tolong-menolong dalam banyak hal. Bukan saling menjatuhkan dan saling menyebar permusuhan.

Dengan meng-Indonesiakan dunia maya, niscaya masyarakat kita kuat dan mampu menangkal paham-paham kekerasan, layaknya radikalisme. Kelompok ini sering menyelinap dengan berbagai wajah yang sulit untuk dideteksi di dunia maya. Selalu gencar menyebarkan kebencian, provokasi, menyebarkan hoax yang mengadu-domba dan menggelar ajaran-ajaran keagamaan yang keras dan tidak bersahabat.

Melihat kondisi yang semacam ini, meng-Indonesiakan dunia maya itu sangat penting. Artinya, kita harus merangkul masyarakat ke dalam lingkup yang ideal dan berwatak keindonesiaan. Semua aktivitas dunia maya, harus bergerak dalam poros kebhinekaan, persaudaraan, budi pekerti, bekerja-sama dan membangun kesadaran etis untuk melindungi konflik dan perpecahan.

Dengan cara seperti inilah, niscaya kebebasan dan ketidak-terbatasan dunia maya tidak menjadi “bumerang” bagi negeri ini. Serta tidak mudah terkontaminasi oleh paham-paham yang merusak. Layaknya kelompok radikalisme. Karena dengan meng-Indonesiakan dunia maya, masyarakat kita akan tetap berada pada wilayah-wilayah dan nilai etis kebangsaan.

Facebook Comments